tiga puluh

161 34 2
                                    

Sudah seminggu gadis itu terbaring di rumah sakit, selama itu pula Renjun tidak pernah absen menemaninya. Senja koma selama itu.

Dia rela untuk bolos sekolah demi menemani gadis itu. Jika Haechan tidak memaksanya untuk sekolah dan menggantikannya sementara untuk menjaga Senja, mungkin Renjun sudah dikeluarkan dari sekolah.

Iya, Haechan rela bolos demi Renjun untuk menjaga Senja.

"Biarin lah gue bolos gapapa. Nilai gue juga tetap jelek biar masuk kelas. Lo itu pintar, Malih! Masa lo mau bolos seminggu, bisa-bisa semua pelajaran di otak lo lenyap tuh. Bisa goblok maneh! Sini gantian kita ngeronda."

Sebenarnya bukan hanya Haechan. Jaemin, Jeno, Mark, Chenle, dan Jisung juga berpartisipasi. Tapi jelas saja Haechan paling sering. Dia kan juga demen bolos.



Renjun duduk di samping ranjang Senja. Menggenggam tangan gadis yang belum saja sadarkan diri.

Lelaki itu menyesal tidak bisa menjaga Senja dengan baik, padahal dia telah berjanji di hadapan sang bunda. Renjun menyesal hari itu memilih ikut kelas tambahan, Renjun menyesal membiarkan Senja pulang sendirian, Renjun menyesal tidak datang di saat yang tepat saat gadis itu membutuhkannya, Renjun sangat menyesal dia tidak bisa berbuat apa-apa saat ini.

Terlebih ucapan sang dokter saat itu,




"Untung saja anda masih tepat waktu membawanya, terlambat lima menit mungkin nyawa pasien sudah melayang. Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi tetap saja pasien kekurangan banyak darah"

"Saat ini nyawa pasien memang masih bisa diselamatkan, mungkin akan mengalami koma selama beberapa hari. Tapi maaf, meskipun nanti saat sadar kami masih tidak yakin," jelas dokter berkacamata itu

"Kenapa?" tanya Renjun

"Lambungnya rusak parah, saya juga melihat bahwa pasien menderita maag kronis. Terlebih lagi, saya baru tahu kalau ternyata---

"Kenapa? Ada apa dengannya?"

"Ginjal pasien tinggal tersisa satu, dan keadaannya sangat parah. Saya tidak yakin pasien akan bertahan lama nanti"

Renjun benar-benar shock. "Bisa saya memberikan ginjal saya untuknya? Saya sehat"

Sang dokter menggeleng, "Meskipun anda mendonorkan ginjal kepadanya, saya pikir itu sia-sia. Pada akhirnya pasien tidak akan bertahan, lambungnya sudah rusak parah"




Renjun benar-benar terkejut. Dia tidak bisa tidur selama tiga hari memikirkan keadaan Senja. Selama ini dia tidak tahu keadaan gadis itu.

Terlebih dia sangat marah ketika mendengarkan fakta bahwa ternyata ayah Senja lah yang menjual ginjal anaknya sendiri secara ilegal. Renjun benar-benar tidak habis pikir dibuatnya.

"Maafkan saya, Senja. Saya tidak bisa berbuat apapun untukmu saat ini" Lelaki itu menenggelamkan kepalanya di samping gadis itu. Tangan kurus Senja dia tempatkan di sela-sela rambut tebalnya.



"Kak Renjun?"

Lelaki itu sontak menegakkan tubuhnya saat mendengar suara parau gadis itu.

"Senja?"

Renjun sangat bahagia, sungguh. Akhirnya gadis itu sadar setelah seminggu lamanya. Tak sadar setetes air matanya meluncur sempurna.

"Aku dimana?" tanya Senja, suaranya benar-benar berbeda, tidak seceria dulu.

"Kamu koma selama seminggu" ujarnya seraya mengusap lembut pucuk kepala gadis itu.

"Demi?!"

Renjun tersenyum. Ah, gadis ini baru sadar sudah ngegas saja.

"Tunggu saya panggilkan dokter"



———






"Aku beneran koma selama itu?!" Renjun mengangguk.

"Wah, hebat! Baru kali ini, loh aku koma!"

Renjun menggeleng heran. Bukannya khawatir, gadis itu malah senang karena pengalaman pertamanya merasakan koma.

"Kamu tahu saya tidak tidur karena mengkhawatirkanmu?"

"Hih, salah sendiri gak tidur! Aku kan gak nyuruh!" Senja mengerucutkan bibirnya

Renjun hanya terkekeh seraya mengusap surai gadisnya.

Eh, gadisnya?








"Kak"

"Hm?"

"Gimana kata dokter?"

Renjun yang sedang membaca sebuah buku kini mendongakkan kepalanya, "Tentang?"

"Keadaanku lah"

Renjun diam, berfikir sejenak. "Biasa aja"

"Biasa gimana?"

"Katanya jantung kamu masih tetap berdetak lebih kencang saat berada di dekat saya"

Senja refleks menabok lengan kakak kelasnya itu, "Jangan bercanda, deh"

Renjun meringis, "Saya gak bercanda. Kenyataan, kan?"

Senja hanya mendengus pelan.





"Eh? Mau ngapain?!" Senja kaget saat tiba-tiba Renjun naik ke atas ranjangnya, berbaring di sebelah gadis yang tengah duduk itu.

"Minggir, badan kamu gede" ujar Renjun sambil mendorong-dorong Senja, membuat gadis itu terpaksa bergeser.

"Dih! Enak aja!"

"Kamu kenapa sih baru bangun udah ngegas aja?" Renjun menatapnya heran

"Daripada gak bangun?" ujarnya, "AW!"

Renjun baru saja menyentil keras jidat gadis itu.

"Sakit ih!"

"Makanya jangan sembarang bilang!" ucapnya seraya membantu Senja mengusap jidat korban sentilannya itu.

"Iya maaf"





"Senja" panggil Renjun membuat gadis itu kembali memfokuskan pandangan ke arahnya.

"Jangan kemana-mana ya" Lelaki itu tersenyum sambil mengusap salah satu pipi Senja.

Senja menatapnya heran, "Aku juga mau pergi kemana? Kan ada kakak disini. Selama ada kakak, aku ada disitu, kok. Kakak sudah menjadi rumah bagiku"

Renjun tersenyum mendengar.




Iya, semoga kamu tidak pernah meninggalkan rumah ini.

- huang renjun -

perihal senja, renjun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang