Hanya tisu yang dapat memahami, mengapa cinta tak pernah kemarau.
***
___________________________________Pemandangan yang berbeda siang ini di depan gedung sekolah. Hampir semua siswa dan guru berkumpul untuk melihat Ara, Vivi, Gita, dan Chika yang sedang berjalan beriringan sambil membopong seorang gadis dengan banyak bercak darah di tubuhnya.
"Awas woy! Lu pikir lagi nonton lenong bocah?!" seru Vivi agar para penonton itu memberi jalan untuknya.
"Waduh!" Dhea yang baru turun dari mobil langsung sigap membuka pintu belakang mobil.
"Oniel," gumam Fiony yang masih tercengang saat melihat tubuh lemah Oniel yang dibawa teman-temannya.
"Astaga, ada apa ini?" Bu Retno panik melihat keadaan muridnya. Beberapa guru pun sudah ada di dekat mobil.
"Ra, masuk Ra!" perintah Gita agar Ara masuk ke mobil untuk menerima tubuh Oniel dari dalam.
"Oke."
Kini Ara menjadikan pahanya sebagai bantal untuk kepala Oniel. Sedangkan Dhea dan Fiony duduk di depan.
"Gas, Dey!" titah Ara.
"Iye."
Dhea melajukan mobilnya secepat yang ia bisa. Melihat kondisi Oniel yang begitu lemah, Dhea segera mengarahkan mobil ini ke rumah sakit terdekat. Beberapa guru pun mengikuti mereka dari belakang.
***
Lorong serba putih sejauh mata memandang. Hanya ada beberapa orang yang sedang memasang wajah cemas di depan sebuah ruangan. Ara, Dhea, Fiony, dan Bu Frieska duduk di kursi memanjang dengan keheningan yang masih menyelimuti mereka.
"Saya sudah menghubungi orang tua Oniel. Tapi beliau sedang di luar kota. Mungkin dua atau tiga jam lagi baru sampai ke sini," ujar Bu Frieska selaku wali kelas mereka.
"Iya, Bu." Dhea menjawab.
"Sekarang, kalian ceritakan apapun yang kalian tahu tentang Oniel. Dan bagaimana kronologi sampai kalian menemukan Oniel di kamar mandi," pinta Bu Frieska.
"Oniel itu anaknye pendiem, Bu. Die tuh ngga suka bareng sama temen-temen, jadi kemana-mana sendiri terus die Bu." Dhea menjelaskan.
"Kalau kronologinya, kami juga ngga tau gimana awalnya, Bu. Yang jelas, tadi pas kami mau pulang, Vivi nelfon saya. Dia bilang kalau Oniel sekarat di toilet lantai tiga. Makanya saya langsung lari ke sana tadi," imbuh Ara
"Terus sekarang Vivi mana?"
"Tadi Vivi chat saya. Katanya dia pulang buat ganti baju, Bu. Nanti dia ke sini lagi kok," jawab Ara.
Bu Frieska mengangguk paham. "Ya sudah, lebih baik kalian pulang sekarang. Ganti baju, makan siang. Terutama kamu, Ara," ucap Bu Frieska yang melihat bercak darah di seragam Ara.
"Iya, Bu." Ara dan yang lain memutuskan untuk pulang terlebih dulu.
***
"Ra, kamu nanti ke rumah sakit lagi kan?" tanya Fiony begitu sampai di depan rumahnya.
Ara mengangguk. "Iya. Kenapa?"
"Aku ikut," pinta Fiony.
Ara mengangguk pelan. "Iya. Ya udah, aku pulang dulu. Nanti aku jemput kamu."
Ara melajukan mobilnya setelah melihat Fiony masuk ke rumah. Sejak tadi, Ara cenderung diam, bahkan saat di depan Fiony. Gadis ini masih memikirkan Oniel yang begitu nekat untuk melakukan hal itu lagi. Yang Ara tahu, ini adalah kali kedua Oniel mencoba untuk bunuh diri.