Yang paling menyebalkan dari kisah cinta adalah kita sama-sama menunggu, tapi sama-sama tidak tahu jika kita saling menunggu.
***
___________________________________Udara dingin masih enggan menyingkir meski mentari sedang bersiap keluar dari persembunyiannya. Lima gadis masih tetap di posisinya sejak semalam. Mereka masih menjelajahi mimpi masing-masing dengan selimut yang tetap di pelukan.
Salah satu dari mereka membuka mata perlahan, seolah tahu jika ini saatnya mereka bangun. Ara menoleh ke samping kiri, tepat menatap seorang gadis yang sudah membuat malamnya tak nyenyak. Ara tersenyum melihat wajah teduh Fiony saat tertidur seperti sekarang. "Wajah polos kayak gini, tapi bisa seberani itu," batin Ara mengingat kejadian semalam.
Semalam, saat Fiony berani menyentuh bibir Ara dengan bibirnya, Ara belum terlelap. Mata Ara memang terpejam, tapi pikiran dan hatinya masih terjaga sepenuhnya. Apalagi saat jarak mereka begitu dekat, Ara bisa merasakan hembusan napas Fiony yang tidak teratur mengenai wajahnya.
Semalam, Ara sempat membuka sedikit kelopak mata tepat saat Fiony menciumnya. Ara mendapati Fiony yang sedang memejamkan mata seolah berusaha masuk ke alur yang Fiony buat sendiri.
"Aku sayang kamu, Ra."
Satu kalimat yang terucap dari bibir Fiony begitu ia melepas ciumannya semalam. Seperti rekaman yang sengaja diulang, kalimat itu terus berputar di kepala Ara.
"Aku juga sayang kamu, Fiony," gumam Ara tersenyum tulus sambil merapikan helaian rambut Fiony yang menutup wajah polos gadis itu.
Tiba-tiba Ara mendengar pergerakan dari ujung tenda di belakangnya. Gadis itu menoleh cepat dan mendapati salah satu rekannya tengah duduk dengan rambut terurai hingga menutupi wajah.
"Oniel?" Ara sempat lupa jika ada Oniel di tenda ini.
"Kamu akan menyesal, Ra," gumam Oniel yang terdengar samar di telinga Ara.
"Apa? Gue ngga denger lo ngomong apa, Niel." Ara meminta Oniel mengulangi kalimatnya.
Tapi Oniel justru diam. Gadis ini menguncir asal rambut panjangnya, menyingkap selimut, lalu ke luar dari tenda lewat pintu belakang.
"Tunggu!" cegah Ara yang tidak mendapat tanggapan apapun dari Oniel. Ara pun menyingkap selimutnya lalu bergegas menyusul Oniel. Ia keluar dari tenda, namun tak menemukan Oniel di sisi kanan atau kiri. "Kemana dia?" tanya Ara entah pada siapa.
Begitu cepat Oniel menghilang tanpa jejak. Tapi hanya satu tempat yang bisa ditempuh dalam waktu sesingkat itu. "Hutan," ucap Ara melihat hutan yang tepat ada di depannya. Ini bukan pertama kalinya Oniel memasuki hutan ini sendiri, jadi tidak ada yang perlu Ara cemaskan tentang keadaan Oniel. Hanya saja, satu hal yang mengganggu pikiran Ara. "Apa tadi dia denger?" gumam Ara mengingat ucapannya pada Fiony beberapa saat lalu, tepat sedetik sebelum Oniel menegakkan tubuhnya.
"Lo nyari apaan, Ra?" sapa Jessi yang entah sejak kapan ada di belakangnya.
Seketika Ara menoleh. "Nyari udara seger," dalih Ara lalu kembali masuk ke tenda. Gadis ini membangunkan Dhea dan Fiony karena sebentar lagi akan ada kegiatan yang harus mereka ikuti.
"Jam berape sekarang?" tanya Dhea sambil menggeliat khas orang bangun tidur.
"Jam lima lebih," jawab Ara melihat jam tangan yang ada di samping ranselnya.
Mereka merapikan selimut masing-masing, kecuali Dhea yang juga merapikan selimut Oniel. "Nih anak kemane lagi sih? Hobi kok ngilang," gerutu Dhea sambil melipat kain lebar itu.