***
"Miss! Kamu kenapa, Miss?!"
Sinta, teman sekamar Asha berlari panik menghampiri Asha setelah keluar dari kamar mandi. Dia tidak lagi peduli dengan peraturan camp atau memang lupa karena panik melihat darah di punggung tangan Asha.
Asha tidak membalas kekhawatiran Sinta karena sibuk mengeluarkan tisu dari dalam tas dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya ditempelkan di hidung. Sinta melihat Asha yang kesulitan saat mengambil tisu buru-buru menarik tas Asha untuk membantu. Sinta tidak peduli jika dirinya dianggap cewek kasar karena tangannya menepis tangan Asha dengan kasar saat mengambil tisu.
Saat rebahan di atas kasur, pusing kembali hinggap di kepala Asha kemudian dia mencium bau amis darah di hidungnya. Asha segera bangkit dari posisinya dan duduk tegak bersandar di dinding dengan kepala dicondongkan ke depan. Benar saja perkiraannya, cairan merah meluncur dari hidungnya tanpa bisa ditahan.
Asha menerima tisu pemberian Sinta dan segera melipatnya menjadi bentuk segitiga dengan tangan kiri kemudian benda itu digunakan untuk menyumpal lubang hidungnya. Sinta mengikuti gerakan tangan Asha karena dirinya yakin Asha membutuhkan beberapa lembar tisu lagi setelah melihat tisu yang menggantung di lubang hidung Asha berwarna merah.
"Miss, rebahan aja biar darahnya enggak keluar," saran Sinta dan Asha menggeleng kepalanya sebagai jawaban.
Asha yakin Sinta belum pernah mimisan jika dilihat dari kepanikan dan saran yang dia berikan barusan. Mereka biasanya menyarankan untuk rebahan agar darah tidak keluar melalui hidung, tapi darah itu akan mengalir ke tenggorokkan. Bisa dibayangkan, kan, bagaimana rasanya menelan darah sendiri. Menjijikan. Mencium bau amis darah di hidungnya saja kadang bisa membuatnya muntah apalagi tertelan, pasti muntah dan napsu makannya hilang selama beberapa hari.
Asha menekan hidungnya selama beberapa menit dan bernapas melalui mulut, berharap darahnya segera berhenti jika tidak mungkin dia akan pingsan. Asha berdoa dalam hati agar hal itu tidak terjadi. Dia tidak ingin Sinta cemas sepanjang malam karena tubuhnya ambruk di hari pertama di Pare.
"Aku enggak apa-apa, Miss." Asha berharap jawabannya dapat meredakan kecemasan Sinta.
"Jangan bohong, Miss!"
"Beneran, kalo panas-panasan terus kecapean gue mimisan," Asha berkata lirih.
"Aku panggilin tutor di bawah aja, ya."
"Enggak usah. Bentar lagi juga berenti."
"Beneran?"
Asha mengangguk lagi. Gue lagi mimisan please jangan diajak ngomong dulu, batin Asha jengkel.
Sebenarnya mimisan pasti akan berhenti dengan sendirinya. Sebanyak-banyaknya darah yang keluar, jika tidak ada masalah dengan pembekuan darah pasti berhenti sendiri. Yang jadi masalah, kan, kalau darahnya dibiarkan menetes dan berceceran jadi kesannya jijik, jorok dan bikin orang panik seperti tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble in Paredise [Completed)
Teen FictionPantesan kemaren gue panggil dia dengan sebutan 'mas' agak gimanaaa gitu mukanya. Kayak gak seneng gitu, jutek lah ke gue. Eh ... ternyata seumuran. Ganteng sih ganteng, tapi mukanya tua. Dia jutek karena gue panggil mas, kan? Bukan karena denger su...