Sore itu, di rumah keluarga Bagaskara sedang ramai-ramainya. Bukan ada hajatan, hanya sekumpulan anak inti eskul basket SMA AIRLANGGA yang sedang nongkrong. Sebut saja rumah itu adalah bescamp cadangan mereka.
Di kamar anak tunggal mereka, Angga Bagaskara, tergeletak empat onggok daging manusia. Ada Angga, si tuan rumah yang sedang bermain game di ponselnya. Duduk anteng si sofa kamar di sebelah Aldi yang sedang nge-game juga. Sesekali umpatan mereka terdengar bersaut-sautan.
Sementara di atas ranjang, Zaki, manusia tak tahu diri yang tertidur nyenyak dengan air liur menetes ke bantal guling yang dipeluknya erat. Jangan lupakan suara bernada fals yang keluar dari mulut terbukanya. Di sampingnya, Rio diam-diam bergidik ngeri dan memilih memalingkan wajah, pura-pura tak tahu. Dia hanya sibuk menggulir akun instagram mantannya yang kemungkinan sudah move on. Setelah merasa bosan, Rio langsung mencampakkan ponselnya di atas nakas.
"Boys.. gue bosen!" Rio memperhatikan tiga temennya yang masih asyik sendiri. Merasa tak dihiraukan, Rio lantas berteriak. "Woy.. gue bosen, anjir!"
Zaki yang lagi nyenyak-nyenyaknya tidur tersentak kaget dan langsung mendudukkan diri. Matanya memindai sekeliling kamar dengan linglung lalu merebahkan diri lagi. Sementara penghuni sofa di sudut kamar kompak melirik sinis ke arahnya. Meski begitu, mereka kemudian menyudahi bermain game dan meletakkan ponsel di atas meja kecil depan sofa.
"Kenapa Yo? Gak usah teriak-teriak, lah!" sahut Angga menghela nafas jengah. Rumahnya berasa hutan belantara saja. Aldi melirik kesal lalu mendekat ke arah ranjang berukuran king size itu.
"Tadi juga anteng banget main hape." ucap Aldi setelah duduk di sebelah ranjang yang kosong, disusul Angga di sebelahnya.
"Gabut banget, njir! Ada makanan lagi gak, Ngga?" Rio nyengir kuda.
Aldi berdecak seraya menggelengkan kepala. "Itu bungkus makanan yang ngabisin juga lo, Yo."
Angga mendengus. "Mana gak diberesin lagi."
"Brissikkk!!"
Kini giliran mereka yang tersentak kaget. Mata mereka kompak melirik sosok dekil dengan rambut awut-awutan yang sayangnya teman mereka. Meski dihujani sorot tajam dari ketiga temannya, Zaki tetep santai mendudukkan diri seraya mengucek kedua matanya pelan. Setelahnya, ia bangkit lalu berjalan ke arah kamar mandi tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Ganti seprai lagi dong gue." gumam Angga pelan. Matanya melirik lukisan pulau karya Zaki.
Zaki keluar kamar mandi setelah mencuci muka. Tangannya terulur membawa botol bekas minuman Rio dan duduk di karpet berwarna biru yang terletak di samping ranjang. Sebenarnya ia sudah terbangun, cuma mager saja. Apalagi mendengar ocehan ketiga temannya itu.
"Lo bertiga turun!" titahnya. Anehnya, mereka bertiga yang masih duduk di atas ranjang nurut-nurut aja.
"Kita main game truth or dare aja. Udah lama kita gak ngobrolin hal serius ini." ujarnya lagi. Mereka bertiga lagi-lagi mengangguk dan memposisikan diri mengelilingi botol. Sekarang giliran Zaki yang terdiam mengamati ketiga temennya. Segitu berwibawanya kah dirinya? Nurut aja tiga curut di depannya ini.
"Okelah, mau-mau aja gue. Dari pada gabut mau ngapain juga." Rio menyahut setelah tersadar dari keterdiamannya. Angga dan Aldi menghela nafas terlebih dulu sebelum mengangguk kompak.
"Ck! Mau jadi apa hidup kalian kalo gak ada gue," Zaki menepuk-nepuk dadanya bangga, "Yok mulai! Gak sabar gue ngorek rahasia kalian." Zaki tertawa terbahak-bahak saat melihat raut masam ketiga curut di depannya. Tangannya mulai memutar botol dengan menyunggingkan senyum smirk. Ketiga curut itu seketika menahan nafas. Menunggu nasib yang kemungkinan akan bercanda. Rahasianya akan dikorek habis oleh manusia tak tahu diri itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andin : Ketua OSIS
Teen FictionAngga Bagaskara mendapatkan Andin Mahesa sebagai pacarnya melalui permainan truth or dare yang ia mainkan bersama teman-temannya. Meski awalnya ia tidak memiliki rasa sedikit pun pada gadis itu, tetapi pada akhirnya Angga takut Andin kecewa padanya...