Bagian 18

1K 55 4
                                    

Rafa mengerjap pelan ketika sinar matahari pagi masuk ke sela-sela gorden jendelanya. Ia menyibak selimutnya, kemudian meregangkan tubuhnya yang kaku. Ia menghela napas lesu, hari ini dirinya tidak semangat untuk melakukan apapun, tetapi dirinya tidak bisa mengabaikan kewajibannya sebagai pelajar dan juga adanya Nana yang sudah datang jauh-jauh untuk menemaninya tinggal di rumah. Lantas saja ia bersiap-siap melaksanakan kewajibannya sebagai pelajar dengan tidak semangat.

Tak lama kemudian Rafa menyampirkan tas sekolahnya di pundak kirinya sembari menuruni tangga menuju ruang makan. Namun, baru saja ia menapaki tangga terakhir Nanna datang menghampirinya dengan raut bingung sembari memegang buket bunga mawar putih.

"Rafa, ini dari siapa ya? Gak ada nama pengirimnya, katanya untuk adikmu." Ujar Nana sembari menunjukan bunga di tangannya.

"Aku juga gak tau Na, itu udah sering orang yang ngirim gituan ke sini." Rafa mengendikan bahunya tak mengetahui.

"Aneh-aneh kelakuan anak zaman sekarang, pagi-pagi bukannya dikasih sarapan malah bunga. Emang hantu, makan bunga." Sang Nana bergerutu dan menggeleng pelan dengan kelakuan anak muda yang menurutnya sangat aneh.

"Ini bunganya mau taruh di mana?"

"Buang aja Na." Ucap Rafa tak peduli. Ia mendudukan tubuhnya pada meja bar.

"Hush pemberian orang lain gak baik dibuang begitu aja." Nana mengibaskan tangannya pertanda tidak setuju dengan ucapan cucunya itu. Lalu ia mengambil vas bunga kemudian diisikan air dan menaruhkannya bunga mawar tersebut.

Setelahnya Nana menghampiri cucunya yang sudah berada di dapur, "Mari kita lihat sarapan apa kali ini yang akan Nana masak untuk kamu."Ucapnya sambil melihat isi dapur. Namun, dirinya terbelalak tak percaya melihat isi kulkas yang hanya berisikan satu botol besar susu, roti gandum, sereal, dan beberapa jenis selai.

"Kalian biasanya kalau sarapan makan apa, sih? Ayahmu gak pernah belanja sama masak, atau bagaimana? Ini isinya dikit banget." Nana menggeleng takjub melihat isi kulkas menantunya itu.

"Ayah kadang-kadang masak kok Na, tapi kalau Ayah pagi-pagi udah gak ada biasanya cuma makan sereal atau roti. Itu belum sempat belanja, Na. Sekarang aku sarapan roti pakai selai kacang aja, please."

Nana kemudian menghidangkan dua roti gandum dan segelas susu kepada cucunya itu. "Emang kamu gak kelaperan cuma makan dua roti?" Nana menatap heran dan prihatin kepada cucunya yang tengah sarapan. Rafa hanya tersenyum saja mendengar ucapan Nana-nya.

Beberapa menit berlalu, ia berpamitan pergi ke sekolah setelah sarapannya tandas tidak bersisa, "Aku pergi dulu ya Nana. Assalamu'alaikum." Pamit Rafa mencium tangan Nana-nya.

🕳🕳🕳🕳

Rafa menatap buku laporannya, ia memainkan bukunya dengan tidak semangat, pikirannya terpusatkan pada adiknya. Ia lalu menutup kasar bukunya, ia segera membereskan peralatan belajar yang berserakan di atas meja, mengambil dompet, hp, serta kunci mobil kemudian dimasukan ke dalam sakunya. Kemudian menaruh tasnya pada loker. Setelahnya ia bergegas keluar kelas.

Rafa terkesiap ketika seseorang menepuk pundaknya, ia mengehembuskan napas ketika sahabat adiknya menghampirinya.

"Keadaan Andhra gimana, Bang?" Tanaya Fares khawatir.

"Masih belum ada perkembangan." Ujarnya dengan senyum dipaksakan.

"Kita...boleh jenguk Andhra, Bang?" Tanya Fares lagi takut-takut mengingat kejadian terakhir di rumah sakit.

"Nanti aja ya, masih belum bisa dijenguk oleh orang luar. Lagian dia masih belum sadar, pas udah sadar aja. Kalau Andhra udah sadar, bakal gua kasih tahu."

About HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang