Pantesan kemaren gue panggil dia dengan sebutan 'mas' agak gimanaaa gitu mukanya. Kayak gak seneng gitu, jutek lah ke gue. Eh ... ternyata seumuran.
Ganteng sih ganteng, tapi mukanya tua.
Dia jutek karena gue panggil mas, kan?
Bukan karena denger su...
"Luke. Lo sama Asha kalo dua bulan di Pare kayaknya jadian," ucap Rohman.
Alih-alih menjawab Lukman malah menoyor kepala Rohman dari belakang. Saat ini mereka ada di atas sepeda motor Mr. Bana. Rohman berbaik hati mengantar Lukman ke terminal Kediri lalu dari terminal Lukman naik bus ke Pekalongan. Sejak tadi Lukman mendengarkan sahabatnya mengoceh hal tidak penting. Lukman tidak banyak menyahut karena pikiranya tidak bisa dialihkan dari kedua pahanya yang kebas. Menahan beban koper di atas motor dari Pare sampai ke terminal cukup menyiksa.
"Mr. Rui aja jadian di bulan kedua. Dulu sama-sama di Miraculous. Bulan ke dua pisah tempat kursus, tapi malah jadian."
Lo enggak tahu aja, Man, isi hatinya Asha penuh sama Ray, batin Lukman.
"Enggak usah malu-malu deh. Kalian ngapain berduaan di belakang? Terus pas balik si Asha pake kemeja lo, kan? Kalian tukeran baju?" tanya Rohman dengan suara yang lebih kencang sambil menoleh ke kiri. "Kayak anak SMA!" ledeknya.
Seandainya masih di lampu merah Lukman pasti menoyor kepala Rohman lagi.
"Asha nangis sampe sesegukan pasti karena enggak rela pisah sama lo, kan? Ngaku aja, Luke. Sama gue ini."
"Diem! Ngojek yang bener," bentak Lukman.
Kemarin Lukman berbicara dengan Asha untuk terakhir kali. Pare dan segala kisah di dalamnya harus berakhir untuk mereka. Sebelum meninggalkan Pare Asha ke kantor lembaga kursus untuk mengambil sertifikat. Setelah urusan administrasi selesai, Asha memilih duduk sendiri di atas kap mobil Tedi. Hari-hari terakhir di Pare Asha sering melamun. Dari tempatnya berdiri Lukman melihat Tedi yang sedang mengobrol dengan Mr. Owi. Asha tidak mau bergabung dengan mereka karena takut nangis lagi.
Asha pasti sudah lelah menangis di farewell party semalam dan saat berpisah dengan teman-teman di camp tiga. Bagi mereka yang pernah datang ke Pare. Teman satu camp sudah menjadi keluarga dekat. Tinggal di bawah atap yang sama, sama-sama berjuang supaya tidak keceplosan pakai Bahasa Indonesia, drama menggedor pintu ketika ingin buang air besar sedangkan di kamar mandi lagi dipakai. Bahkan Lukman pernah BAB di masjid karena tidak tahan menunggu temanya selesai mandi.
Asha belum meninggalkan Pare, tapi sepertinya dia sudah merindukan semua hal yang ada di sini.
Lukman memgampiri Asha dan bertanya, "Mikirin apa?"
Asha segera menghapus jejak air mata di pipinya lalu memakai kacamata hitam untuk menutupi matanya yang merah dan sembab.
"Masih belom puas nangis dari semalem?"
"Mendingan lo pergi deh kalo ngeledek."
"Mau gimana lagi, cuma itu yang gue bisa buat narik perhatian lo. Kenapa lo maafin gue, tapi gak mau temenan lagi?" Sejak semalam Lukman penasaran, tapi dia menahannya karena tidak mungkin memborbardir Asha dengan pertanyaan di saat gadis itu sedang sakit.
"Gue maafin lo karena inget bantuan lo setelah kita foto di bangunan tua dan lo pinjemin gue topi di An-Nur. Tapi gue enggak bisa temenan lagi sama lo karena gue cuma pengen inget yang baik tentang Pare."
"Jadi gue bagian yang jeleknya?"
"Kata-kata lo itu nyakitin gue banget kalo lo pengen tahu."
Itulah kalimat terakhir Asha untuknya. Lukman tidak bisa sempat minta maaf lagi karena Tedi meringsek di tengah Lukman dan Asha.
Pare memberikan pelajaran berharga untuk mereka berdua. Asha yang sekarang memiliki pemikiran yang lebih terbuka, mampu menahan diri dan mulutnya untuk tidak mengeluh. Dengan sifatnya yang ramah dan mau repot Asha berhasil memiliki banyak teman baru meskipun harus melepas Lukman dan Dimas.
Sedangkan Lukman dia belajar supaya jangan mudah menghakimi seseorang dan harus menggunakan logika saat menyelesaikan masalah. Karena terlalu melibatkan perasaan dia kehilangan seorang teman dan dua sahabat sekaligus. Setelah kejadian ngeteh bareng, keesokan harinya Sekar kembali ke Pekalongan. Begitu pun Dimas, dia langsung ke Jakarta. Dimas bilang dia akan mencoba mendekati Asha lagi di sana. Dan sampai hari ini tidak ada satu pun dari ketiganya yang menjalin komunikasi lebih dulu.
Bye Pare. Sepeda motor yang dikendarai Rohman semakin jauh meninggalkan Pare. Tanah magis yang tidak hanya memberikan materi Bahasa Inggris, tapi juga pelajaran hidup untuk menjadi orang yang lebih baik.
TAMAT
***
Tamat beneran. OMG seneng banget akhirnya punya cerita yang selesai.
Terima kasih buat kalian yang udah membaca cerita ini. Baik yang meninggalkan jejak atau enggak.
Masih banyak hal tentang Kampung Inggris yang belum ditulis terutama tentang persahabatan di camp, kisah cinta antar teman, tutor dengan siswa. Ada loh yang sampe bolak-balik ke satu lembaga karena naksir sama tutornya ^_^.
Dan ada juga yang beneran jodoh sampai nikah anatara mantan murid dan tutor. Terus beberapa teman yang setelah dari Pare mereka beneran nikah beberapa tahun kemudian.
Oh iya, satu lagi beberapa cerita horor di camp.
Kalo semua yang disebutin di atas ditulis semua mungkin baru tamat di bab 60. Akhirnya aku berhasil menuangkan kenangan di Pare ke dalam novel. Walaupun enggak semua cerita bisa dimasukin.
Last but but not least. Don't forget to vote and comment.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.