Chapter 7- Omelet

602 105 37
                                    

Chapter 7
Omelet

Meskipun Seana mengumpat di depan pintu kamar Rexilan. Suaranya tak cukup membuat pria bernetra hitam jelaga itu merasa tersinggung.

Baskara hampir menampilkan cahayanya di cakrawala dan seiringnya pergerakan bumi mengitari matahari.

Seana pun mulai menguap lebar. Ia terlalu lelah untuk berdebat dengan Rexilan. Sementara Seana tertidur, Pooja dan Intan yang berada sekamar kedatangan oleh Otniel.

"Aku ingin kalian berdua mengawasi Seana," tukas Otniel, "dia tipikal manusia ceroboh yang bisa merusak segalanya."

"Aku pikir tidak," sela Pooja dengan nada tidak terima. "Seana manusia yang baik. Kenapa kau sangat sensitif dengannya Oti?"

Otniel hanya memutar mata dengan malas. Melipat kedua tangan di depan dada dan menatap intens ke arah Pooja.

"Aku punya firasat soal itu. Sementara Rexilan istirahat. Aku akan memantau kondisi di luar."

Selepas mengucapkan kalimat tersebut. Otniel pun memutar badan dan berjalan keluar dari dalam kamar. Intan sendiri menatap kesal pada sang sahabat.

"Pacarmu itu sungguh menyebalkan. Aku tidak tahu mengapa kau bisa menyukai hantu seperti itu. Padahal masih banyak hantu yang jauh lebih baik darinya."

Pooja sendiri hanya menatap masam.

"Kau tidak akan mengerti. Sekarang kita tidur. Malam nanti, kita harus belajar."

Di luar, matahari terus menapaki naik hingga berada di puncak tertingginya. Sengatannya serasa mau membakar kulit siapapun.

Seana terbangun, akibat gemuruh di dalam perutnya. Ia pun bergegas bangun dan keluar dari dalam kamar. Namun, baru saja berdiri di depan pintu. Ia teringat akan kondisi Rexilan.

"Apa dia bisa makan?" tanya Seana pada dirinya sendiri. "Ah tidak, makhluk seperti itu mana bisa makan."

Baru saja Seana ingin beranjak pergi ke lantai dasar. Suara derit pintu yang terbuka. Mau tidak mau membuat Seana menoleh ke arah belakang.

"Rex?"

"Apa?" sahut Rexilan masam. Ia pun berjalan mendahului Seana dengan sikap tidak seperti terjadi apa-apa.

"Kau sudah sembuh?" tanya Seana seraya berjalan menyusul di sampingnya. "Oh, iya. Aku lapar. Apa kau juga lapar? Sekarang jam satu siang. Di luar panas sekali, aku ingin makan es kelapa. Apa aku bisa mendapatkannya di sini? Ternyata makanan yang dibuat hantu itu enak."

Seana terus berceloteh hingga mereka tiba di depan ruang makan dan saat Rexilan menghentikan langkah kakinya. Seana terus saja berceloteh.

"Aku tidak terlalu mahir dalam memasak. Tapi abangku cukup terampil. Apa kau pandai masak? Menurutku laki-laki yang pintar masak itu keren."

Rexilan pun menoleh ke arah Seana dengan wajah super duper bete luar biasa.

"Sekali lagi kau berceloteh. Kau tidak akan kuberi makan. Suaramu membuat gendang telingaku hampir pecah."

Pupil mata Seana terbelalak tidak percaya. Ia pun lantas mengembungkan pipinya dengan wajah cemberut.

"Aku hanya mengatakan apa yang ada dalam kepalaku," protes Seana.

Kelas Malam (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang