27

11.4K 1.3K 39
                                    

Hari senin pagi, seperti biasanya, upacara tetap dilakukan secara rutin. Andin dan pasukannya sudah disibukkan sejak kedatangannya pagi tadi.

Namun ada yang berbeda. Kemana kakinya melangkah, tatapan para siswa-siswi turut mengiringi langkahnya. Sebenarnya ia sedikit risih. Meski sudah terbiasa tampil di depan umum, tetapi tatapan yang diberikan kepadanya kali ini terasa berbeda.

Andin berjalan dengan tenang dari arah ruang OSIS ke lapangan. Sebentar lagi upacara akan segera dimulai. Karena hari ini ia kembali ditugaskan untuk mengawasi murid yang terlambat, ia bisa merasa sedikit leluasa karena tidak perlu menyiapkan para petugas upacara. Saat melewati barisan kelas-kelas yang telah rapi, ia samar-samar mendengar bahwa namanya disebut-sebut.

Gue denger-denger Kak Angga sama Kak Andin putus

Akhirnya.. rasain tuh cewek songong!

Serius putus?

Bener banget, tadi pagi aja gue liat Kak Angga berangkat bareng Kak Karin, loh

Mereka balikan? Gercep bangeeet..

Halah, gue juga yakin sih hari ini bakal dateng..

Bener, kasihan juga Kak Angga dapet cewek kok galaknya gak karuan

Heh! Walaupun galak, Kak Andin kan cantik

Masih banyak yang lebih cantik, btw

Tapi dia ketua OSIS, loh.. Keren aja gitu

Ya siapa tau, kan, dia jadi ketua OSIS dengan cara yang salah?

Andin menghela nafas berat. Belum apa-apa, ia sudah jadi bahan perbincangan orang-orang saja. Meneguhkan hatinya, Andin tetap berjalan dan berdiri di barisan paling belakang.

Berita kandasnya hubungan antara Andin dan Angga telah menyebar ke seluruh sekolah. Bahkan para anggota OSIS yang biasanya cuek akan urusan seperti itu juga beberapa kali tertangkap melirik-lirik Andin ketika sedang berkumpul sebentar setelah upacara telah usai. Tetapi hanya sebatas itu, mereka tak cukup berani jika harus bertanya langsung.

Ketika memasuki kelasnya, lagi-lagi Andin harus merasa menjadi artis dadakan. Baru saja duduk, teman-temannya berdatangan ke mejanya. Sekedar mengonfirmasi tentang kebenaran berita itu.

"Lo beneran putus sama si Angga, Ndin?"

"Emang ada apa, kok, bisa sampai putus?"

"Gue liat-liat kemarin masih adem ayem loh.."

"Ada orang ketiga, ya?"

Baru saja Andin ingin memberikan jawaban, suara sang ketua kelas lebih dulu menyela.

"Gimana gak putus kalo ceweknya aja galak banget!" ujarnya ketus. Tentu saja Irma tidak membeberkan alasan sebenarnya bahwa Andin hanya jadi bahan taruhan. Ia hanya akan membuat image Andin buruk, bukan Angga. Irma juga takut kalau selama ini ia ketahuan bekerja sama dengan Karin oleh Andin.

"Heh, lo kalo gak tau apa-apa diem, deh!" bela Nisa yang sudah jengah dengan tingkah Irma selama ini.

"Lo juga diem!" sahut Irma tak kalah seru.

"Lo gak papa, kan, Ndin?" tanya Agus yang sedari tadi hanya diam, menatap Andin yang hanya menundukkan kepalanya.

"Ini kenapa pada ributin masalah gue, sih? Gue gak papa, kok," ujar Andin masih mendunduk, pura-pura mendalami orang yang sedang patah hati.

"Si Angga gak apa-apain lo, kan?" tanya Nisa hati-hati.

"Enggak, kok, emang udah waktunya putus kali." Andin menghela nafas lalu menenggelamkan kepala dilipatan tangannya.

Seketika teman-teman kelasnya yang memang masih mengerubunginya menatapnya prihatin. Pasalnya mereka tahu kalau selama ini Andin tak pernah dekat dengan laki-laki. Bahkan bagi Nisa, ia tahu kalau Angga adalah pacar pertamanya.

Keadaan itu tak jauh berbeda dengan Angga. Bedanya, teman-teman kelasnya tidak ada yang berani mendekatinya, apalagi sampai bertanya langsung. Hanya ketiga teman curutnya yang sejak tadi berada di sekitarnya dan menatapnya dengan tajam. Laki-laki itu memang sedari tadi hanya diam saja saat mereka bertanya tentang berita yang sedang hangat-hangatnya saat ini.

"Jadi kalian beneran udah kelar?"

Zaki adalah orang yang sejak tadi bertanya tiada henti. Ia memang yang paling cerewet di antara mereka berempat, disusul oleh Rio.

"Siapa yang mutusin, Ngga?" tanya Aldi.

"Menurut, lo?" balas Angga dengan enggan.

"Udah pasti si Andin ini," seru Rio sambil menggebrak meja, seolah pertanyaan Angga adalah kuis dadakan yang apabila bisa menebak boleh pulang duluan.

Angga hanya bisa menghela nafas. Sejujurnya ia sekarang tengah menghawatirkan Andin. Bagaimana tidak? Kupingnya masih cukup berfungsi dengan baik. Banyak anak-anak yang membicarakan perihal mereka, tetapi isinya tak jauh-jauh tentang ulasan keburukan sifat gadis itu. Apalagi kalau bukan sifat galaknya.

Angga sebenarnya merasa kurang nyaman karena terpaksa membohongi ketiga teman curutnya itu. Tetapi bagaimana lagi, ia harus membantu Andin kali ini. Dan ia juga sudah berjanji padanya.

"Jangan-jangan..." Aldo tak meneruskan ucapannya, disusul Zaki dan Rio yang langsung berpandangan.

"Bener, Ngga?" tanya Rio.

Angga hanya mengangguk.

"Andin udah tau semuanya?" Kini giliran Zaki yang bertanya.

Angga mengangguk membenarkan. Seketika ia semakin merasa bersalah ketika mengingat hal itu. Walaupun Andin sekarang tak membahasnya lagi, tapi siapa saja akan marah dan kecewa jika mengetahui fakta menyakitkan itu.

"Berarti Andin yang mutusin lo, ya?"

Angga menggaruk belakang kepalanya, bingung bagaimana menjawab pertanyaan itu. Pasalnya ia belum berdiskusi soal siapa yang memutuskan siapa. Kalau ceritanya berbeda kan bisa berabe. Bisa gagal rencana mereka. Akhirnya, Angga hanya tersenyum saja.

"Udah, udah.. kalo lo masih suka sama Andin, kita bisa, kok, bantu jelasin ke dia. Kalo yang ngusulin dia jadi bahan taruhan bukan lo," kata Aldi berusaha memberikan solusi.

"Udah, gak usah. Biarin seperti ini dulu. Kalo emang jodoh, pasti balik lagi, kok," jawab Angga enteng.

"Si bego! Baru ketahuan ngibul udah bahas jodoh-jodoh segala.." ejek Zaki berusaha mencairkan suasana.

"Gak usah sedih, Ngga. Ntar pas istirahat lo ditraktir Zaki, kok," ujar Rio ikut menenangkan Angga.

Zaki menonyor kepala Rio hingga terdorong ke belakang, "Mulut lo, Yo!"

Saat kedua curut itu tengah berdebat dan Aldi yang sibuk menengahi, Angga hanya memandanginya saja. Karena sudah terlalu jengah, ia memilih mengambil ponsel di saku celananya.

Angga
Lo baik-baik aja, kan?

Andin
Aman, tenang aja. Lo sehat kan, Ngga?

Angga
Kenapa? Sehat kok.

Andin
Iyalah, sehat. Abis bonceng cewek cantik!

Angga mengulum senyumnya. Merasa geli sendiri.

Angga
Akting gue bagus, gak? Mendalami peran nih gue.

Andin
Si bgst! Malah cari kesempatan!

Angga
Heh, mulutnya. Gue cuma pura-pura, tenang aja sih.

Andin
Hmm, lanjuin aja sono!

Angga berusaha menahan tawanya saat membaca ulang pesan Andin yang sarat akan kekesalan. Ia memang sengaja mengiyakan ajakan Karin untuk berangkat bersama untuk meyakinkan anak-anak sekolah. Dalam diam Angga menatap langit yang cerah dari balik jendela kelasnya. Ia harap, usaha mereka tidak sia-sia.

***

Vote dan komen sabi Kali ndess

Andin : Ketua OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang