delapan belas

157 36 0
                                    

Dengan tergesa-gesa aku melangkahkan kaki menuju kelas Kak Renjun. Aku shock mendengar berita itu.

Ibu Kak Renjun meninggal?

Kenapa aku tidak tahu?

Bel istirahat baru saja berbunyi dan sekarang aku sedang berada di depan kelasnya. Banyak kakak kelas yang melihatku tentu saja. Tapi tak apa, Kak Renjun lebih penting.

Mataku membulat begitu melihat Kak Haechan dan kawan-kawan keluar dari kelasnya. Tunggu, mana Kak Renjun?


"Kak Haechan!" panggilku. Perihal Kak Renjun memang selalu kutanyakan ke kawannya itu.

"Oit!" dia berjalan ke arahku

"Kak Renjun mana?" tanyaku tentu saja.

Kak Haechan menggaruk-garuk belakang kepalanya yang kutahu tidak gatal sama sekali, "Dia ga datang. Tahu kan, ibunya meninggal?"

Aku mengangguk, "Aku baru tahu tadi. Sejak kapan?"

"Dua hari yang lalu. Selama itu Renjun belum pernah masuk sekolah."

Selama itu dan aku tidak mengetahuinya?

Senja, kamu keterlaluan.



"Kalau boleh tahu karena apa?"

"Ibunya memang sakit daridulu setauku. Entahlah, Renjun memang orang yang tertutup. Dia tidak pernah ingin membuang waktu untuk menceritakan riwayat hidupnya," ujar Kak Jeno.

Aku mengangguk, "Terima kasih, kak."




"Senja!" panggil Kak Jaemin saat aku baru saja ingin melangkah pergi.

"Sejak kemarin kita semua sudah mengunjunginya, tapi dia selalu tidak ada. Entah mengurung diri di kamar atau keluar. Bibi di rumahnya juga tidak tahu," kata Kak Jaemin.

"Kalau ketemu, tolong kuatkan dia, ya. Kami khawatir. Mungkin kalau lo datang, sedihnya terobati," timpal Kak Jisung.

Kalau aku datang?

Kenapa harus aku?




Kak Chenle mengangguk, "Depannya saja terlihat kuat, tapi dalamnya tidak sekuat baja."

"Yeah, he likes a wonder man," kali ini Kak Mark yang berbicara.

"Bukan wonder woman ya?" tanya Kak Jisung.

"Dia lelaki, bodoh." Aku hanya tertawa mendengar perkataan Kak Haechan.




"Dasar, teman gelut gue itu kalau masalah ngegas dan adu mulut dia jagonya. Tapi saat ada masalah langsung seperti orang paling pendiam di muka bumi," kekeh Kak Haechan.

Mereka semua menyayangi Kak Renjun, aku tahu itu. Mereka sangat khawatir dengan keadaannya sahabatnya.

Kak Renjun, dia sangat beruntung.

Setidaknya aku juga ingin menjadi salah satu orang yang menyayangi Kak Renjun.



- huang renjun -

perihal senja, renjun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang