Flashback.

264 20 0
                                    

Bryan duduk di ruang tamu camp, pikiran nya melayang jauh, tidak ada salah satu dari anak-anak yang sedang singgah di camp untuk mengajak nya bicara, mereka memilih cari aman dari pada harus di amuk.

Anak-anak Maxle sudah sangat tau sifat dan sikap Bryan ini, Bryan hanya perlu sendiri, tapi tanpa mereka tahu, Bryan saat ini butuh teman.

Dika dan Joel masuk dan menemukan Bryan sedang duduk seorang diri, dengan menyenderkan badan nya sempurna dengan mata terpejam.

Dika menghembuskan nafas nya pelan, ia menepuk bahu Joel sambil menoleh ke Bryan. Joel pun mengangguk, Dika berjalan berlalu menuju halaman belakang Maxle.

Joel duduk di sebelah sofa yang Bryan duduki. Ia menatap Bryan lekat.

"Ngapain Yan kesini, bukan nya samperin Angel sono minta maaf" ucap Joel memulai percakapan.

Sebenar nya ia segan berbicara seperti ini, karna Bryan ini atasan nya, ya walaupun sekarang tidak lagi, tapi Bryan ini sangat berjasa dalam perjalanan hidup Joel sejauh ini.

Bryan membuka mata nya pelan, lantung mata terlihat jelas, menandakan Bryan ini sangat lelah karna kurang tidur.

"Emang dia mau maafin gue" ucap Bryan pelan.

"Yang gue kenal, Bryan bukan orang yang pesimis" kata Joel.

"Cape gue Jo" ungkap nya lirih.

"Gue tau, tapi buat situasi yang udah terlanjur jauh kayak gini, lo harus kuat. Tinggal sedikit lagi Yan, udah lo tenang aja, enggak usah mikirin Gladis, dia biar jadi tanggung jawab gue sekarang. Yang harus lo utamain sekarang, bagaimana Angel bisa maafin lo atas kejadian ini" jelas Joel.

"Makasih Jo, bilang sama Je, gue minta maaf" ucap Bryan sambil menunjukan senyuman nya.

Joel terkekeh, "Iya, sono lo cabut, nanti bang Ferdi dateng buat mukulin lo lagi gimana?"

"Gue cabut" ucap Bryan sambil menepuk bahu Joel pelan.

Joel merasa Bryan lebih santai sekarang, tidak seperti dahulu, Bryan lebih enak di ajak bercanda, tidak kaku seperti dulu, dan tentu nya Bryan lebih rapuh, tidak seperti dulu yang bahu nya kekar, dapat menopang seberat apapun masalah.

Bryan mengemudikan motor nya dengan kecepatan kencang, ia menuju rumah Angel, tidak peduli Abraham akan memukuli nya akibat diri nya telah menyakiti gadis kesayangan nya, tidak peduli Bryan mati akibat Ferdi tak terima adik satu-satu nya di kecewakan.

Sampai rumah Angel, Bryan di sambut manis oleh bi Nar, ia di persilahkan masuk dan duduk di ruang tamu.

Bryan menelan ludah nya susah payah ketika Ferdi datang menghampiri nya membawa tongkat baseball di tanyan nya. Fedi duduk dengan santai nya, ia mendirikan tongkat itu tepat di sebelahnya. Mata Bryan masih mengekori pergerakan Ferdi, ia akui, nyali Bryan mulai cuit.

Bryan memang dari awal sangat segan oleh Ferdi, karna ia tau Ferdi ini kakak dari Angel, awal pertemuan mereka sangat tidak baik, terlebih lagi, Ferdi ini ternyata ketua Senopati, Bryan sangat menghargai usaha Senopati untuk membangun Maxle, Ferdi pasti sekatang sangat emosi dan ingin membunuh nya saat ini juga. Ia tidak bisa melawan seenak nya, salah nya ya itu resiko nya yang Bryan harus hadapi.

Ferdi menatap Bryan dingin, wajah nya tegas nya tampak serius, ia duduk menegak kan tubuh nya, jiwa kepemimpinan Ferdi sangat jelas terlihat.

"Lo buat Angel nangis lagi?" tanya Ferdi datar.

Bryan masih terdiam, ia mengatur degub jantung nya yang berdetak kencang. Ia hanya perlu jujur. Ia menceritakan kejadian di rumah sakit hari ini, menceritakan kebodohan nya, kalau saja Bryan bisa menahan emosi nya sedikit saja pasti ia langsung tau dan tidak sampai membuat hati kekasih nya terluka.

THE KILLER BOYFRIEND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang