***
Biasanya Lukman kembali ke camp empat setelah makan siang dan shalat, tapi kali ini berbeda. Saat ini dia duduk sendiri di warung nasi padang. Pesanannya telah diantar lima belas menit yang lalu dan belum tersentuh sama sekali. Pikiran Lukman melayang ke obrolannya bersama Dimas semalam, sedangkan di telinganya mengalun sebuah lagu dari headset yang tersambung ke ponselnya.
"Dim, kalian berdua ke Pare kenapa jalannya pisah-pisah?" Lukman tidak bisa memendam pertanyaan ini lebih lama lagi. Setelah acara kenalan selesai Lukman segera mengajak Dimas untuk ngobrol di teras camp empat.
Cukup lama Dimas terdiam, dia bingung dengan pertanyaan Lukman. "Berdua? Sama siapa?"
"Siapa lagi kalo bukan Sekar."
"Sekar ada di Pare?!" Bukannya menjawab Dimas malah balik tanya.
"Kenapa dari tadi kayak bingung gitu?" Lukman semakin heran dengan reaksi Dimas. Kebingungan tercetak jelas di wajah teman SMA-nya.
"Aku emang beneran bingung, Man. Aku enggak tahu Sekar ke Pare dan aku juga enggak bilang kalo mau ke sini."
"Serius?"
"Iya. Serius," jawab Dimas menyakinkan.
"Aku heran sama kalian. Kalian lagi berantem?"
"Loh! Koe enggak tahu. Sekar enggak cerita?" Dimas heran karena Lukman tidak tahu tentang hubungannya dengan Sekar. Biasanya Sekar selalu menceritakan apapun pada sahabatnya ini. Lukman.
"Cerita apa?" Lukman heran dengan pertanyaan Dimas. Apa yang disembunyikan Sekar darinya selama ini? Tumben sekali Sekar main rahasia-rahasiaan dengannya.
"Aku udah putus sama Sekar. Karena itu enggak bilang kalo mau ke sini."
Lukman tidak tahu respon seperti apa yang harus diberikan ke Dimas sekarang atau ke Sekar nanti ketika bertemu. Satu sisi dia merasa senang, tapi di sisi lain dia kesal ke Dimas karena telah membuat sahabatnya sedih. Lukman dengan jelas tahu sebesar apa perasaan Sekar untuk Dimas.
"Eh!" Lukman terperanjat ketika headset di telinga kirinya dicabut. Seketika kepalanya menoleh ke sebelah kiri, Lukman menemukan Asha agak menunduk di sebelahnya. Rupaya gadis itu ingin ikut mendengarkan musik yang mengalun dari ponsel Lukman.
"Izin dulu bisa, kan. Jangan maen cabut aja!" tegur Lukman.
Bukannya marah Asha malah terus mendengarkan lagu. Dia ingin mendengar lebih jauh lagu yang sedang didengar Lukman. Setelah bisa menebak inti lagu tersebut Asha mencopot headset dari telinganya lalu diserahkan kembali ke Lukman.
Tanpa pikir panjang Asha duduk di kursi seberang Lukman. Dia duduk begitu saja tanpa minta ijin lebih dulu padahal Lukman ingin menyendiri. Karena alasan ini juga dia makan di warung nasi padang bukan di tempat makan yang biasa dijadikan tempat nongkrong anak Miraculous.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble in Paredise [Completed)
Teen FictionPantesan kemaren gue panggil dia dengan sebutan 'mas' agak gimanaaa gitu mukanya. Kayak gak seneng gitu, jutek lah ke gue. Eh ... ternyata seumuran. Ganteng sih ganteng, tapi mukanya tua. Dia jutek karena gue panggil mas, kan? Bukan karena denger su...