Nadia menatapnya seakan-akan ingin mengatainya gila. Ini bukan kali pertama sehingga Nela merasa santai saja. Dia menyadari bahwa Nadia kini dalam kondisi meyakinkan diri. Mungkin di dalam benaknya, Nadia kini bertanya-tanya. Apakah yang dikatakan Nela hal yang nyata atau tidak.
Kalimat singkat yang dikatakan Nela tadi sangat ampuh membuat Nadia terdiam dan melongo. “Gue melamar Abang sepupu Vivian, Nad. Dan dia menerimanya.”
Nela kini tidak bisa menampung banyak pikiran di dalam kepalanya lagi sehingga membutuhkan seseorang untuk berkeluh kesah. Dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bercerita.
Selama ini Nela melakukannya sendiri. Berpikir dan mengambil keputusan atas pertimbangan dan asumsinya sendiri. Hanya saja untuk kali ini dia tidak bisa melakukannya.
Masalahnya dengan kedua orang tuanya hingga rencananya dengan Kiki terlalu menumpuk dalam kepalanya. Nela butuh arahan dan pendapat tentang apa yang dia anggap wajar untuk dibahas dengan orang lain.
Setelah keliling dengan mobilnya untuk beberapa lama, Nela memutuskan untuk menemui Nadia di kafe. Karena itu lah dia menahan Nadia untuk beberapa jam malam ini walau Ben tadi terlihat sedikit keberatan. Ini malam minggu dan Nela sudah mengganggu kebersamaan sepasang suami istri itu.
Melihat Nadia terlihat tidak keberatan untuk ditahan sejenak, Nela rasa tidak apa-apa Ben menunggu sebentar sebelum dia mengembalikan istri pria itu. Sebelum kepalanya pecah karena terlalu banyak pikiran, lebih baik dia egois sebentar. Lagi pula dia tidak akan menahan Nadia hingga tengah malam atau besok pagi.
“Lo bercanda?” pekik Nadia kemudian.
Jika Nela memberinya kabar bahwa seorang pria muda mengajaknya berkencan, Nadia mungkin masih bisa percaya begitu saja. Hanya saja, Nela yang terlihat ogah-ogahan dalam menjalin hubungan mengatakan bahwa sudah melamar seseorang tentu membuatnya kaget dan tak percaya. Jika Nela tidak bercanda, setidaknya mungkin gadis itu terbawa suasana karena mimpi saat tidur siang atau sore tadi.
Tapi jika ini benar dan nyata, sejujurnya ini adalah berita yang sangat bagus. Akhirnya Nela keluar dari masa-masa bermainnya. Berarti Nela menunjukkan perubahan. Walau begitu keraguan Nadia tetap saja masih ada.
“Gue serius Nadia,” gumam Nela dengan suara malas. “Gue gak pernah bercanda jika menyangkut yang satu ini. Gue dan Bang Kiki berencana untuk menikah.”
“Selama ini lo gak pernah cerita ataupun menyinggung tentang Abang sepupu Vivian.” Nadia menghela nafas. “Pantas saja Vivian sering bertanya tentang hubungan percintaan lo ke gue. Ternyata karena ini alasannya,” gumam Nadia kepada dirinya sendiri.
“Karena gue pikir gak ada gunanya juga untuk menceritakan tentang Bang Kiki. Dulu bagi gue, apa yang terjadi antara gue dan Bang Kiki bukan hal yang terlalu penting. Dua tahun yang lalu, Mama berniat untuk menjodohkan gue dengan laki-laki yang ternyata Abang Vivian. Kami....”
“Dan selama dua tahun ini lo udah gonta-ganti pacar, Nel. Berarti lo selingkuh dong?”
Nela berdecak karena Nadia memotong kalimatnya. “Gue gak selingkuh karena selama ini gak ada hubungan apa-apa dengan Bang Kiki. Kami gak pacaran apalagi tunangan.”
“Oke-oke. Gak perlu semarah ini. Kalau lo mengerti gue, lo pasti tau apa yang gue pikirkan saat ini. Ya ampun! Sebenarnya ini berita yang bagus, Nel. Kapan lamaran resminya?” Dalam sekejap Nadia menjadi antusias.
Wajah Nela berubah murung. “Itu lah masalahnya,” keluh Nela. “Gue sekarang jadi ragu, Nad. Gue sepertinya menyesal udah melamarnya.”
“Menyesal? Kenapa lo berpikir begitu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect love Deal [Tamat]
RomanceNela rasa sejak Mama nya mengetahui sahabat gadis itu bahagia dengan suami dan anak kembar, membuat Mama ingin Nela segera menikah. Sehingga dengan terpaksa Nela menerima kesepakatan yang diajukan oleh Kiki untuk menghindari dirinya dari segala hal...