Bagian 19

1.2K 92 9
                                    

Terhitung lima hari berlalu tetapi Andhra tetap dalam pejamannya. Selama itu pun Rafa senantiasa menemani sang adik, menceritakan kegiatannya meskipun hanya ditanggapi oleh suara elokrokardiogram. Hal itu bertujuan agar dapat merangsang otak sang adik untuk segera sadar dan membuka matanya.

"Dek, kapan bangun sih? Udah lama nih gua nunggu lu bangun." Dibawanya jemari tangan Andhra yang terpasang oxymeter ke pipinya lalu mengusapnya pelan.

Rafa melirik ke arah monitor yang menampilkan grafik organ vital adiknya, tidak ada yang menurutnya aneh dan hal itu membuat dirinya bernapas lega menandakan bahwa adiknya baik-baik saja.

"Dek, bangun yuk." Ucapnya lagi tepat di telinga sang Adik. Lalu mengusap surai adiknya itu, "Bangun Dek. Gua kangen." Ia merebahkan kepalanya disamping bahu Andhra.

Ting Ting Ting Ting

Rafa terkesiap menegakkan tubuhnya secara tiba-tiba tatkala mendengar suara bising yang memekang telinganya serta sangat cepat. Ia terbelalak melihat layar monitor yang menampilkan grafik denyut jantung Adiknya yang meningkat secara terus menerus. "Dra, jangan bercanda." Ucapnya dengan suara bergetar, terlihat jelas raut wajahnya panik dan cemas. Ia meremas jemari Andhra yang masih dalam genggamannya.

Lampu merah berkedip-berkedip dari layar monitor, tak lama kemudian alarm yang berada di ruangan adiknya berbunyi. Masuklah beberapa dokter dan perawat. Selanjutnya ditarik tubuh Rafa keluar oleh salah satu perawat tersebut.

"Adik saya Sus." Rafa menunjuk Andhra yang tengah ditangani.

Perawat tersebut mengangguk mengerti maksud dari ucapan Rafa, "Iya saya tau. Kamu tenang ya. Tunggu di sini, biarkan kami menangani Adikmu ya." Kata perawat tersebut mencoba menenangkan Rafa yang panik.

Rafa menatap gelisah ke arah pintu yang sudah tertutup itu. Ia berpaling ketika terdengar derap langkah seseorang mendekati ruangan Andhra, "Om." Rafa berharap cemas tatkala Pamannya yang menangani Andhra datang.

"Kamu tenang ya, Om akan melakukan yang terbaik." Gavin mengusap bahu keponanakannya itu. Lantas saja ia segera masuk ke dalam ruangan tersebut.

Rafa menjambak rambutnya frustasi memikirkan kondisi Adiknya. Ia tersentak ketika seseorang memegang bahu, menoleh dan mendapati sang Ayah sudah berada disampingnya. Edzar menuntun anak sulungnya itu untuk duduk disampingnya, "Doain aja Andhra biar baik-baik aja." Ucap Edzar sembari mengusap punggung anak sulungnya.

Sedangkan di dalam ruangan tersebut, suasana tegang melingkupi ruangan rawat tersebut. Terlihat tenaga medis tengah melakukan tindakan medis pada Andhra. Gavin segera melakukan CPR setelah dilakukan defibrilasi pada tubuh Andhra. "Sudah diberikan epinephrine?" Tanya Gavin.

"Sudah Dok, tetapi pasien masih mengalami fibrilasi atrial." Jawab salah satu dokter yang memantau pergerakan jantung Andhra melalui monitor EKG.

"Denyutnya?" Tanya Gavin disela-sela melakukan CPR.

"125 per menit." Jawab salah satu perawat yang tengah memompa udara melalui ambu bag yang tersambung dengan ETT.

"Come on Andhra. Om mohon. Mari bekerja sama Andhra." Ujar Gavin terengah-engah.

Sepuluh menit berlalu tidak ada tanda perubahan pada kondisi Andhra, peluh sudah membanjiri wajah Gavin, ia terus melakukan CPR guna mengembalikan denyut jantung Andhra.

"Berikan injeksi amiodarone." Ujar Gavin memerintahkan ketika melihat CPR, defibrilasi, serta obat yang sudah dimasukan tidak dapat mengembalikan ritme jantung keponakannya. Segera saja salah satu dokter menginjeksi obat tersebut pada selang infus.

About HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang