dua puluh lima

154 36 3
                                    

"Duduk" perintahnya, aku menurut. Dia lalu pergi meninggalkanku sendirian entah kemana.

Kak Renjun membawaku ke rumahnya. Oke sekali lagi, rumahnya.

Ini pertama kali aku dibawa ke rumahnya, dan sekarang tidak ada satu pun orang disini. Hanya aku dan Kak Renjun:)


Kak Renjun datang dengan membawa kotak P3K di tangannya. "Sini kamu" Dia menyuruhku untuk mendekat ke arahnya.

Hm, kenapa aku jadi takut begini?

Nadanya tidak bersahabat. Di perjalanan saja Kak Renjun hanya diam, tidak niat membicarakan keadaanku.



"Kakak marah?" kutanya saat dia sedang mengobati luka di tanganku.

Tidak kusangka dia akan telaten seperti ini saat mengobati luka akibat pecahan kaca tadi.



"Kak, kok diam? Kerasukan, ya?" tanyaku. Pasalnya dia tidak menanggapiku sama sekali.

"Jangan bercanda kamu" ujarnya dengan nada seram. Lebih seram daripada kuntilanak.

"Ga bercanda. Aku cuma tanya. Kakak daritadi cuma diam."

Dia menghela nafas kasar. Kak Renjun berhenti mengobati lukaku, kemudian menatapku dingin. "Iya, saya marah."

"Kok gitu?"

"Saya marah karena kamu diam saja saat diperlakukan buruk seperti itu!"

Aku tersentak kaget. Dia baru saja membentakku.



Aku menunduk, "Aku tidak bisa berbuat apa-apa"

"Kenapa tidak memberitahu saya kalau perlakuan ayahmu sudah sangat buruk seperti tadi? Saya bisa melaporkannya"

Aku menggeleng, "Jangan! Jangan lapor ayah"

"Kenapa?"

"Dia ayahku"

"Tapi perlakuannya sudah tidak pantas disebut sebagai seorang ayah"

"Aku tahu. Tapi jangan melaporkannya. Aku sayang dia. Hanya dia keluarga yang aku punya" Aku mulai menangis, cengeng sekali diriku.




Kudengar Kak Renjun menghela nafasnya lagi. Dia lalu menarik kepalaku dan meletakkannya di bahunya.

"Maafkan saya" Kak Renjun mendekapku, mengusap lembut pucuk kepalaku.

Aku masih menangis, "Bunda tidak akan suka. Aku yakin itu"

"Iya, maaf."

"Jangan pernah melaporkan ayah, kumohon" Aku terisak dalam dekapannya.






Entah hanya perasaanku atau bagaimana, aku merasa Kak Renjun baru saja mengecup lama pucuk kepalaku.



- huang renjun -

perihal senja, renjun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang