Bagian 6

1.6K 103 4
                                    

Andhra mengernyit dalam tidurnya karena cahaya matahari yang menembus jendela kamarnya. Lantas Ia bangun dari tidurnya. Andhra melepaskan nasal canulla dihidungnya yang Ia pakai semalaman. Hari Sabtu merupakan hari menyenangkan setelah hari Minggu. Andhra menyibakkan selimutnya dan menekan kaki kanannya untuk memastikan bahwa kakinya sudah baik-baik saja. Setelah itu, Ia melinggalkan kamarnya dan menuju dapur. 

Sesampainya disana, Ia melihat sang Ayah sedang melakukan rutinitasnya dipagi hari, tidak salah lagi membuat sarapan untuk keluarganya.

"Masak apa Yah?" Tanya Andhra yang sudah berada di meja bar.

Edzar menghentikan kegiatannya dan menoleh kearah tempat dimana anak bungsu duduk, "Loh kamu udah baikan? Kakimu gimana, masih sakit gak? Udah gak sesek lagi?" Lantas Edzar pun kembali melakukan kegiatan yang sempat terhenti.

"Masih sedikit nyeri. Aku udah make nasal semalaman Yah, gak bakalan sesek lagi."

"Yah, makanan buatku dikasih garam dong." Anhra berujar,  yang tidak dihiraukan oleh sang Ayah.

Selesai memasak, Edzar menaruh masakannya kedalam piring, lalu menaruhnya dimeja bar. Segera saja Andhra mengambil piring disisi kanan, lamtas memakannya.

Rafa memghampiri mereka dengan muka bantal, "Pagi. wush kayaknya enak nih sarapannya." Ucapnya dengan suara serak. 

"Itu cuci muka dulu, banyak bekasnya juga. Jorok banget kamu." Edzar menepis tangan Rafa yang akan mengambil sarapannya. Rafa pun beranjak dari duduknya, lantas menuju wastafel.

"Cuci mukanya di kamar mandi dong Bang, jangan di wastafel." Ucap Edzar.

"Sama aja Yah, mau di wastafel atau dikamar mandi yang penting intinya cuci muka." Rafa menyahutin ucapan sang Ayah. Setelahnya, Ia mendekati sang Adik yang sedang menikmati sarapannya, "Enak banget Dek? Lahap banget makannya. " Ucap Rafa. Andhra pun menjawab dengan anggukan kepala sembari memakan sarapannya.

Rafa segera mengambil piringnya yang berada didepan Andhra, "Lu bohongin gua ya Dra, sarapannya hambar gini, kurang garem. Dan tumben banget Ayah masak bumbunya kurang pas. " 

"Enggak ah, sarapan Ayah enak. Pas bumbunya. coba Ayah cicipin." Edzar menyanggah ucapan anak sulungnya dan mengambil satu sendok sarapan Rafa.

sedangkan Andhra, Ia tidak berkata apapun, hanya mendengarkan saja.

"Ini kamu salah ambil piring. Ini harusnya buat Andhra." Edzar menatap Andhra dengan selidik. Lain halnya Andhra, Ia memasang senyuman manisnya kepada sang Ayah dan Abangnya, "Sorry nih Bang, sarapan punya lu udah abis. Gak bisa dituker." Ucapnya sambil menunjukkan piringnya yang sudah tidak bersisa.

"Kamu kan tau, kamu gak boleh makan yang banyak mengandung garam Dek. Itu Ayah sengaja loh sarapannya buat kamu. Kok malah ambil punya Abang."

"Gak enak Yah, makanannya hambar. Aku gak suka. Lagian juga percuma, sakitku gak bakalan sembuh walau aku memakan makanan sehat kan?" Ujar Anhdra yang menohok hati sang Ayah. Andhra bangkit dari duduknya dan membawa piring kotonya kedalam wastafel. Lantas kembali lagi ke meja bar.

"Andhra! Ayah gak suka ya kamu ngomong kayak gitu." Edzar menilik anak bungsunya yang berada didepannya itu dengan tajam.

"Tapi emang benerkan, aku gak bisa sembuh. Mau dikasih apapun juga gak ngaruh." Andhra berucap dengan santai.

"Heh! Lu tuh kalau ngomong bisa gak sih disaring dulu?! Nyablak banget. Rasa-rasanya pengen gua sumpel itu mulut pake paprika." Rafa berujar gemas mendengar ucapan sang Adik.

Sedangkan Edzar, Ia hanya memperhatikan kedua anaknya yang berdebat, "Ayah kok heran ya sama kalian, kerjaannya berantem terus. Gak ada akur-akurnya." Ucapnya sambil memakan sarapan.

About HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang