Bagian 11

1K 67 3
                                    

Pukul 10.00 PM. Edzar memasukkan mobilnya kedalam garasi lalu beranjak memasuki rumahnya, sesampainya didalam ia mengerutkan keningnya heran bingung melihat sebuah vas bunga di meja ruang keluarga karena tidak pernah ada bunga didalam rumahnya.

"Punya siapa ini?" Tanya Edzar kepada anak sulungnya yang berada meja makan.

Rafa yang sedang menikmati kue yang baru saja ia beli itu berhenti dan menatap sang Ayah, "Oh itu punya Andhra." Jawab Rafa lalu ia meneruskan makannya, "Tumben banget Adikmu beli bunga." Lantas Edzar merebahkan tubuh lelahnya pada sofa.

"Bukan, ada orang asing yang ngasih ke dia." Rafa membawa satu cup kuenya dan berpindah ketempat sang Ayah berada. Edzar melirik Rafa yang berada disampingnya dengan satu, "Ayah minta Bang." Lantas Rafa memberikan kue tersebut kepada sang Ayah.

Edzar mengernyitkan keningnya ketika merasakan satu sendok kue, "Manis banget. Gula yang dipake banyak pasti ini. Kamu jangan keseringan makan gini-an gak baik untuk tubuh." Edzar berkomentar dan mengembalikan kue tersebut kepada Rafa.

Rafa meringis pelan, ia lupa jika sang Ayah seorang dokter, lebih tepatnya dokter yang menangani saluran pencernaan atau dalam bahasa medis dokter spesialis gastroenterologi.

"Iya, ini juga baru nyobain Yah." Lantas Rafa kembali memakan kue yang tersisa sedikit. Edzar memijat kepalanya yang terasa pusing, "Adikmu udah tidur? Andhra gak kenapa-napa kan? Maksudnya dia gak kambuhkan?" Edzar bertanya memecah keheningan, lalu ia mengambil remote televesi dan menyalakannya

"Gak, baru juga pulang dari rumah sakit Yah. Mana mungkin dia kambuh." Ujar Rafa sembari memakan kuenya.

"Ya kali aja. Omong-omong nanti kamu milih kewaragnegaraan mana?" Edzar bertanya lagi.

Rafa memiliki dwikewarganegaraan, dimana ia mendapatkan dua kewarganegaraan yaitu Amerika-Indonesia dikarenakan ia lahir di Amerika.

Rafa mengendikan bahunya pertanda tidak tahu, "Masih lama Yah. Belum juga umur delapan belas tahun. Nanti ajalah. Lagian keren punya dua paspor." Jawabnya dengan santai.

"Enak di kamu. Ribet kalau mau bepergian. Apalagi kalau batas waktunya udah habis, harus buat paspor lagi. Ribet. Sekeluarga cuma tiga orang, kok ya paspornya ada lima." Edzar menggerutu.

Memang benar, Andhra juga seperti Rafa, memiliki dwikewarganegaraan hanya saja ia lahir dinegara yang berbeda dengan Rafa.

"Ya lagian kenapa lahirin aku sama Andhra dibeda negara? Kan bisa lahirinnya disini, gak perlu jauh-jauh. "

"Kamu tuh lahir waktu Ayah lagi ngambil spesialis disana. Lagian waktu itu Ayah dapet beasiswa, sayang kalau gak diambil. Kalau Andhra, Bundamu yang minta katanya biar akte kelahirannya bagus. Yaudah Ayah kabulin aja, lagian juga disana ada saudara Ayah, jadi sekalian main." Setelah Edzar tersenyum mengingat kembali kenangan indah bersama istri tercintanya.

"Ayah kekamar Adikmu dulu. Balik sana kekamar kamu. Tidur. Udah malem ini. " Edzar bangkir dari duduknya lalu beranjak menuju kamar anak bungsunya.

Didalam kamar, Andhra menyandarkan punggungnya pada headboard. Ia masih terjaga dikarena masih memikirkan kejadian siang hari dan juga dirinya belum merasa mengantuk. Ia menolehkan kepalanya mendengar pintu kamarnya terbuka dan tampak sang Ayah, Edzar mendekati Andhra lalu duduk disampingnya, "Kenapa gak tidur? Udah malem." Ucapnya seraya mengusap pelan surai sang anak.

"Belum ngantuk Yah." Andhra menyunggikan senyumannya.

"Kurang tidur gak baik buat kesehatanmu. Lagi mikirin apa hm?"

Andhra menggeleng pelan, "Gak, gak mikirn apa-apa."

"Jangan bohong. Kenapa? Kamu mikirin bunga di ruang keluarga itu?" Mendengar hal itu wajah Andhra bersemu malu, dirinya sangat yakin jika abangnya itu yang memberitahukan. Lantas ia menggeleng cepat, "Enggak! Lagi gak mikirin apa-apa." Elaknya.

About HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang