Curious 11

2.8K 302 52
                                    

Merindukanmu tak kenal tanggal tua, dan itu merepotkan.

***
________________________________

Tepuk tangan menggema di ruang teater setelah Dhea menutup pementasan drama dengan ucapan terima kasih. Sungguh di luar ekspektasi, akting yang mereka tampilkan berhasil memukau guru dan seisi ruangan yang menyaksikan.

"Bawang putih cantik banget!" celetuk salah satu siswa dari deretan bangku belakang yang diikuti teriakan 'cie' seisi teater. Hal ini membuat Ara melirik sekilas dan menandai siapa siswa itu.

Memang, selama ini Fiony adalah gadis pendiam, selalu menundukkan kepala hingga banyak dari temannya yang tak sadar akan kehadirannya di kelas. Tapi dengan tampilnya Fiony sebagai bawang putih, kini semua siswa bisa lebih memperhatikannya. Balutan kebaya putih yang Fiony kenakan menambah kecantikan parasnya.

"Bagus sekali kelompok Dhea! Sejauh ini, ini penampilan drama terbaik yang ibu lihat," kata Bu Vanka bangga.

"Ah ibu bisa aje, makasih Bu." Dhea mulai sok akrab.

Bu Vanka tersenyum. "Baik, itu tadi penampilan terakhir untuk hari ini karena jamnya sudah habis. Kita bertemu lagi di jam pelajaran Bahasa Indonesia selanjutnya," kata guru cantik itu lalu meninggalkan ruang teater.

"Iya, Bu."

Dari sisi kanan berurutan, Mira, Ara, Dhea, Fiony, dan Jessi masih berdiri di depan dengan senyuman puas di wajah mereka. Mereka duduk begitu Bu Vanka benar-benar meninggalkan ruangan.

"Kerja bagus, Guys!" ujar Dhea yang duduk di antara Ara dan Fiony. Baru saja Dhea meletakkan pantatnya, tapi dengan cepat ia kembali berdiri. "Duh lupa gue. Pangeran duduk sini aje, samping Bawang Putih, eaaa.." goda Dhea seperti biasa. Apalagi Ara masih mengenakan baju khas pangeran kerajaan jaman dulu.

"Bawang Putih mulu. Sini pangeran sama gue aja!" Mira menarik Ara agar tak berpindah dari duduknya. Karena Mira dari awal sudah duduk di samping Ara.

"Ya udah Bawang putihnya sama gue aja." Suara berat seseorang yang bukan berasal dari lima gadis itu. Seketika mereka berlima mendongak, ke arah sumber suara di depannya.

"Hai!" sapa pemilik suara. Dia adalah seorang siswa yang selalu memperhatikan Fiony sejak awal pementasan drama tadi.

"Ngapain lu di situ?!" sewot Dhea seperti biasa.

"Cuma pengen bilang ke Fiony," kata lelaki itu yang membuat Fiony bingung. "Akting kamu di drama tadi bagus banget," pujinya.

"Makasih," balas Fiony singkat sambil mengingat-ingat nama teman sekelasnya itu. Wajar saja, tak banyak siswa yang ia hafal namanya.

"Aku Raka. Nanti aku minta nomor WA kamu ya, Fiony?" pinta pria bernama Raka itu. Sepertinya ia telah menandai Fiony.

"Eh kang cilok! Ngapain lu minta WA Fiony? Pan udeh ade di grup!" sewot Dhea yang sepertinya tak suka dengan manusia perayu seperti Raka.

"Oh iya ya. Hehe. Ya udah, nanti aku chat kamu ya, Fiony?"

"Eh? Iya."

Raka tersenyum dengan masih menatap Fiony. Pria itu seolah enggan untuk beralih dari posisinya sekarang. Di sisi lain, Ara melirik sinis Raka. Dalam hati ia bertanya, atas dasar apa tiba-tiba Raka meminta nomor Fiony (?)

"Sampe kapan lo diem di situ?!" kata Jessi yang membuyarkan lamunan Raka.

"Eh apa? Emm ya udah, bye Fiony." Raka melangkah setelah Fiony tersenyum tipis padanya.

"Kalo gue jadi cowok, gue juga kesengsem sih sama Fiony. Ya kan, Ra?" celetuk Dhea menepuk bahu Ara.

"Hah? Engga," balas Ara singkat sambil melihat Fiony yang juga sedang menoleh padanya. Jawaban Ara itu seketika membuat pipi Fiony sedikit menggembung cemberut.

CURIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang