Time skip lagi 7 tahun guys.
Ace sedang bersiap.
Hari ini dia dapat misi kelas tinggi.Misi itu nyaris sama seperti yang ada di film.
Dia harus menghabisi nyawa seorang bandar narkoba.
"Silahkan dibaca Ace", kata petinggi yang sebenarnya mertuanya sendiri. Namun hubungan mereka terlalu renggang untuk disebut sebagai menantu dan mertua.
Ace mengambil file coklat yang ada di meja abu-abu, kemudian membukanya.
Nama : Robby Gan
Umur : 53
Lokasi : Medan
Informasi :
Akan datang ke Medan, hotel J.W Marriot. Sudah berkali-kali berusaha di tangkap polisi namun gagal. Punya puluhan body guard yang terkenal brutal.
Kasus :
Bandar narkoba yang tidak diketahui jenisnya, diduga kuat berupa halusinogen. Dijual dengan harga cukup mahal sehingga hanya bisa dibeli orang-orang kaya.Setelah membaca itu, Ace menatap petingginya.
Ia mendorong kacamata kembali ke hidungnya, "Kau tau...dulu aku sangat meragukanmu. Tapi sekarang dan berkat semua prestasimu, saya yakin kamu bisa menyelesaikan ini. Tapi...", petinggi itu menatap Ace lekat-lekat,
"Kamu punya darah pembunuh. Itu akan cocok di tugas ini. Ingat...kalau orang itu melawan..."
Wajah Ace tetap datar, bahkan setelah dikatakan,
"Kamu boleh menghabisinya"Sebenarnya di dalam hatinya, dia tidak mau. Namun dia terus berkata ke dirinya sendiri,
"Ini pekerjaanku, aku harus mematuhinya",
"Toh dia penjahat, dia secara ga langsung bunuh banyak orang, dia harus dihilangin kan?",
"Aku harus lakukan ini, buat nebus nama Vane",Walaupun perasaannya berkecamuk, Ace tetap berwajah datar. Bahkan saat di rumah, ia diam memperhatikan sosok anak istrinya yang bermain dengan gembira di dapur.
Dia kadang merasa bukan bagian dari keluarga kecil yang bahagia itu. Tapi perasaan lainnya berkata tidak apa karena pekerjaannya sangat beresiko.
Olea sudah berhenti bekerja semenjak melahirkan dan memilih jadi ibu rumah tangga.
Pekerjaan yang diberikan ke Ace pun sering terbilang berat dan selalu membuatnya dinas.
Apa memang sudah diatur seperti itu?
Di hari dia harus berangkat ke Medan, anak istrinya mengantarnya ke pintu.
Ace duduk di lantai mengenakan sepatu wakaii di pintu, terlihat casual.
"Tuh Daddy mau pergi", tunjuk Olea ke suaminya. Anaknya, Aziel, hanya diam bersembunyi, memeluk pinggang ibunya.
Ace dan Aziel tatap mata. Awalnya hening, namun kemudian Ace menyunggingkan senyum.
Aziel melirik kesana-sini seolah berpikir, kemudian melangkahkan kaki kecil ke ayahnya.
Dengan wajah polos, ia memeluk dan mencium pipi ayahnya. Setelah menempelkan bibir merah di pipi ayahnya, ia mundur beberapa langkah dan menatap Ace,
"Jangan lupa pulang, aku nanti ikut drama", ucap anak 9 tahun mungil itu ke ayahnya.
Mendengar ucapan itu, Ace tersenyum lembut.
Ia menyibakan rambut anak semata wayangnya, "Iya, nanti Daddy pulang", jawab Ace.
Setelah itu, taxi yang menjemput Ace datang. Menandakan waktu perpisahan mereka kesekian kalinya.
Namun perpisahan kali ini...terasa lebih menyedihkan. Ace bahkan tidak kuat tersenyum saat ia melihat Aziel yang melambai melalui jendela mobil.
Rasanya...seakan ia akan meninggalkan mereka selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WE ARE TWINS : ACE & ALICE
HumorSepasang kembar cewe cowo yang terlahir ke keluarga Vane, keluarga tajir melintir kepelintir. Cantik, ganteng, pinter, penyayang. Sempurna ya? Ohoho tidak... Keluarga ini gesrek bin aneh. Mulai dari pura-pura jadi cewek, makan sambel es krim, jatoh...