DUA PULUH

179 22 0
                                    

"Nih buat lo." Asha menaruh segelas jus jeruk di sebelah piring Lukman ketika mereka sarapan bersama.

"Tumben lo kasih gue jus."

"Traktiran gue."

"Cuma ini doang."  Nada meremehkan meluncur dari bibir Lukman.

"Emang lo pikir apa? Makan bersama? Nih sekarang kita makan bersama." Asha menunjuk piringnya. "Atau ... lo pengen banget ya candle light diner bareng gue?

"In your dream."

"In your dream, kaleee."

"Udah deh! Jangan mulai. Masih pagi. Kalian berdua hobi banget adu mulut. "Rohman yang baru tiba di meja mereka langsung mengibarkan tisu di atas meja sebagai pengganti bendera putih, meminta mereka berdua damai.

"Jodoh kali, Man." Akbar ikut menyambar. "Kadang kayak anjing and kucing, tapi kalo lagi kompak enggak ada yang ngalahin. Kemaren contohnya. Asha si pencetus ide, eksekusinya serahkan ke Lukman."

"Kemarin kebetulan," jawab Asha dan Lukman bersamaan.

"Tuh, kan, ngomong aja barengan. Apa namanya kalo bukan jodoh." Akbar tambah semangat menggoda mereka. Ini adalah saatnya balasa dendan ke Asha karena biasanya, kan, Akbar yang sering dicengin.

Gue ogah punya jodoh yang tipenya kayak Asha. Bukannya memberikan kenyamanan yang ada malah adu urat terus. Gue sukanya yang kalem bukan yang bawel kayak cewek di depan gue.

"Asha udah punya pacar," balas Lukman. Dia ingin menutup mulut Akbar dan Rohman supaya tidak menggodanya lagi.

"Kenapa gue dengernya lo kayak lagi ngadu ke emak." Rencana Lukman untuk membungkam mulut Akbar gagal. Dengan lihai Akbar men-smash kalimat Lukman.

Tawa Asha dan Akbar menggelegar sampai menarik perhatian beberapa orang di sekitar mereka. Untung saja Asha belum menyantap sarapannya jika sudah mungkin gadis itu akan menyemburkan makanannya ke wajah Lukman. Berbanding terbalik dengan tawa bahagia mereka bertiga, wajah dan telinga Lukman memerah karena malu.

Tiga lawan satu, jelas Lukman kalah telak.

"Dinda!" panggil Asha ketika Dinda melewati meja mereka. "Duduk di sini aja."

Kali ini gantian Akbar yang salah tingkah, dia segera menutup mulutnya dan mendadak bingung. Ingin berbicara seperti biasa takut membuat Dinda jengah, ingin diam dan menjadi cowok pendiam yang keren seperti di novel-novel masa kini bukan dirinya. Jujur ya Akbar bingung karena dia belum tahu cowok idaman Dinda tuh tim cool atau talkactive.

"Sini, Din." Asha menggiring Dinda, memaksa gadis itu supaya duduk di sebelahnya.

"Wih. Pagi-pagi udah makan sambel. Lo suka pedes juga? Sama dong kayak gue. Kapan-kapan kita masak seblak jeletot yuk," sambung Asha ketika melihat makanan di atas piring Dinda. Gadis itu membuka pembicaraan dengan Dinda setelah sebelumnya dia mengedipkan mata ke Akbar, memberikan kode supaya pria itu memasang telinganya lebar-lebar.

Asha mengorek informasi lain tentang Dinda dengan lihai seperti host di televisi. Dari satu jawaban Dinda, Asha bisa menyambungkannya ke pertanyaan lain. Siapa pun tidak akan menyangka jika Asha sedang menggali informasi demi Akbar. Gadis itu memulai dengan menu sarapan yang dipilih Dinda. Dari sana Akbar tahu makanan favorit Dinda, kemudian pembicaraan berganti ke hobi, film favorit sampai akhirnya terkuaklah tipe pria idaman Dinda.

Akbar berusaha mati-matian mengingat semuanya. Dia tidak ingin Dinda mencap dirinya tidak asik karena lebih sering memegang ponsel, padahal Akbar hanya ingin mencatat semuanya di benda canggih itu, seandainya bisa memutar waktu pasti Akbar sudah merekam pembicaraan mereka di ponselnya.

Trouble in Paredise [Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang