Melupakan dan meluapkan bukan sekadar tentang a dan p yang tertukar.
***
__________________________________Kedua kaki Ara masih terpatri di tempat. Meski sesuai dugaan yang ditakutkan, Oniel lah si pemilik benda itu. Gadis berambut panjang yang sedang melangkah mendekati Ara sekarang.
"Kenapa, Ra? Kok diem?" Oniel tersenyum dan masih memegang pisau lipat di tangan kanannya.
Hening, bahkan Ara bisa mendengar sentuhan antara lantai dan sepatu Oniel. "Itu punya lo?" tanya Ara pelan sedikit gemetar karena melihat pisau yang tak lagi bersarung. Ara bisa melihat dengan jelas kilatan di ujung tajam logam pipih itu.
"Hm ya, ini punya aku. Tadi jatuh di depan toilet." Oniel begitu santai memegang benda berbahaya itu, seolah telah terbiasa. Kini Oniel hanya berjarak selangkah dari Ara di hadapannya. Gadis itu menatap langsung kedua mata Ara.
"Ngga sengaja jatuh atau sengaja dijatuhin?" selidik Ara lebih detail.
"Sengaja," jawab Oniel lalu membuang pandangan ke arah lain.
"Kenapa?"
"Biar kamu ngga terlalu lama berduaan sama dia." Oniel masih menyembunyikan sorot mata tajamnya dari Ara.
"Dia?"
"Jangan paksa aku sebut nama dia, Ra." Oniel masih menoleh ke samping menghindari Ara. Tapi baru saja Ara menangkap pergerakan bola mata Oniel. Gadis berambut panjang itu kini melihat pisau yang digenggamnya.
"Fiony," batin Ara khawatir. Nama dari seorang gadis yang sepertinya telah mendapat pengawasan lebih dari Oniel.
Ara diam. Wajah samping Oniel ini sempat membuatnya bergidik. Sekarang Ara pun bisa menangkap kemarahan yang Oniel simpan. Dan yang lebih Ara cemaskan, sampai seperti itu Oniel mengawasinya saat bersama Fiony. Bahkan Oniel tahu ketika Ara dan Fiony hanya berdua di toilet saat itu.
"Trus kenapa lo sampai bawa-bawa pisau ke sekolah?" Ara mengalihkan topik pembicaraan. Ia tak akan membahas Fiony di situasi seperti ini.
Oniel diam, masih tak melihat lawan bicara. Ia hanya menatap kilauan logam pipih yang digenggamnya.
"Apa yang lo rencanain?" tanya Ara yang membuat Oniel kembali melihat ke arahnya.
Oniel tersenyum kecut. "Rencana? Seburuk itu aku di mata kamu, Ra?"
Ara membuang napas panjang. Ia harus menahan emosinya jika tak ingin Oniel semakin nekat. "Kejadian kemarin udah ngasih tau kalo lo belum berubah, Oniel."
"Itu karena aku ngga akan berubah, Ra. Bukan seperti kamu. Kamu berubah. Kamu lupa janji kamu sendiri," balas Oniel yang membuat Ara bingung.
"Janji?"
"Ya. Janji kamu waktu itu."
"Waktu itu? Kapan? Janji apa sih?" Ara tak bisa sabar.
"Waktu kamu belum mengenal mereka," jawab Oniel yang justru membuat Ara semakin bingung.
"Mereka siapa? Lo kalo ngomong yang jelas, Oniel. Biar gue ngerti."