Enjoy it
.
.
.
.Bagaimana jika seandainya dunia di sini sedang terpapar pandemi Covid-19 juga?
Bagaimana jika seandainya sekarang semua orang bekerja dari rumah?
Bagaimana jika seandainya situasi sulit untuk beradaptasi ikut dialami oleh pasangan Nakamoto?
Bagaimana jika seandainya Yuta dan Winwin sudah dikaruniai putra pertamanya yang berumur 23 bulan dan sudah pandai tertatih dan mengomel?
Bagaimana. Jika. Seandainya.....
.
.
.
.Sarapan di pukul setengah sembilan pagi selalu menjadi rutinitas hangat di kediaman Nakamoto. Yuta selalu kebagian menyuapi putra tunggalnya saat sarapan. Dia tidak akan membiarkan hal tersebut dilakukan oleh sang istri yang sudah rela bangun subuh, beres-beres rumah, dan memasak. Biarkan Winwin menyantap sarapannya dengan tenang.
"Aegi-ya, aaaa..." Yuta memangap-mangapkan mulutnya, berharap sang buah hati yang hampir 99,99 % jiplakan Winwin itu mau mengikutinya.
"Aaa..." Berhasil. Satu sendok bubur masuk dan terkunyah di dalam mulut kecil itu.
Dengan riang bayi lelaki itu menepuk-nepukkan tangan mungilnya di meja yang tersambung dengan kursi tingginya. Senyumnya tersungging lebar hingga menonjolkan tulang pipi tinggi yang diambil dari gen sang ibu juga.
Ya, beginilah. Sejauh ini, Yuta hanya bisa melihat sosok Winwin di dalam anaknya. Dia sama sekali tidak bisa melihat adanya jatah kerja keras Yuta di dalam anaknya sendiri.
Entah. Mungkin memang belum terlihat saja. Mungkin di sifatnya nanti.
Dan saat menyadari itu, Yuta hanya bisa tersenyum kecut. Lelaki Osaka itu selalu berdoa untuk diberikan anak yang serupawan dirinya dan berhati seindah Winwin. Tapi kenapa ini jadi terbalik?
Dia kan bejad dan penuh dengan kelakuan minus.
Yuta tidak ingin anaknya yang berwajah manis nan kalem ini punya hobi bunuh-bunuh orang.
Okey, mari siasati itu nanti. Sekarang makan dulu saja.
"Aegi-ya, enak? Ayah boleh minta?" Seolah paham, sang anak langsung menggeleng kencang kemudian membuka mulut lagi untuk minta disuapi.
"Tidak boleh? Eeei, jangan pelit-pelit sama Ayah sendiri. Nanti kuburannya sempit, loh."
Memang sudah gila Si Yuta.
Bicara soal kuburan dan kematian di depan anak yang bahkan jalan pun masih mencong sana mencong sini.
Winwin yang melihat interaksi ayah-anak itu hanya mampu tersenyum simpul. Di matanya, meski kadang suka aneh-aneh, Yuta selalu memberikan interaksi yang sangat manis dan unik.
Winwin jadi semakin suka.
"Bagi sedikit, ya? Ayah selalu penasaran sama rasanya. Seenak apa sih bubur buatan Mama? Sampai kau selalu bisa menghabiskan dua mangkuk setiap sarapan."
"Ayah." Panggilan Winwin menghentikan gerakan sendok berisi bubur yang hampir mengudara ke mulut Yuta.
Si kepala keluarga langsung melirik wanita di hadapannya.
"Yes, Honey?"
"Ayah tidak kerja kan hari ini?" Yuta menggeleng.
"Hari ini hari Sabtu, seandainya ada kerjaan pun aku akan melakukannya di rumah. Mark sudah menerapkan Work From Home mulai kemarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL [GS]
Fanfiction-- Buku Kedua dari Serial "UN" (Lanjutan UNTOLD PAIN) -- -- Pernikahan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan. Justru bahtera rumah tanggalah medan perang yang sesungguhnya. --- "Kupikir, aku bisa percaya dengan janji setiamu. Tapi nyatanya, lihat ap...