Aku rindu hujan yang pernah membuat kita basah-basahan di tengah jalan.
***
__________________________________Angin yang berhembus menerpa tubuh Ara seolah telah membawanya kembali ke masa lalu. Rasa bersalah masih kerap menghantuinya, apalagi jika ia pergi ke tempat ini. Lantai tertinggi dan terakhir yang diinjak Oniel sebelum akhirnya benar-benar pergi dua hari lalu.
"Aku tau kamu melihatku dari atas sana, Oniel," gumam Ara menatap langit yang penuh dengan awan kelabu.
Sejak kemarin, Ara selalu menyempatkan waktu untuk datang ke tempat ini saat jam istirahat. Hanya sebentar, setidaknya untuk benar-benar melepas kepergian sahabat kecilnya itu.
...
Di saat yang sama, di ruangan senyap dengan dinding peredam suara yang mengelilingi, Fiony menarik kursi kecil di depan piano yang biasa ia mainkan. Dua hari sejak kepergian Oniel, Fiony masih belum bisa memaafkan takdir yang telah seenaknya membuat drama kehidupan Oniel menjadi serumit itu.
Ini adalah akhir yang tidak pernah terpikirkan oleh Fiony. Apalagi saat melihat Oniel yang harus menghembuskan napas terakhir tepat di depan matanya. Peluru yang melesat dari pistol itu tak memberi Fiony cukup waktu, bahkan hanya untuk mengucap maaf. Hingga rasa bersalah masih sering hinggap di benak Fiony.
"Andai aku tidak datang ke kehidupan Ara."
"Andai aku tidak punya rasa semacam itu untuk Ara."
"Andai aku lebih peka dengan perasaan kamu untuk Ara, Oniel."
Kata andai mengiringi setiap awal kalimat yang keluar dari bibir Fiony. Tapi sayangnya, andai hanya datang saat penyesalan menyapa akhir sebuah cerita.
Detik ini, Fiony sedang duduk sendiri di ruangan favoritnya. Tempat ternyaman untuknya mengurung diri di dalam keheningan. Kini ia memejamkan mata sambil menarik napas dalam. Ujung jemari Fiony juga telah bersiap untuk memainkan benda bernada di depannya.
Gadis ini membiarkan jemarinya menari di atas piano. Beberapa menit hingga suara riuh tepuk tangan menghentikan alunan nada yang ia mainkan. Fiony menoleh ke sumber suara, rupanya tiga orang gadis telah berdiri di sana.
"Hebat!"
"Berasa konser sendiri ya?"
"Atau semacam selebrasi abis bunuh anak orang?" ucap mereka bergantian sambil mendekat ke arah Fiony.
Reflek Fiony berdiri dari duduknya. Ia mengenal wajah-wajah di depannya itu, tapi tak tahu siapa nama mereka. "Kelas sebelas?" gumam Fiony melihat identitas kelas berwarna hijau yang menempel di lengan kanan mereka bertiga.
"Lo Fiony kan?" tanya salah satu di antara mereka.
"Iya. Kalian siapa?" tanya balik Fiony.
"Hah? Lo ngga kenal siapa kita? Ya ampun, kemana aja lo? Kita ini trio anak OSIS paling hits di sekolah ini," sahut gadis paling kiri.
"Trio OSIS?" Fiony heran mendengar julukan itu.
"Okay, let me introduce who we are. Gue Indy, yang ini Tasya, dan yang ini..."
"Biar gue ngenalin diri gue sendiri," sahut gadis yang berdiri paling kiri. "Nama gue Mu Mu Mu Muthe, salam kenal," ucapnya bergaya centil.
"Salam kenal," jawab Fiony pelan. Sejujurnya dia bingung dengan kedatangan tiga seniornya itu.
"Oke, ngga usah banyak basa-basi, kita ke sini cuma mau bikin perhitungan ke elo," kata Tasya menunjuk Fiony.
"Perhitungan apa?" tanya Fiony tidak mengerti maksud mereka.