DUA PULUH SATU

171 19 5
                                    

"Mbak, tadi aku ketemu adiknya Mas Dimas di mini market. Katanya Mas Dimas mau ke Kampung Inggris."

Gerakan tangan Sekar yang sedang mengiris bawang putih terhenti ketika mendengar kabar tak terduga dari adiknya. Kemudian Sekar segera melanjutkan kegiatannya lagi karena tidak ingin tertangkap basah oleh adiknya jika dia masih memikirkan Dimas.

"Mbak juga mau ke sana, kan?

Sekar menulikan telinganya, dia tidak ingin memikirkan Dimas sekarang dan mengulangi kejadian tiga hari yang lalu. Gadis itu tidak sengaja mengiris jarinya sendiri, dua hari sebelumnya dia hampir menghanguskan rumahnya karena lupa mematikan kompor ketika memasak sayur bayam dan semua itu karena satu nama. Dimas. Beruntung ketika kejadian itu hanya ada Sekar dan adiknya jika tidak bisa dibayangkan semurka apa ayahnya.

Mengetahui sang kakak sedang patah hati sampai bisa menimbulkan kecelakaan, Sulis, adik Sekar akan merahasiakan hal ini dari ayah mereka dengan satu syarat yaitu Sekar harus fokus ketika memasak atau mengerjakan hal lain.

Setelah selesai memasak untuk makan malam, Sekar kembali ke kamarnya. Sekar memikirkan kembali keputusannya untuk menyusul Lukman ke Pare. Untung saja dia belum memberitahukan hal ini ke Lukman. Jika tidak pria itu pasti bertanya alasannya.

Tujuan Sekar menyusul Lukman ke Pare karena ingin mengganti suasana, selama masa liburan Sekar jarang pergi melancong karena pada saat itu biasanya Dimas kembali ke Pekalongan jadi dia tidak memiliki alasan untuk berlibur dan lebih memilih menghabiskan liburan bersama Dimas. Kadang-kadang Lukman ikut bergabung.

Liburan kali berbeda. Lukman tidak kembali dan memilih ke Pare. Meskipun ada Dimas, tapi situasinya berbeda. Dimas tidak datang berkunjung ke rumah Sekar begitu pula sebaliknya. Sekar hanya pernah satu kali berpapasan dengan Dimas secara tidak sengaja di pasar. Saat itu Dimas mengantar ibunya berbelanja. Pria itu masih bersikap baik padanya. Ketika bertemu mereka bertukar kabar seadanya kemudian berpisah.

Apa ini jalan supaya aku bisa balikan sama Dimas?

***

"Bagus."

"Bagus."

"Hmm." Asha menepuk-nepuk dagunya dengan jari telunjuk. "Lumayan." Lalu dia kembali menekan tombol panah ke kanan pada laptopnya.

Foto-foto yang diabadikan oleh Lukman memang bagus. Terlihat sekali perbedaan antara pemilik hobi fotografi dan selfie, tapi jika ingin dibuat video kolase masih kurang. Kebanyakan foto yang diambil oleh Lukman adalah foto candid. Pantas saja selama ini Lukman selalu memilih duduk di belakang dan mengendarai sepeda juga di belakang, ternyata dia melakukan semua itu bukan tanpa alasan.

Meskipun foto yang diambilnya bagus, tapi ada satu kekurangan yaitu jarang sekali ada wajah Lukman terpampang nyata di sana. Jangankan wajah, punggungnya saja tidak ada. Yaaa mau bagaimana lagi, begini lah resiko seorang juru foto. Karena merasa kekurangan bahan foto untuk membuat video kolase, Asha menyambungkan ponselnya ke laptop kemudian memindahkan beberapa foto. Setelah memindahkan semua foto Asha memandangi fotonya satu per satu.

"Ini bagus. Bagus juga. Yang ini malah bagus banget. Bagus semua foto-foto gue. Haduh!" Asha mengaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kalo gini gue jadi bingung sediri."

Asha mengagumi kemampuannya dalam ber-selfie atau wefie. Gadis itu jadi sombong, merasa kemampuannya dalam memotret sebanding dengan Lukman bahkan melebihinya jika menggunakan kamera depan ponsel. Setelah men-scroll sampai bawah Asha menemukan sebuah foto langka. Di gambar itu dia berhasil mengambil foto candid Lukman dari belakang.

Mouse di tangan Asha bergerak lalu mengklik info untuk melihat tanggal pengabilan foto. Asha tidak dapat menahan senyumnya ketika melihat deretan angka di itu. Foto ini diambil saat dirinya dan Lukman masih seperti anjing dan kucing. Tidak disangka hal itu malah diabadikan dalam sebuah foto dan bisa dimasukkan ke dalam video kolase.

Trouble in Paredise [Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang