Andhra menatap pantulan tubuhnya pada cermin kamar mandi, ia memandangi setiap lekuk wajahnya, matanya yang sayu, lingkarang hitam di bawah matanya sebab kurangnya waktu tidur akibat bergelung dengan rasa sakit yang menghujam tiada henti, serta memar di pelipis kanannya akibat pukulan yang terjadi kemarin sore. Ia kemudian membasuhkan wajahnya, walaupun itu tidak akan mengubah rona di wajahnya.
Setelah itu ia kembali ke kamarnya, memakai seragam yang sudah ia siapkan. Lalu mengambil tasnya dan beranjak menuju dapur.
Di sana ia mengambil semangkuk sereal. Andhra memakan sarapannya dengan malas, tubuhnya sedang tidak fit, tetapi ia tetap memaksakan diri sebab enggan untuk berlama-lama dengan sang kakak. Dirinya pun bersyukur bahwa sang ayah tidak berada di rumah -banyaknya pasien yang harus di tangani- ia tidak perlu membuat alasan-alasan apabila sang ayah mengintrogasi penyebab memar di wajahnya.
Terdengar langkah kaki seseorang tengah menuruni tangga, tak lama kemudian muncullah Rafa dengan tas di tangan kanannya. Nafsu makan Andhra hilang seketika, ia menghentikan kegiatannya, menaruh mangkuknya yang masih tersisa banyam ke dalam wastafel. Lantas mengambil tas dan berjalan begitu saja, perasaan kecewa dan amarah masih menghinggap di hatinya.
Rafa menatap kepergian Adiknya penuh penyesalan, ingin rasanya ia meminta maaf, tetapi sikap adiknya yang enggan berinteraksi dengan membuat dirinya mengurungkan niatnya untuk meminta maaf. Antensinya teralihkan dengan semangkuk sarapan adiknya yang tersisa banyak.
Andhra berdiri di depan rumahnya tengah menunggu transportasi online yang sedang ia pesan sembari memainkan hp-nya. Tak lama kemudian, sebuah motor mendekatinya lantas ia pun menghentikan kegiatannya dan menaiki motor tersebut pada jok penumpang.
Di tengah perjalanan motor yang ia tumpangi tiba-tiba berhenti, "Kenapa Pak motornya?"
"Bannya ketusuk paku Mas. Saya mau bawa ke bengkel dulu, mau di tambal dulu bannya, Masnya gak apa-apa? Apa mau saya bantu cari driver lain aja? Biar Masnya gak telat ke sekolahnya."
"Kira-kira berapa lama tambal bannya, Pak?"
"Sekitar lima belas sampai dua puluh menit-an."
Andhra menimbang-nimbang sejenak perkataan sang pengemudi, "Saya cari driver sendiri aja Pak, bapak fokus cari bengkel aja. Oh iya, ini ongkosnya Pak." Andhra mengambil selembar uang bewarna hijau dari saku celana sekolah kepada pengemudi tersebut.
"Gak usah. Belum juga setengah jalan, gak perlu, saya gak masalah." Tolak sang pengemudi seraya mengembalikan uang yang diberikan oleh Andhra.
"Gak apa-apa Pak. Ini anggap aja saya bantu bapak buat servis motornya. Tolong diterima ya Pak." Ujar Andhra yang berusaha memberikan kepada pengemudi tersebut.
Ragu-ragu sang pengemudi pun akhirnya mengambil uang tersebut dengan terpaksa, "Makasih Mas. Seharusnya Mas gak perlu ngasih."
"Iya sama-sama Pak. Saya permisi dulu." Andhra pun bergegas pergi mencari transportasi umum yang sesuai dengan lokasi sekolahnya. Setelahnya ia pun menduduki salah satu kuris yang masih tersisa.
🕳🕳🕳🕳
Andhra memandang sekitar dengan gelisah, tidak jarang ia mengecek jam tangannya. Pukul 07.24 AM. tertera di jam tanganya, tetapi ia masih belum juga sampai di sekolahnya. Andhra mendesah kesal karena ia salah arah jalan dan lupa jika dirinya tinggal di kota besar di mana kemacetan lalu lintas sering terjadi terlebih pada pagi hari di mana para pekerja dan pelajar sibuk dengan tujuan mereka masing-masing.
Terpaksa Andhra pun keluar dari kendaraan tersebut kemudian berlari menembus kemacetan yang tak kunjung selesai. Butuh waktu sepuluh menit untuk sampai di depan gerbang sekolahnya. Sesampainya di sana ia mendesah kecewa mendatapi gerbang sekolahnya sudah ditutup. Namun, ia tidak sendiri, terdapat empat murid yang senasib seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Him
Fiksi Remaja[Slow Update] Kisah seorang pria yang hidup penuh dengan kesakitan, teka-teki, dan rahasia besar yang ia tidak ketahui. "Setiap manusia pasti memiliki kisahnya masing-masing, bukan?"