Angin malam bertiup lumayan kencang, namun Yuri tidak berniat menutup kaca mobilnya yang masih melaju. Kedua matanya bengkak dan sembab, sesekali ia menyeka airmata yang masih saja jatuh. Ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun sejak kejadian itu. Setelah puas memaki Ryosuke ia diam seribu bahasa.
Padahal hampir saja, hampir saja ia dapat menolong yabu-nii... ia sudah akan membuka pintu dan mengulurkan tangannya kalau saja Ryoteme tidak menjalankan mobilnya dengan sangat laju.
Yuri mengangkat tangannya dan memandanginya. Tangan kecil ini bisa meresepkan obat yang paten juga bisa melakukan OP dengan baik untuk menolong orang banyak, tapi mengapa tidak bisa menolong orang yang ia sayangi. Mengapa tidak bisa menolong Yabu-nii?
"Yurii.." panggil Ryosuke lembut, ia menepikan mobilnya dipinggir jalanan yang gelap. Sekarang sudah pukul 11 malam dan ia sudah tidak sanggup lagi mengemudikan mobil ini.
"Yuri....makan dan minumlah sesuatu" bujuk Ryosuke, sambil memandang sedih Yuri yang terdiam di kursi belakang"
"........................."
"Yuri aku... aku minta maaf aku, aku melakukannya demi--"
"DEMI APAAA" tiba tiba Yuri membentak
"Yuri....aku mohon Yuri"
"Ryosuke tau? Kejadian 3 tahun yang lalu kakakku juga meninggalkan aku hehe... dia pergi tiba tiba, tanpa aku sempat menyelamatkannya. Ia meninggal karena kesalahanku. Aku tidak bisa menjaganya dari lelaki brengsek semacam Takaki Yuya, ia merusak kak Inoo"
Flashback
"sebentar aku akan kesebelah sana" kata Yuri pada salah satu perawat, hari ini ia bertugas piket IGD malam namun ditengah tugas malamnya ia mendengar suara tangis yang sangat ia kenal dan hal itu membuatnya meninggalkan pasiennya sebentar
Kedua alisnya mengerut melihat Yuno, keponakannya menangis dan mengamuk di pintu IGD bersama neneknya. Yuri dengan tergopoh-gopoh mendatangi keponakannya itu namun tiba-tiba sebuah ambulance stretcher melintas melewatinya dengan terburu-buru.
Lagi lagi indra penglihatan Yuri melihat sosok yang sangat ia kenal, otaknya buru-buru mengambil tindakan untuk mengurangi percepatan yang diciptakan oleh kedua kakinya dan membuatnya menjadi di titik nol.
Matanya memutar mengikuti ambulance stretcher itu dan terlihat Inoo terbaring disana, dengan mulut berbusa, ceceran darah memenuhi bibir dan kerah bajunya lengkap dengan wajah yang sedikit membiru
"KAK INOOOO" teriak Yuri dan mengejar laju ambulance stretcher itu, ia menyelinap diantara perawat yang mengiringi wanita yang ia panggil Inoo itu.
"Kak, Kak Inoo bisa dengar aku? Kak?" Yuri berusaha mendapatkan kesadaran pasien namun nihil, ia menempelkan stetoskopnya di dada Inoo dengan begitu gemetaran dan tergesa gesa. Beberapa kali ia melakukan CPR pada Inoo namun hal itu tidak membuat raut wajahnya berubah
Merasa keadaan semakin memburuk Yuri berlari menuju meja respsionis IGD dan merebut Handy Talky yang tertempel disana.
"CODE BLUE ! CODE BLUE ! CODE BLUE ! AREA 1 ! " teriaknya dengan kencang dan mata yang mulai berkaca-kaca.
Tak lama kemudian tim code blue tiba dilokasi dan mengerumuni Inoo yang semakin lemah disana. Yuri juga turut membantu sekuat tenaga yang ia mampu namun Tuhan berkata lain malam itu. Kakaknya Inoo Kei meninggal karena overdosis Morfin.
Sejak saat itu Yuri tidak pernah lagi mengakui keberadaan Takaki Yuya, ia menganggap Yuya lah yang menjerumuskan Inoo pada obat-obatan terlarang, ialah yang membuat kakaknya merasa tertekan dan depresi sehingga masuk didalam dunia gelap. Ia tidak pernah membiarkan Takaki Yuya menginjak rumahnya lagi barang selangkah pun. Begitupun dengan Yuno, Yuri tidak pernah mengakui Yuya sebagai ayah dari keponakannya. Ia benar-benar membenci Takaki Yuya
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandemic [✓]
Science FictionJudul : Pandemic Genre : Family, Friendship, Romance (Slight) Pairing : Yamachii, Okajima, Takanoo Summary : Negara Jepang sedang dilanda sebuah wabah virus aneh yang muncul tiba-tiba. mampukah chinen yuri dan Yamada Ryosuke menyelamatkan semua pas...