lima belas

161 39 3
                                    

Sudah tiga hari, dan Senja belum saja terlihat keberadaannya.

Ah, saya jadi khawatir sebenarnya.

Saya khawatir gadis itu berbuat yang tidak-tidak akibat perkataannya waktu itu. Bisa saja, bukan?

Pasalnya Senja terlihat seperti seorang fanatik yang bisa saja melakukan apapun jika saya melukai perasaannya.

Bunuh diri, misalnya?


Oke, cepat singkirkan pikiran sialan itu.


Tiga hari saya berkeliling di sekolah mencari keberadaannya. Dia seperti hilang di telan bumi. Saya ingin menanyakannya ke teman-teman sekelasnya. Namun saya saja tidak tahu dia kelas berapa.

Saya betul-betul tidak tahu segala hal tentangnya.



Saya memilih melangkahkan kaki ke area belakang sekolah, siapa tahu dia ada disana.

Dan dugaan saya benar, saya menemukannya. Senja tengah berdiri memunggungi saya, gadis itu terlihat menatap sebuah kolam ikan di hadapannya.

Sekolah ini memang luas. Jarang ada murid yang tahu tentang keberadaan kolam ikan di antara kebun bak labirin ini.

Tidak usah ditanya sebenarnya. Papi Chenle yang mempunyai yayasan ini.

Iya, si holkay sombong itu.





Maaf Chenle, tapi kamu memang sombong menurutku.




Tapi saya tetap menyayangimu, tenang saja.






"Senja?"

Gadis itu berbalik, saya dapat melihat wajah terkejutnya saat melihat kedatangan saya.

"Kakak, kenapa bisa ada disini?" Itu katanya.

"Ehm, tidak. Saya hanya nyasar disini," alibi saya.

Bodoh kamu, Huang Renjun.




Senja mengangguk, "Aku kira kakak tidak ingin melihatku lagi."

Entah hanya firasat saya, suaranya sedikit berbeda. Serak. Suaranya tidak seceria dulu saat menyapa saya.




"Iya, memang. Kan saya sudah bilang, saya nyasar. Saya tidak tahu kalau kamu ada disini."

Maafkan saya, Senja.




"Oh, iya. Maaf aku terlalu percaya diri"




"Aku dengar kamu absen selama tiga hari belakangan. Ada apa?" Saya bertanya akhirnya. Saya penasaran, sungguh.

"Tidak apa. Aku hanya tidak enak badan."

Saya hanya mengangguk, tidak ingin bertanya lebih jauh.





Namun mata saya tiba-tiba saja menangkap sebuah luka di sudut bibirnya. Luka apa itu?

"Ada apa dengan sudut bibirmu?"

Gadis itu sepertinya kaget, lalu secepat kilat mengubah ekspresinya. "Ah, ini. Hanya luka biasa."




Itu bukan luka biasa. Saya tahu. Itu tampak seperti sobekan kecil di sudut bibirnya.

"Kalau itu?" tanya saya sambil menunjuk lebam yang ada di pipinya.

Senja terlihat memegang pipinya itu, "Ah, aku tidak sengaja terjatuh," ujarnya sambil terkekeh.

Sekali lagi saya tahu, kalau itu bukan akibat terjatuh.




Senja, apa yang kamu sembunyikan?


- huang renjun -

perihal senja, renjun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang