Andhra merebahkan tubuh lelahnya pada kursi mobil. Dirinya baru saja selesai latihan basket. Latihannya kali ini dua kali lebih berat dari biasanya di karenakan perlombaan tinggal hitungan hari. Ia membuka kancing baju seragam atasnya, lehernya seperti tercekik.
"Kan udah gua bilang gak usah nunggu. Gua bisa pulang bareng Fares." Tegur Andhra kepada sang kakak melihat mobil kakaknya masih berada di sekolah, menunggu dirinya.
"Gak mungkin gua ninggalin lu. Jam tangan lu mana?" Tanya Rafa sembari menyerahkan air mineral kepada adikya. Kemudian ia menjalankan mobilnya. Andhra memperlihatkan jam tangannya yang terpasang di pergelangan tangan kanannya, "Ini, gua pake."
"Lu pake jam tangannya pas latihan?" Tanya Rafa gelisah takut jika sang ayah mengetahui kesehatan Andhra, dirinya baru ingat pada jam tangan tersebut terdapat fitur pendeteksi detak jantung. Sang ayah sengaja memberikan kepada Andhra agar dapat memantau keadaanya dari jarak jauh.
"Enggak. Gua selalu lepas jam tangannya. Gak pernah gua pake. Takut rusak kena bola."
"Lepas, Dra." Perintah Rafa.
Andhra menatap bingung tetapi ia tetap melakukan apa yang diminta oleh sang kakak, "Udah." Lantas Rafa mengulurkan tangannya kirinya meminta agar jam tersebut diberikan kepadanya. Setelah jam tangan tersebut diberikan kepadanya, ia langsung memasang pada pergelangan tangannya.
"Lu kenapa sih? Terus itu jam tangan gua kenapa lu pake?" Tanya Andhra jengkel karena pertanyaannya tidak dihiraukan.
"Selama lu latihan dan waktu perlombaan, jam ini gua yang pake. Ini buat kebaikan kamu sendiri. Di sini ada fitur pendeteksi denyut jantung, lu gak mau kan ketahuan sama Ayah? Gua bakal bantu biar Ayah gak tau sampai turnamen selesai. Setelah itu gua akan kasih tau ke Ayah semuanya." Tutur Rafa sembari memfokuskan pandangannya pada jalan raya. Ia akan memberikan kesempatan untuk melakukan hal yang disukai meskipun itu akan beresiko baik untuk dirinya maupun adiknya. Tidak apa jika nanti ia akan mendapatkan amuk marah dari sang ayah, untuk kebahagiaan adiknya.
Andhra terdiam, ia tidak tahu jika ada fitur tersebut pada jam tangannya. Dirinya tidak pernah mengecek jam tersebut secara menyeluruh. Kemudian ia mencoba untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sangat lelah.
Andhra mengerjap pelan. Mereka telah sampai di halaman rumahnya. Ketika dirinya hendak turun Rafa sudah berada di depannya, "Naik." Titah Rafa merundukkan tubuhnya agar memudahkan Andhra naik ke punggungnya.
"Gua masih bisa jalan Bang." Tolak Andhra.
"Gua tau tubuh lu lagi lemes. Udah sekarang naik." Mendengar ucapan Rafa yang tak ingin dibantah, Andhra pun membiarkan sang kakak menggendong dirinya.
"Bang." Panggil Andhra.
"Hm?"
"Makasih dan juga maaf karena selalu ngerepoti lu." Ujar Andhra pelan.
"Ngapain minta maaf? Lu gak pernah ngerepotin. Ini emang tugas gua sebagai seorang kakak, ngejaga dan bantu lu kalau ada apa-apa." Andhra tersenyum lalu menelungkupkan kepalanya pada bahu Rafa.
Sesampainya, Rafa menurun Andhra hati-hati, menyandarkan tubuh Andhra pada kepala ranjang. Ia terkejut melihat darah keluar dari hidung Andhra, lantas ia mengambil beberapa lembar tisu di atas nakas dan memberikannya kepada Andhra, "Kan. Udah gua bilang keluar dari basket. Lu gak dengerin omongan gua sih, begini kan jadinya."
"Gua cuma kecapekan doang."
"Itu lu tau kalau lu kecapekan. Lu gak boleh capek-capek, Dek. Terlebih sekarang, lu udah ngelewatin batas tubuh lu sendiri!" Rafa mengusap wajahnya kasar, mencoba menahan agar tidak meluapkan amarahnya kepada Andhra. Melihat pergerakan dada adiknya yang cepat, Rafa segera mendekat, "Gua pasangin masker oksigen ya." Andhra menggangguk mengiyakan. Ia memang sangat membutuhkannya, sesak yang ia rasakan sejak perjalanan pulang hingga sekarang tidak kunjung hilang.
![](https://img.wattpad.com/cover/219320529-288-k842244.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
About Him
Teen Fiction[Slow Update] Kisah seorang pria yang hidup penuh dengan kesakitan, teka-teki, dan rahasia besar yang ia tidak ketahui. "Setiap manusia pasti memiliki kisahnya masing-masing, bukan?"