***
Setelah tinggal satu minggu di Pare, Sekar mulai terbiasa naik sepeda ke mana-mana dan hapal jalan. Seperti saat ini dia tidak ingat nama jalannya, tapi tahu jalan yang sedang dilewatinya menuju ke ATM. Tinggal belok kanan dan mengayuh sebentar.
Sekar memarkirkan sepeda kemudian mengantri. Di depannya masih ada tiga orang yang ingin mengambil uang tunai. Untuk membunuh waktu Sekar mengalihkan pandangannya ke berbagai tempat makan di sepanjang jalan dekat ATM. Memilih menu makan malamnya hari ini.
"Sekar."
Sekar menoleh ke arah si pemilik suara. Dimas, untuk apa dia memanggilnya? Seharusnya dia cuek saja dan segera pergi setelah urusannya di ATM selesai. Sekar tidak ingin bertemu dengan Dimas lagi, menyesal telah datang ke Pare dan sempat-sempatnya berharap dia berharap bisa kembali menjalin kasih dengan Dimas.
Harapan Sekar yang melambung tinggi dibanting begitu keras oleh kenyataan bahwa Dimas ke Pare untuk menemui selingkuhannya. Dan Lukman, sahabatnya yang dianggap akan memberikan bantuan paling besar dalam melancarkan rencananya malah berkhianat karena berteman dengan Asha.
"Makan bareng yuk, Kar."
Sekar masih diam. Alih-alih menjawab Sekar masuk ke dalam bilik ATM setelah antrian di depannya kosong. Sekar berharap sikap diamnya bisa mengusir Dimas ternyata mantannya itu masih menunggunya.
"Gimana?" Dimas kembali bertanya.
"Mendingan kamu makan sama selingkuhan kamu."
***
Selasa pagi Asha kembali beraktifitas di Pare. Kemarin dia sampai pukul dua siang tanpa diantar Tedi karena setelah dari salon Asha langsung ke Pare dengan taksi. Asha masih sempat mengikuti kelas vocab dan pronunciation. Selama dua hari Rohman terus menghubunginya, dia merasa bersalah karena memaksa Asha main ke rumahnya padahal dia sedang sakit dan berulang kali juga Asha mengatakan jika maag-nya kambuh karena salahnya sendiri yang tidak bisa menahan napsu makannya ketika melihat sambal dan bakso.
"Beneran udah sembuh, Sha? Rohman kembali bertanya sambil memasukkan buku ke dalam tasnya.
"Iya, Man. Kalo enggak gue enggak ada di sini. Udah ya. Gak usah tanya itu lagi. Bosen gue."
"Ya, kan, gue khawatir."
"Ya, kan, gue udah sehat sekarang."
"Oke, perlu gue kawal sampe ke camp?"
"Enggak usah! Cepetan pergi! Jangan sampe gue bete sama lo."
"Oke-oke, peace baby girl. Gue duluan, Sha." Rohman berteriak sambil sambil mendorong sepedanya keluar.
Asha menyusul Rohman mendorong sepedanya. Anak-anak camp dua sering mengadakan kelas di Tansu ketika bosan dengan suasana camp dua yang begitu-begitu saja. Banyak pilihan tempat makan yang bisa dijadikan kelas, tapi tempat favorit mereka tetap saja Tansu karena murah dan paling hits di Pare. Asha juga tidak pernah mengomel lagi jika teman-temannya menyarankan kelas di luar. Lebih baik dia kepanasan sebentar daripada bosan di kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble in Paredise [Completed)
Teen FictionPantesan kemaren gue panggil dia dengan sebutan 'mas' agak gimanaaa gitu mukanya. Kayak gak seneng gitu, jutek lah ke gue. Eh ... ternyata seumuran. Ganteng sih ganteng, tapi mukanya tua. Dia jutek karena gue panggil mas, kan? Bukan karena denger su...