SEBELAS

258 61 221
                                    

Asha dan Lukman terlambat sepuluh menit tiba di kelas pronunciation. Keduanya mampir di masjid lebih dulu untuk shalat Zhuhur, untung saja Mr. Bana tidak memberikan hukuman ke siswa yang terlambat. Menurutnya wajar jika ada siswa yang terlambat selama beberapa menit bahkan dua hari yang lalu Deni terlambat setengah jam karena tertidur dan tidak ada yang membangunkan.

"Kalian kenapa telat? Lu juga, Luke, tadi gak balik ke camp."

"Entar aja gue ceritain."

Tanpa berpikir lebih lama Lukman segera mendaratkan pantatnya di sebelah Rohman sedangkan Asha masih berdiri, mencari posisi ternyaman. Biasanya dia duduk di belakang dan menguasai kipas angin di kelas itu, tapi karena datang terlambat kipas itu berpindah tempat.

Secara tidak sengaja Lukman mendengar pembicaraan Asha dan wanita bernama Alma di gazebo. Setelah Asha meninggalkannya sendiri Lukman segera mematikan music player di ponselnya. Apa yang Asha katakan benar, kualitas kupingnya bisa menurun bahkan rusak jika terlalu lama dan sering mendengar musik dengan volume suara yang kencang.

Saat itulah Lukman mengetahui masalah yang dihadapi Asha dan tentang kondisi tubuhnya. Pantas saja ketika di teras masjid dia selalu mengipasi tubuhnya, dan Tedi yang tidak pernah mengeluh ketika Asha meminta dia untuk terus mengipasi tubuhnya dengan koran. Tedi pasti tahu tentang ini.

Karena merasa tidak pantas untuk mencuri dengar masalah keluarga Asha akhirnya Lukman meninggalkan gazebo, tapi setelah bersepeda beberapa meter dia malah  kembali lagi ke Tansu. Lukman khawatir dengan Asha, bagaimana jika gadis itu tiba-tiba mimisan dan roboh di tengah jalan?

Selama sepuluh menit Lukman menunggu Asha di sisi lain Tansu. Duduk di atas sepeda di bawah terik matahari. Siang itu Pare rasa oven. Panas.

"Luke, tukeran tempat dong. Di situ kayaknya lebih adem. Tuh rambut lu aja gerak-gerak gitu kena angin."

"Lebay lo, Sha." Rohman tak tahan untuk nyeletuk.

"Bukan Asha namanya kalo gak lebay," sahut Lukman. Kemudian Lukman berdiri untuk bertukar tempat dengan Asha.

"Bodo amat lebay yang penting kena kipas. Adem."

Mengingat kondisi Asha dan tidak ingin menunda kelas pronunciation lebih lama dengan perdebatan tidak penting akhirnya Lukman mengalah. Dari posisi barunya Lukman lebih leluasa memperhatikan Asha tanpa takut ketahuan. Setelah duduk di sebelah Rohman Asha mencepol rambut panjangnya tinggi-tinggi, memberikan akses lebih banyak supaya kipas angin segera menurunkan suhu tubuhnya.

"Awas aja kalo lo sampe hujan lokal, Man," ancam Asha. Ini adalah suara terakhir Asha yang Lukman dengar di kelas pronunciation. Siang itu Asha terlalu patuh belajar, hanya mengeluarkan suara saat melafalkan phonetic simbol dan tongue twister. Tidak bercanda atau mencuri kesempatan mengobrol seperti biasanya.

Dan puncak keanehan Asha adalah saat kelas vocabulary. Di kelas itu Asha terlalu banyak bicara sampai membuat kelompoknya geram dan was-was sekaligus. Saat kelompoknya berhasil mengangkat tangan paling cepat Asha justru merusak kesempatan untuk menambah poin. Gadis itu tidak fokus, pengucapan kata dalam Bahasa Inggrisnya kacau, tidak ada yang tepat.

Sekali Lukman memberi kode dengan menepak tangan Asha pelan supaya diam, tapi gadis itu salah mengartikan. Saat tangannya ditepak, karena kaget Asha malah reflek mengucapkan kata lain yang tidak diminta Miss Nurul, mungkin dia latah saking kagetnya.

Hukuman bagi tim yang kalah di kelas vocab hari ini tidak main-main. Wajah tim yang kalah akan dicoret dengan lipstik merah dan tidak boleh dihapus sampai tiba di camp tempat mereka tidur. Dan sebagai bukti jika mereka telah melakukan hukuman dengan benar mereka harus setor foto ke Miss Nurul saat tiba di depan camp dengan wajah penuh lipstik.

Trouble in Paredise [Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang