Part 2

69 14 9
                                    

Sesampainya di kedai Paman Chan aku memarkirkan sepedaku di parkiran kedai Paman Chan yang khusus untuk para pekerja di sana. Jadi, untuk pekerja sendiri dan untuk pelanggan sendiri. Aku segera memakai apronku dan bersiap mengantar makanan di meja nomor 29.

Aku berjalan dengan membawa nampan berisi makanan seafood dan minuman jus buah seperti jus apel, blueberry, strawberry, dan buah naga. Sesampainya di meja nomor 29 aku memberikan pesanan itu.
Dengan sopan aku berkata, "Silakan dinikmati." Setelah itu aku segera pergi. Baru saja melangkah tiba-tiba

BYURRR!

"Ups, ya maaf gue nggak sengaja tadi. Tadinya sih tangan gue mau kesamping, gue lupa kalo tangan gue ada minuman gue jadinya kena baju lo deh." Jus buah yang di pegang Chalondra itu tumpah mengenai baju ku.

Baju ku basah tersiram minumannya. Entah dia sengaja atau tidak. Banyak pasang mata yang melihat ke arah kami. Tubuhku sangat lengket. Aku pun segera pergi dari sana dan mengganti baju ku di toilet.

Setelah selesai berganti baju dan apronku tiba-tiba salah satu teman ku menghampiriku.

"Eh Kay, gimana? Lo nggak papa kan?" tanyanya dengan khawatir.

"Nggak kok gue nggak papa, tenang aja," jawabku dengan tersenyum.

"Syukur deh kalo lo nggak papa. Yaudah gue kesana dulu. Masih banyak kerjaan soalnya," pamitnya.

"Iya. Semangat!" ucap ku. Ia menjawab dengan mengacungkan jempolnya. Setelah itu aku pergi menyelesaikan pekerjaanku.

****

Matahari berganti dengan cahaya bulan malam hari. Akhirnya, pekerjaanku selesai. Aku meletakan kemoceng yang ada di tangan ku dan mengembalikannya di tempat semula. Aku berjalan menuju toilet untuk melepas apronku lalu, meletakannya di lemari. Aku berjalan menuju ruangan Paman Chan berpamitan untuk pulang.

TOK TOK TOK

"Permisi, Paman."

"Ya, masuk aja."

"Paman, saya pamit untuk pulang," pamitku.

"Hari ini kerja mu bagus, Kayla. Hati-hati di jalan. Dan jangan lupa besok kembali bekerja," pesan beliau.

"Iya, Paman. Permisi." Aku keluar dari ruangan dan berjalan menuju parkiran. Aku mulai menggoes sepeda ku pelan-pelan. Menikmati udara malam hari.

Tak butuh waktu lama aku sudah sampai di rumah. Aku memasukan sepedaku lalu berjalan menuju kamarku. Saat sedang melewati ruang tamu aku melihat 2 pria yang baru saja keluar dari arah dapur. Aroma alkohol tercium saat mereka lewat. Mungkin mereka sedang mabuk karena kedua pria itu meracau tidak jelas.

Aku melihat kakakku sedang menghitung lembaran uang dimeja makan, lebih tepatnya di dapur. Aku berjalan menghampirinya. "Sampai kapan kakak kayak gini?"

Aku melihat banyak botol alkohol di atas meja yang sudah kosong. Ada juga kartu remi di sana. Setiap hari aku selalu disuguhkan pemandangan seperti ini.

"Udah pulang lo?" tanyanya yang masih menghitung lembaran uang itu.

"Udah."

"Ya, sampai kita kaya lah," jawabnya dengan enteng.

"Cari uang tuh dengan cara yang halal kak, bukan kayak gini!"

"Lo mending diem gausah bikin gue emosi!"

"Kak, sadar! Kakak ngga malu apa kerja kayak gini, ha!? Gue sebagai adik kakak malu kak, malu!"

BRAKKK!

"DIAM!" teriaknya.

"Lo tanya, gue nggak malu apa kerja kayak gini? Gue jawab, gue nggak malu asal mulut lo bungkam!"

Save Me! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang