SELANG setengah jam Beomgyu selesai mandi shower air hangat di dalam kamar barunya, ketukan pintu menginterupsi kegiatannya yang sedang mematut diri. Ia sudah berpakaian dan terlihat sedang menyisir rambutnya dengan gaya jatuh, menutupi jidat lebarnya yang sering membawa ketidak-percayaan diri menghinggapi hatinya.
Beomgyu bersiap membukakan pintu kamarnya saat matanya melirik perabotan berat dan mahal ditata secara rapi dan istimewa. Kekaguman Beomgyu semakin bertambah saja saat melihat desain interior kamarnya. Seumur-umur belum pernah dirinya mendapatkan kamar sebagus ini. Aromanya pun wangi, seperti bau cherry blossom, manis dan tidak terlalu menyengat penciumannya yang sensitif. Meskipun terkesan agar girly, tapi jujur saja Beomgyu menyukai kamarnya. Meskipun dirinya seorang laki-laki, tapi ketertarikannya kepada hal-hal yang berbau wanita sudah tidak bisa dipungkiri lagi.
Sejak kecil, Beomgyu sering tertarik melihat ibunya merias diri. Mengenakan pelembab bibir, lipstick, pensil alis dan bedak. Jika dilihat sebenarnya cukup asyik. Seolah bermake-up adalah mengasah kreativitas dan jiwa seni yang tertidur dalam dirinya. Tetapi stereotype masyarakat yang mengecap bahwa make up hanya untuk perempuan, membuatnya tidak bisa leluasa mengembangkan ketertarikannya pada hal-hal tersebut. Alhasil, selama 19 tahun hidupnya, Beomgyu hanya diam dan memperhatikan. Gigit jari ketika melihat orang-orang menjadi cantik dan menawan karena polesan make-up.
Sebenarnya, siapa yang melabeli make-up sebagai hal-hal yang erat dengan perempuan? Karena kesetaraan gender seharusnya bisa membawa peradaban manusia menjadi lebih adil. Jika perempuan saja boleh memakai celana, kenapa laki-laki tidak boleh menyukai warna pink dan mendalami seni merias wajah?
Pintu kamarnya ia buka, menampakan wanita bertubuh tinggi proporsional, berambut panjang tipis digerai. Matanya yang besar menatap Beomgyu tanpa berkedip dan hal tersebut membuat Beomgyu sedikit takut. Seolah-olah perempuan di hadapannya sedang mencoba menjatuhkan mentalnya. Tapi impresinya berubah drastis ketika perempuan yang memiliki tubuh sedikit lebih tinggi darinya itu menghambur dan memeluk tubuh kurusnya.
"Astaga! Kau sangat manis! Cantik sekali! Tidak perlu dimake-up kau sudah cantik Beomgyu-ssi!" seru si perempuan begitu girang.
Beomgyu merasa tak enak. Dia tidak membalas pelukan itu hingga terlepas begitu saja. Perempuan itu kembali memandangnya dan tersenyum penuh suka cita. Segala sesuatu tentang wanita di hadapannya terlihats angat segar. Mulai dari suaranya yang deep hingga pancaran wajahnya dan lingkaran hitam di bawah matanya.
"D-darimana anda tau namaku?" tanya Beomgyu sopan.
Perempuan itu terkekeh dan tak henti-henti menarik nafas karena geli sendiri. Kemudian menarik tangan Beomgyu untuk duduk di tepi ranjang. Tas ransel berwarna hitam yang digendong di punggungnya diturunkan, dibuka dan isinya dikeluarkan satu per satu.
"Aku Giselle, sahabat Soobin. Oh iya, karena aku lebih tua setahun darimu, kau harus memanggilku noona. Kau mengerti?" Perempuan bernama Giselle itu melepaskan kaos yang baru saja dipakai oleh Beomgyu. Saat tangannya mencoba melepaskan ikat pinggang lelaki manis itu, Beomgyu menahan gerakan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Floral & Fading ✦ Yeongyu
FanfictionBeomgyu yang masih polos dan suci, dijual oleh keluarganya kepada Choi Soobin, seorang CEO perusahaan Choi Group untuk membayar hutang yang menggunung. Sayangnya, Soobin memiliki kelainan seksual BDSM. Beomgyu tidak bisa melayani 'pembeli' tubuhnya...