tiga belas

159 41 0
                                    

Renjun berjalan memasuki perpustakaan, langkahnya membawanya ke tempat ini. Mengambil buku yang diinginkan, lalu mendudukkan dirinya ke tempat yang selalu menjadi favoritnya.



"Mau apa kamu?"

"Mau mengisi hati"

"Dengan apa kamu akan mengisinya?"

"Dengan melihatmu"




Renjun menunduk, menarik nafas perlahan. Lagi-lagi gadis itu, gadis yang selama ini terus-terusan memenuhi kepalanya.

Lelaki itu menutup kasar bukunya, dia tidak bisa fokus. Kepalanya dia posisikan di atas meja dan menutupinya di lipatan lengannya sendiri.






"Kakak kok bisa pintar?" tanya Senja kala itu.

Renjun hanya menatapnya sekilas, lalu kembali fokus ke buku di hadapannya. "Karena saya tidak pernah bodoh."

"Cih, sombong."

"Saya tidak sombong, tapi itu kenyataannya."

"Iya-iya percaya." Gadis itu memposisikan kepalanya diatas meja, dengan lengannya sendiri sebagai tumpuan.



"Kakak ganteng sekali," ujarnya sambil menatap Renjun dari posisinya saat itu.

Renjun mendengus, "Berhenti liatin saya."

"Kenapa?"

"Berhenti saja."

"Kakak salting?"

Lelaki itu menatap Senja tidak percaya. "Salting kamu bilang?" Gadis itu mengangguk.

"Tidak, saya tidak salting."

"Bohong."

"Saya tidak bohong."

"Iya bohong."

"Tidak!"

"Dih, kok ngegas?!"

"Kamu yang memancing saya."

"Aku gak mancing, kakak yang ngegas sendiri."

Renjun kembali mendengus, "Terserah lah."




"Itu itu, lihat! Pipi kakak merah!"

"Ngaco kamu."

"Ih, aku ga ngacoo. Emang benar kok merah!"

perihal senja, renjun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang