18

2.8K 407 156
                                    

Warning! Chapter panjang!

Jangan sampai bosan membaca, ya...





Enjoy it



.
.
.
.





Rumah yang masih terang di pukul sebelas malam, menyisakan seorang ibu yang sibuk mengaduk dua cangkir teh di dapur dengan tangan menggenggam ponsel di telinga.

Sudut bibirnya terus terangkat memperlihatkan senyum manis dengan mata berbinar kala menelpon sosok belahan jiwanya di sebrang sana.

"Maaf aku baru menelpon, Sayang. Mereka benar-benar sekumpulan orang gila kerja. Hari libur begini tetap saja mengadakan rapat."

"Tidak apa-apa. Kau sudah di hotel sekarang? Apa bersama Sekretaris Qian juga?"

"Aku sendirian. Kun pergi. Tidak tahu kemana. Sepertinya membeli oleh-oleh."

"Oh? Untuk istrinya?"

"Istri?"

"Iya, waktu itu kan kau pernah cerita kalau Sekretaris Qian mengambil cuti untuk pulang ke China karena mau menikah."

Ada hening sejenak.

"Aaah, itu..." Suara di sebrang sana berdecak, "Aku tidak yakin kalau dia benar-benar menikah."

"Waeyo?"

"Dia selalu menghindar saat kutanyai soal pernikahan atau istrinya. Dia juga tidak memakai cincin apa pun. Auranya sama-sama saja tuh seperti saat masih bujang dulu, tidak ada aura pengantin baru. Selain itu, Qian Kun hampir 24 jam di kantor hanya untuk bekerja. Kalau dia benar-benar sudah menikah, bukankah seharusnya mencuri-curi waktu untuk pulang lebih cepat?"

"Mungkin saja istrinya di China. Tidak ada gunanya kan pulang cepat kalau tidak ada orang di rumah?"

"Aniii, dia juga tidak pernah menelpon istrinya saat di kantor."

"Yah, memangnya kalau Sekretaris Qian mau menelpon harus izin dulu padamu?"

"Bukan itu maksudku. Ruangan kami kan bersebelahan. Hanya dilapisi dinding kaca. Aku bisa melihat gerak-geriknya. Dan anak itu tidak pernah menyentuh ponselnya sama sekali. Dia hanya menggunakan telpon kantor. Itu loh, yang seperti telpon rumah. Mana ada suami yang menelpon istrinya pakai telpon kantor?"

"Dulu saat kau masih magang di kantor Appa, kau selalu menelponku pakai telpon kantor. Alasannya sih biar bisa telponan lama-lama, tapi irit pulsa. Padahal kan saat itu kita sudah menikah selama satu tahun--- Yah, setelah dipikir-pikir, dulu ternyata kau sangat tidak bermodal ya, Luke."

"Jungwoo-ya, jangan bicara begitu pada suamimu. Lagi pula, biar tidak bermodal begitu kau tetap mau kan denganku?"

"Mau bagaimana lagi? Sudah terlanjur."

"Terlanjur cinta, kan?"

"Terlanjur hamil Chenle."

"Yaish!"

Jungwoo terkekeh mendengar suara protesan suaminya di sebrang sana. Memang selalu menyenangkan mengganggu Lucas.

"Ngomong-ngomong soal Chenle, bagaimana keadaannya sekarang?"

UNRAVEL [GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang