Curious 21

2.6K 285 148
                                    

Jika bertemu denganmu adalah sebuah kebetulan, maka pasti akan jadi kebetulan yang menyenangkan.

***
____________________________________

Suasana begitu hening, hingga suara detakan jarum jam terdengar sangat jelas. Sejak semenit lalu, Oniel sudah duduk di tepi tempat tidur dengan kaki yang menggantung ke bawah. Wajah gadis ini begitu pucat, ia memiringkan kepala sedikit ke kanan sambil menatap tajam ke satu titik di depannya.

"Nyenyak sekali kalian," ucap Oniel pelan, masih tak mengalihkan pandangannya. Tepat beberapa meter di depannya, Ara dan Fiony sedang terlelap di atas matras. Kedua gadis itu begitu rapat, hingga hanya pakaian yang menjadi jarak keduanya.

Mulut Oniel mengatup erat, tatapannya menajam saat melihat tangan Fiony yang melingkar di perut Ara. Dan lebih parah lagi, Ara membalas pelukan itu.

Detik kemudian, Oniel turun, kaki telanjangnya menyentuh lantai secara langsung. Ia berencana untuk melangkah ke arah Ara. Tapi selang infus seolah tak mengizinkannya berjalan lebih jauh. Gadis ini melihat punggung telapak tangan kirinya. Tanpa berpikir lama, Oniel mencabut paksa selang itu dari tangannya.

Gadis ini melangkah mendekati Ara, lalu berdiri tepat di sebelahnya. "Kenapa kamu lebih memilih dia?" gumam Oniel yang tak bisa memungkiri bahwa ia sedang cemburu. Tiba-tiba kening Oniel berkerut sesaat ketika melihat ujung benda yang ia kenal keluar dari saku jaket Ara. Lalu Oniel membungkuk dan mengambil benda itu.

"Apa aku hanya sebatas sahabat kecil bagi kamu, Ra?" gumam Oniel melihat foto masa kecilnya. Ia menatap miris masa lalunya yang sempat bahagia meski sesaat. Gambar dirinya dengan Ara yang selalu ia simpan, selama ini telah menjadi bahan bakar dari semua rasa yang ingin ia pertahankan.

Tapi ternyata Oniel salah. Cintanya telah gugur karena yang dicinta hanya menganggapnya sebagai teman dari masa lalu. "Aku akan akhiri semua sampai di sini, Ra." Gadis ini berjalan ke arah pintu ruangan.

Oniel menarik gagang pintu perlahan, lalu menoleh ke belakang. Pandangannya jatuh ke sang ibu yang masih terlelap di kursi sudut ruangan. "Maaf, Ma," ucapnya lalu benar-benar melangkah meninggalkan ruangan ini.

***

Rumah. Sebuah bangunan yang terasa lama tak ia hirup aromanya. Gadis ini berjalan tanpa alas kaki, melangkah perlahan memasuki rumah ini.

Oniel membuka pintu kamarnya. Arah pandangnya langsung tertuju pada bagian paling bawah dari lemarinya. Sebuah laci yang menjadi fokus Oniel sekarang. Ia mendekat dan berjongkok, lalu menarik gagang laci itu. Kini Oniel mengambil satu kotak hitam berukuran lumayan besar dari dalam sana.

Oniel membuka penutup kotak itu. Dengan mimik wajah datar, ia menatap sebuah benda yang telah lama ia simpan. "Seharusnya aku gunakan kamu untuk membunuh Papa," ucapnya sembari mengambil sebuah pistol hitam dari kotak itu.

Tanpa gemetar sedikitpun, Oniel seolah terbiasa untuk bersentuhan dengan benda-benda berbahaya. Seperti sekarang, gadis ini membolak-balik pistol seperti sedang memeriksa apakah benda ini masih bisa difungsikan.

"Dua peluru," gumamnya sambil memasukkan selongsong peluru ke dalam pegangan pistol ini. Oniel berdiri lalu mengedarkan pandangan ke beberapa sisi kamarnya. Melihat setiap detail ruangan yang selalu menjadi saksi perderitaannya selama ini.

Arah pandang Oniel jatuh ke sebuah foto di atas meja belajarnya. Gambar dirinya dengan Ara yang sedang berboncengan di atas sepeda kecil. Sudut bibir Oniel terangkat sekilas, meski dadanya selalu sesak setiap kali bayangan bahagia dari masa lalunya melintas.

____

Pagi hari yang telah dinanti oleh seorang gadis kecil sejak semalam telah tiba. Bahkan hawa dingin pun tak membuatnya ragu untuk duduk di tepi sungai seperti sekarang.

CURIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang