Jangan lupa baca ceritaku yang lain.
Jangan lupa follow and TAP LOVE akun Innovelku @awindsari
--Wedding Cake (End)
--Wedding Fashion (End)
--Pure Love Never Die (End)
--Wedding With You (End)
--Perfect Love Scandal (End)
--Sweet Love Scandal (End)
--Secret Love Scandal (END)
--Behind the Scene With Arrogant Chef (End)
--Sharing Kitchen with Amazing Chef (End)
--Voyage (End)Selamat membaca 💕
***Sandra yang lebih dulu sadar akan kelakuannya bersama Tama di taman itu. Setelah mengambil beberapa potret gambar dirinya, buru-buru Sandra mengajak Tama pulang.
"Kok cepat, San?" Sebenarnya Tama masih ingin mengobrol di taman bersama Sandra.
"Nggak enak, Tama. Kita masih pakai seragam!" Jawaban Sandra ada benarnya juga meskipun seragam mereka telah dilapisi pakaian lain.
"Lagian aku malu gara-gara kejadian tadi. Mereka masih perhatiin kita tahu!" Mulut Sandra mengembung. Itu adalah kebiasaan Sandra saat dia menahan sebal. Sejak dulu Tama sudah tahu, hanya saja baru sekarang dirinya betul-betul memahami betapa ia memperhatikan Sandra sejak lama.
"Udah biarin aja. Mereka nggak kenal kita ini," bela Tama.
Sandra melotot. "Enak aja! Mereka mungkin nggak kenal sama kita, tapi mereka pasti kenal sama seragam kita," balasnya.
"Iya sih," Tama terkekeh. Dia yang sedang menyetir mobil merasa malu sendiri. Maksud hati ingin menyenangkan Sandra, tapi tak tahu harus melakukan apa.
Tama meraih ponselnya, diam-diam melirik Sandra sambil membuka aplikasi untuk browsing yang digunakan sejuta umat itu. Sesekali dia juga menoleh ke depan, memperhatikan jalanan. "Ohh jadi itu," bisik Tama setelah menemukan apa yang dirinya cari.
"Ada apa, Tam?" tanya Sandra yang mendengar bisikan Tama. Cowok itu menoleh kaget. Dia meletakan ponselnya di dasboard. "Ohh nggak apa-apa, San," jawabnya. Lalu kembali fokus pada jalan raya karena apa yang dirinya cari biasanya dijual di pinggir jalan.
Setengah jam berlalu, Sandra merasa mereka tak sampai juga. Padahal, jarak taman dan rumah tak sejauh ini mengingat taman tersebut searah dengan rumahnya. "Tam, kita di mana sih?" tanya Sandra penasaran. Gadis itu tampak menoleh ke sana kemari. Dahinya mengernyit saat arah yang Tama tuju berlawanan dengan rumahnya. "Kita mau ke mana?" Sandra tampak kebingungan.
"Ehmm kita mau pulang, kenapa?" tanya Tama pura-pura tak tahu. Sejujurnya, dirinya sedang mencari sesuatu, tapi sejak tadi tak juga ketemu.
"Ini salah arah, Tama!" ujar Sandra.
"Huhh apa? Masa sih?"
Sandra menggerutu. Dia melipat kedua tangannya di depan dada. Tampak sebal dengan kelakuan Tama. Kalau memang masih ingin jalan-jalan ya bicara saja! Tak perlu pura-pura tak tahu arah seperti ini. Ck, Sandra berdecak dengan sebal.
"San kamu marah?" suara Tama terdengar khawatir. Diriny tak bermaksud membuat Sandra marah. Namun, tak mungkin Tama katakan sekarang juga yang ingin dirinya lakukan. Bukan kejutan lagi namanya kalau sudah diberitahu sebelum kesampaian. Tama menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa mengatakan itu pada Sandra. Lagi pula, apa yang ingin dirinya beli ini tak juga kelihatan di sepanjang jalan.
Ck. Memangnya di mana toko yang biasa menjualnya? Tama kesal sekali, karena sejak tadi tak satu yang tertangkap oleh matanya. "Sandra maaf ya, sebenarnya.." Tama masih ragu untuk jujur pada Sandra. Namun, melihat wajah Sandra tertekuk masam seperti ini, membuat Tama tak tahan juga. "Se.. Sebenar.. Sebenarnya.." ck lama sekali.
"Kalau masih mau jalan ya bilang dong! Nggak usah pura-pura nyasar!"
Tama melongon mendengar ucapan Sandra. Jadi, pacarnya itu berpikir demikian? Baiklah, Tama akan memanfaatkannya. "Erggg maaf Sayang, aku takut kamu nggak mau kalau aku jujur," sahut Tama membenarkan apa yang Sandra tuduhkan. Padahal bukan itu maksudnya. Jika saja benda yang katanya bisa membuat pacar bahagia itu sudah dia temukan sejak tadi, maka mungkin saat ini Sandra sudah kembali ke rumahnya.
"Kamu nggak apa-apa kita muter dulu?" tanya Tama sedikit takut. Entah kenapa sejak mengungkapkan rasa pada Sandra, keberanian Tama hilang begitu saja. Tama juga menyadari sikap tak ingin kalahnya tak ia rasakan lagi.
Sandra menggelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa lah, kan jalannya sama kamu. Kecuali jalan sama Rino, ntar kamunya yang neror lewat pesan," jawaban Sandra bermaksud menyindir cowok yang sedang menyupirinya itu. Sandra senyum-senyum sendiri saat mengingat lagi kejadian sewaktu itu. Andai saat itu dirinya memiliki kepercayaan diri yang tinggi, mungkin ia sudah menyadari bahwa Tama sedang cemburu. Namun, alih-alih karena itu, Sandra pulang karena takut Tama marah tanpa alasan.
Tama berdecak sebal. Malam terlaknat yang membuat dirinya lepas kontrol. "Awas aja kalau sampai diulangi lagi!" ancamnya.
"Kenapa?" Sandra menantang ancaman Tama dengan santai. "Kalau Rino ngajakin jalan dan makan gratis aku pasti mau," sengaja cewek itu memanasi Tama. Dia ingin melihat reaksi cowoknya.
"Berarti aku boleh jalan sama Nada juga?"
Pertanyaan macam apa itu? Sandra memutar bola matanya dengan sebal. Maksud hati ingin mengerjai Tama, tapi dirinya sendiri yang merasakan cemburu hanya karena Tama menyebut nama cewek lain dengan lembut. Sial! Sandra tidak terima.
"Gimana San, boleh nggak?" sama seperti yang Sandra lakukan beberapa saat lalu, pun Tama ingin melakukan hal yang sama. Ingin melihat reaksi Sandra.
"Terserah!" dan Tama mendapatkannya. Diam-diam dia bersorak riang, merayakan perasaan Sandra yang hanya untuknya. Tama tak perlu khawatir soal tetangga Sandra yang suka cari perhatian itu. "Ngambek?" godanya.
"Siapa?" tanya Sandra. Mulutnya lagi-lagi merengut lucu.
"Kamu lah! Masa aku?"
"Berani jalan sama Nada, aku nebeng Rino tiap hari!"
Tama pikir dirinya sudah menang, tapi ternyata ia salah. Sandra masih memiliki senjata yang mampu membuat hatinya terbakar. Enaka saja Rino yang kebagian mengantar jemput Sandra! Mana mungkin Tama biarkan. Sandra sudah menjadi haknya sejak mereka bertunangan. "Nggak! Nggak bisa gitu, enak aja! Rino nggak ada hak antar jemput kamu," tegasnya.
Terlihat jelas bara api cemburu di mata Tama yang kelam. Sandra tertawa. "Satu sama!" ujarnya sambil bersedekap.
"Ohh ngerjain nih ceritanya?" Sandra menganggukan kepalanya pada Tama. "Tapi, aku serius, besok Nada ngajak jalan ke toko buku langganannya. Izin, ya?" perkataan Tama langsung membuat wajah Sandra memerah.
Dalam sekejab, tawa Sandra berganti kebisuan yang mengerikan. Sandra juga membelakangi Tama dan tak ingin berbicara dengannya lagi. Kini, rasa geli ingin tertawa itu berbalik pada Tama. Namun, dengan kuat ia menahannya.
Tanpa mengatakan apa-apa, Tama menghentikan mobilnya. Meninggalkan Sandra sendirian di sana. Sandra menganga saat melihat kelakuan tunangannya.
Tama yang sudah menemukan apa yang dirinya cari akhirnya kembali dalam beberapa menit. Cowok itu menatap Sandra yang masih saja membelakanginya. "Ini," rangkaian bunga mawar yang cantik cowok itu berikan pada Sandra.
"Aa..apa ini?" Sandra menerima bunga tersebut dengan penuh tanda tanya.
"Bunga untuk cewek yang paling spesial di hidupku," jawaban Tama berhasil membuat senyum Sandra kembali terbit. "Nggak boleh jalan sama cewek lain apa lagi Nada, ya?" dengan sengaja Tama kembali menanyakan pertanyaan yang beberapa saat lalu membuat Sandra cemberut. Namun, kali ini, Sandra mendelik pada Tama. "Nggak boleh!" tegasnya.
Larangan itu membuat Tama merasa diinginkan. Dia tak tahan untuk tidak mengacak rambut pacarnya, tunangannya, yang suatu hari nanti harus menjadi istrinya.
.
.
Bersambung.Ada yang bisa nebak gimana hubungan mereka nanti????
Yang udah pernah baca Wedding Fashion versi Innovel/dreame pasti tahu wkwkwk
Sayang kalian 💕
Awindsari, 27 Desember 2020.
.
.
Revisi, 8 Februari 2023.
Aku terkejooott setelah baca tanggal update wkwk 2020 akhir. Sudah cukup lama ya cerita ini. Jadi ingin cepat2 ditamatkan.Suppor aku ya teman2. Terima kasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
LULUH
Novela JuvenilSequel Wedding Fashion & Wedding Flowers. *** "Karena gue terlalu baik buat lo!" Galio Satama. "Karena lo nggak pantas buat gue!" Sandra Antranajaga. Mereka berdua adalah Tom & Jerry di SMA Persada. Satu kelas, satu bangku. Bayangkan betapa hebohn...