Chapter 16- Pertanyaan

303 75 0
                                    

Chapter 16
Pertanyaan

"Kau mencemaskanku?" tanya Seana, "sungguh?"

Rexilan mendengus kasar begitu mendengarnya. Ia bangkit sedikit lalu menjitak kening Seana.

"Bodoh. Aku hanya khawatir kehilangan tutor untuk kelas malam."

Mendengar hal tersebut, Seana hanya bisa mengembungkan pipi dengan cemberut. Jitakan Rexilan benar-benar terasa sakit.

Belum hilang rasa kesalnya. Ia tercengang melihat tubuh Rexilan yang menghilang dalam udara.

Di meja makan, Seana mendapati sang ibu tengah menyiapkan sarapan bersama Syan. Melihat putri dan adik kesayangannya telah bangun. Membuat Alita dan Syan bernapas lega.

"Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Syan seraya merangkul pundak Seana.

"Biasa saja," sahut Seana datar.

"Benarkah? Setelah ditemukan Rexilan di pos satpam. Kau terus mengingau dengan berteriak ketakutan." Pupil mata Seana melebar. "Aku dan mama sampai tidak tahu harus berbuat apa. Agar membuatmu terbangun. Tapi anehnya, setelah kami keluar sebentar. Kau tidak lagi berteriak."

Seana berusaha mencerna penjelasan sang kakak. Gadis itu mencoba mengingat. Malam tadi, tidurnya tampak nyenyak hingga saat ia terbangun dan menemukan Rexilan tengah memegang tangannya erat.

Seana tersenyum tipis lalu menggelengkan kepala tidak percaya. Rasanya tidak mungkin, bahwa semua yang Syan katakan terhenti saat Rexilan memegang tangannya.

Alita melirik ke arah Syan. Putrinya terlihat aneh dengan senyum misterius yang ia tunjukkan. Menyadari hal itu, Syan pun menjitak kening Seana kembali.

"Pagi-pagi udah kayak orang gila. Buruan beres-beres rumah. Jangan lupa tugasmu."

Seana hanya bisa meringus sembari mengelus jidatnya yang sakit. Saat ia hendak berbalik, ia hampir saja menabrak tubuh Rexilan.

"Kau!" geram Seana.

"Seana!" tegur Alita dari punggung sang putri. "Jangan kasar begitu, Rexilan itu kepala sekolah dan orang yang lebih tua darimu. Hormati dia, dan juga— dialah yang menemukanmu."

Rexilan menunjukkan senyum kemenangannya dan hal itu membuat Seana semakin kesal. Tanpa banyak bicara. Gadis itu berjalan pergi melanjutkan aktifitas membereskan rumah.

.
.
.

Setelah melakukan rutinitasnya. Seana memilih beristirahat di pekarangan depan. Di sisinya, nampak Kazu yang menemani. Bocah itu terkadang muncul dan hilang tanpa bisa diduga.

Sejauh ini, Seana tidak mempersalahkan hal tersebut. Hanya saja, jika Kazu sudah kelewatan melakukan hal di luar nalar manusia. Barulah, ia akan menegurnya.

"Seana," panggil Syan, "sarapan."

Seana menoleh kemudian mengganguk. Lalu mengulurkan tangan untuk mengajak Kazu.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Syan dengan alis bertaut bingung.

"Oh, tidak. Bukan apa-apa," elak Seana dengan sebuah senyuman.

Kelas Malam (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang