TIGA PULUH SATU

154 23 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Kenapa dia begitu ke gue?"

Asha bingung dengan Sekar, tadi Sekar langsung membuang muka saat melihat wajah Asha. Seingat Asha dia tidak melakukan kesalahan apapun. Bertemu saja baru sekali, dan ketika bertemu di penjual krengsengan mereka berdua baik-baik saja, tidak bermusuhan. Uluran tangannya memang tidak dibalas, tapi karena waktu itu tangannya Sekar kotor. Itu artinya baik-baik saja, kan?

"Miss, are you ok?" Dimas bertanya ketika melihat Asha bengong sambil mengaduk-aduk es kelapa mudanya.

Asha berdecak mendengar Dimas memanggilnya Miss. Saat ini mereka sedang minum es kelapa muda. Setelah makan siang, Asha minta ditemani oleh Dimas untuk mencari lima narasumber. Seluruh siswa yang mengambil program satu bulan dan di kelas speaking diajar oleh Mr. Abdul mendapat tugas untuk mewawancara seseorang yang tidak di kenal atau berasal dari lembaga kursus lain.

Semalam Asha, Puri dan Shinta sepakat untuk mengerjakan tugas bersama setelah makan malam, kemudian berakhir dengan mereka yang berebut narasumber dari satu tempat makan yang sama. Untuk mengindari hal itu Asha minta ditemani Dimas, mencari narasumber di tempat yang tidak biasa dijadikan tempat nongkrong teman-temannya.

"Perlu berapa orang lagi?" tanya Dimas.

"Udah semua. Semalem dapet dua orang yang di-interview."

"Abis ini kita ke mana?"

"Balik ke camp. Mau tidur. Lagian juga lo, kan, ada kelas jam satu."

"Gue bisa bolos demi lo."

Asha kembali berdecak saat telinganya mendengar gombalan Dimas. Memang ya, Dimas tuh suka sekali memuji Asha. Setiap ada celah selalu begitu. Asha tentu saja senang karena Dimas selalu berhasil mengubah suasana hatinya yang semula sedih atau kesal.

Asik, sih, kalau bolos apalagi ada Dimas, tapi bolos di Pare mau ke mana? Bioskop dan mal jauh, harus sewa motor dulu. Siang bolong seperti ini ngebolang sama saja bunuh diri karena Asha bisa mimisan lagi. Seandainya saja tidak ada tugas ini, Asha sudah terlelap sejak setengah jam yang lalu.

"I would love too but it's a dog day. Gue pengen tidur." Di bawah kipas angin, tambah Asha dalam hati.

Dimas mencari tahu di Google arti dog day kemudian dia berkata, "Dog day itu Juli sampai September. Februari masih musim hujan di Indonesia."

"Kayaknya enggak ngaruh di Pare. Panas ya panas aja."

Benar juga. Dimas menyetujui ucapan Asha. Pagi hari di Pare terasa dingin, tapi siang hari panasnya pool. Jadi yang di maksud Asha tidak suka panas itu cuaca bukan mangkuk atau makanan panas. Dimas menarik sudut bibirnya ketika menyadari kebodohannya kemarin. Asha pasti ngakak dalam hati, untung saja Asha ngomongnya dalam hati sehingga Dimas tidak malu.

Trouble in Paredise [Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang