Bagian 10

1.1K 83 3
                                    

Lima hari sudah Andhra dirawat, ia sudah sangat bosan berada diruangan dengan warna coklat, putih, dan krem tersebut. Meskipun berada diruangan yang cukup luas tidak membuat dirinya merasa nyaman, Ia kesepian. Terlebih jika weekdays tidak ada siapapun yang menemaninya, sang Ayah sedang bertugas, sedangkan Abangnya bersekolah.

Kegiatannya hanya berbaring, menonton televisi yang sudah disediakan dan memainkan hp-nya. Terkadang Ia menatap jendela untuk menghilangkan kejenuhannya.

Andhra menghela nafas untuk menghilangkan rasa bosan. Ia memainkan selang infusnya yang tertancap dipunggung tangannya. Ia tidak peduli jika nanti darahnya akan naik menuju selang infusnya. Kemudian menaruh tangannya yang tertancap infus ke dada kirinya untuk merasakan debaran jantungnya yang tidak beraturan.

"Nyusahin banget sih lu. Kapan sih lu bisa gak bikin gua kesakitan terus?" Monolongnya.

Terkadang ia ingin menyalahkan takdirnya yang seperti ini. Namun, ia tidak bisa, menurutnya ia masih beruntung karena memiliki keluarga dan hidup bercukupan.

Andhra menurunkan tangannya, lalu mendudukan badannya setelah melihat seorang perawat datang mendekatinya, "Pagi. Mbak periksa dulu ya." Sapa Adelia, perawat yang sudah merawat Andhra selama tiga tahun, dengan ramah.

Andhra tersenyum dan membiarkan wanita yang sudah membatu merawatnya itu memeriksa keadaannya.

"Denyutnya cepet gini, kamu ngerasa nyeri atau pusing gak?" Tamya Adelia setelah mengecek denyut jantung pada pergelangan tangan Andhra.

Andhra menggeleng pelan sebagai jawaban.

"Sesak?"

"Sedikit." Jawab Andhra jujur.

"Mbak pasangin oxygen ya." Ujar Adelia. Saat ia akan mengambil nasal canulla Andhra menahan tangannya.

"Gak usah, gak sesek banget Mbak. Omong-omong kok gak sama Om? Aku kapan bisa pulang? Bosen banget disini." Tanya Andhra.

"Beneran? dr.Gavin ada jadwal operasi. Makanya cepet sehat dong. Bentar-bentar itu tangan kamu kenapa? Astaga kenapa gak bilang sih. Udah naik darahnya ini." Adelia menarik tangan Andhra yang terpasang infus dan berdecak kesal dengan kelakuan pasiennya itu.

Lantas ia keluar meninggalkan Andhra sendirian. Andhra pun kembali merebahkan tubuhnya pada branka. Tidak lama, Adelia datang dengan membawa kidney dish, plester, spuit, water injection, dan juga kasa.

Kemudian mendekati Andhra lalu melepaskan selang infus dari IV keteter, lalu mengeluarkan darah yang sudah membeku itu dengan cairan infus kedalam kidney dish, setelah bersih, klem infus dimatikan agar cairan infus tidak mengalir.

"Ash, sakit." Rintih Andhra ketika Adelia memasukkan spuit ke dalam IV kateter guna mengambil darah yang menggumpal secara perlahan.

"Makanya jangan bandel. Kalau ada apa-apa tuh ya bilang. Tinggal dipencet itu nurse call-nya." Ucap Adelia disela-sela kegiatannya.

Adelia memasukkan spuit yang sudah berisi water injection ke dalam IV keteter setelah tidak ada gumpalan darah. Andhra mengernyit sakit saat perawat itu kembali memasangkan selang infus dengan IV keteter setelah itu memasangkan plester pada infusnya yang sudah terpasang, lalu membuka kembali klem infusnya.

"Selesai. Infusnya jangan dimainin ya. Jangan banyak pikiran. Istirahat sana, ininya dijaga. Mbak keluar dulu." Ucap Adelia sembari mengelus dada pasien kecilnya itu. Lantas ia membereskan peralatan lalu meninggalkan Andhra yang kembali sendirian.

🕳🕳🕳🕳

"Yah, aku mau pulang." Pinta Andhra kepada sang Ayah yang berada di sofa .

About HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang