Bagian 8

1.4K 90 3
                                    

Andhra berada di pangkuan sang Ayah, beruntung Edzar dengan cepat menangkap Andhra sebelum tubuhnya menghantam lantai, "Andhra, kamu denger suara Ayah? Andhra! Hei, buka mata kamu Andhra." Edzar menepuk pelan pipi Andhra sebab mendapati Andhra memejamkan matanya, "Andhra please jangan tutup mata kamu. Ayah mohon liat wajah Ayah, Andhra."

Sedangkan Andhra mengeluh pelan, ia mendengar suara sang Ayah samar-samar. Lantas ia pun mengerjapkan pelan matanya, "A-yah."

Edzar mengehela nafas lega melihat Andhra kembali membuka matanya, "Alhamdulillah, jangan tutup mata kamu lagi. Ayah panggil Abangmu dulu."

"Rafa! Turun kebawah." Edzar berteriak memanggil anak sulungnya yang berada dikamar untuk membantunya membawa ke rumah sakit.

Dikamar Rafa, ia sedang asik membaca buku non-fiksi untuk menghadapi laporan buku namun suara sang Ayah menghentikan kegiatannya. Lantas ia pun meninggalkan kamarnya dan menuruni tangg,a menuju sang Ayah berada.

Sesampainya disana Rafa terkejut mendapati Adiknya berada dipangkuan sang Ayah dengan tubuh lemas. Segera saja ia mendekayi mereka, "Yah, Andhra kenapa bisa kayak begini?" Tanyanya dengan raut wajah khawatir.

"Ayah juga gak tau. Sekarang kamu bantuin Ayah bawa Andhra ke rumah sakit. Kamu pegangin Andhra dulu, Ayah mau ke garasi ngambil mobil." Jawab Edzar, memindahkan Andhra pada pangkuan Rafa, lantas beranjak menuju garasi.

Namun saat ia ingin pergi, lengannya dicekal oleh Andhra, "Aku gak mau kerumah sakit. Aku gapapa" Ucap Andhra lirih.

"Gak. Mana Ayah percaya, tubuhmu udah lemes begitu. Kamu harus kerumah sakit." Edzar melepas tangan Andhra dan berjalan cepat.

Andhra menatap sang Kakak yang menatap dirinya dengan khawatir, "Aku gak mau kerumah sakit." Ucapnya lagi, berharap sang Kakak membantunya membujuk kepada sang Ayah.

Ia tidak suka dengan rumah sakit dengan baunya dan menurutnya merupakan tempat antara hidup dan mati. Dimana banyak orang yang meninggal disana dan juga hidup kembali setelah berjuang melawan penyakit mereka.

Rafa tidak membalas ucapan sang Adik, ia mengelus surai Andhra yang sudah lepek akibat keringat. Tidak lama terdengar klakson mobil dari depan pintu, segara saja ia mengangkat tubuh Andhra dengan tangan kanannya berada dibawah leher, sedangkan tangan kirinya berada di bawah lutut.

Andhra memberontak saat Rafa mengangkat dirinya, namun percuma saja tenaganya tidak cukup kuat untuk lepas dari kungkungan Rafa. Rafa menaruh Andhra pada kursi penumpang, lalu ia juga duduk dikursi kedua untuk menjaga Anhdra takut terjadi sesuatu.

"Please aku gak mau kesana, Ayah aku gak mau kerumah sakit. Aku gak mau kesana, Bang tolong." Andhra berujar seraya memandang wajah Rafa.

Tidak ada yang membalas pernyataan Andhra. Edzar fokus pada jalanan, sebenarnya Edzar tidak tega namun apa daya fisik Andhra perlu penanganan yang lebih ahli. Ia tidak bisa menolong sebab ia bukan dalam bidangnya.

Lima belas menit sudah mereka lewati dan akhirnya mereka sampai dirumah sakit tempat ia bekerja. Tepat diarea parkir, langsung saja Edzar membopong Andhra dan Andhra pun kembali berusaha memberontak, "Aku gak mau. Lepasin!" Edzar tidak mempedulikan dan ia mempererat tubuh Andhra. Pihak rumah sakit dengan sigap mendekatkan branka, lantas Edzar menaruh Andhra diatasnya. Lalu mereka berjalan cepat medorong branka tersebut memasuki ruang IGD.

Setelah memasuki ruang IGD perawat dan dokter yang berjaga melakukan tugasnya, "Bisa panggilkan dr.Gavin? Anak saya pasiennya." Ucap Edzar kepada salah satu perawat yang berada disampingnya.

Lain halnya dengan Rafa, ia menunggu didepan ruangan dengan perasaan khawatir sebab tidak diperbolehkan untuk masuk.

Andhra lagi-lagi berontak saat tangannya akan dipasangkan infus oleh salah satu perawat yang diperintahkan oleh dokter jaga, "Ja-ngan sentuh!" Ia menepis tangannya yang dipegang oleh perawat. Lantas Edzar membatu perawat tersebut menenangkan Amdhra yang kembali melawan.

About HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang