***
"Man, tadi pagi aku lihat Dimas makan bubur sama selingkuhannya. Mereka ke sini bareng?"
Lukman diam, bingung harus merespon seperti apa. Sampai saat ini Lukman belum memberitahukan jika dia satu camp dengan Dimas dan mengenal Asha. Lukman ingin Sekar segera melupakan Dimas karena saat ini hati Dimas dipenuhi nama Asha. Jadi untuk apa dipaksakan? Lebih baik segera menata hati untuk menerima cinta yang baru, kan?
Lukman berharap Sekar segera menyadari perasaanya yang telah dia simpan bertahun-tahun. Kar, gue ngajak lo keluar supaya bisa lupain Dimas, tapi yang lo omongin dari dia terus. Jika tahu akan seperti ini Lukman tidak akan mengajak Sekar keluar. Untung saja di meja mereka ada Mr. Rui dan teman-temannya sehingga Sekar tidak leluasa curhat tentang Dimas.
Apapun yang dikatakan Rui tidak ada yang masuk ke kepala Lukman padahal seniornya itu sedang minta saran tentang materi untuk stand up comedy. Setelah bertanya kepada para senior yang mengambil stage two, ujian speaking untuk stage two biasanya adalah stand up comedy in English. Mencari materi dalam bahasa Indonesia saja sulit, apalagi bahasa Inggris.
Lukman kenapa? Tadi dia yang ajak makan, sekarang malah diem terus aku cerita sama siapa?, keluh Sekar dalam hati.
"Mr. Rui!" Asha menepuk pundak pria gempal itu dengan semangat. Tulang ayam di tangan Rui lepas dan jatuh ke piring. Asha tergelak saat ulahnya berhasil membuat tubuh Rui telonjak.
"Untung gue lagi isep-isep tulang, Sha. Bukan lagi ngunyah."
"Sorry, Mr, sengaja."
"Karena lo cantik jadi gue maafin."
Tubuh Lukman seperti disengat listrik, kaget ketika telinganya mendengar suara Asha. Dan sekarang hidup Lukman serasa di ujung tanduk. Seharusnya dia tidak mengajak Sekar makan di sini karena krengsengan dan sate kambing adalah makanan favorit Asha di Pare. Sebentar lagi Sekar pasti bertanya tentang Asha. Semoga saja Asha pindah meja dan tidak melihat dirinya yang duduk di samping Rui. Lukman semakin menunduk, berusaha menyembunyikan kepalanya di balik bahu Rui yang gempal.
"Duduk di sini aja, Sha. Tuh di situ." Rui menunjuk bangku kosong di depannya.
Tanpa sadar Lukman menahan napas sejak tadi. Hatinya dag dig dug tak karuan. Dia berharap Asha menolak tawaran Rui. Masih banyak meja kosong di sini, untuk malam ini Lukman tidak ingin satu meja dengan Asha. Di kepalanya terlintas kejadian buruk yang akan menimpanya jika Asha duduk di sana.
"Hei, Luke. Makan krengsengan enggak ngajak-ngajak untung ada yang mau temenin gue." Wajah Lukman pias. Nasibnya bukan lagi di ujung tanduk, tapi tamat. Telur itu jatuh dan pecah menghantam tanah.
Semoga bukan Dimas, harap Lukman dalam hati.
"Kamu pasti temennya Lukman yang kemaren di jemput di terminal." Asha menatap takjub gadis cantik di sebelah Lukman. Jarang Asha memuji seorang wanita dengan sebutan cantik, tapi gadis di depan Lukman ini lebih dari sekedar cantik. Kulit putihnya, wajah yang polos tanpa sapuan make up semakin menonjolkan kecantikan alami teman Lukman. Dia sepertinya pendiam, Asha mencoba menilai kepribadian gadis cantik di seberangnya. Tapi sifat pendiam seorang gadis biasanya membuat siapa pun gemas, penasaran sehingga timbul mengenal lebih jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble in Paredise [Completed)
Teen FictionPantesan kemaren gue panggil dia dengan sebutan 'mas' agak gimanaaa gitu mukanya. Kayak gak seneng gitu, jutek lah ke gue. Eh ... ternyata seumuran. Ganteng sih ganteng, tapi mukanya tua. Dia jutek karena gue panggil mas, kan? Bukan karena denger su...