32

11.3K 1.2K 25
                                    

"Masih gue lihatin!"

"Dih, apaan pake senyum segala!"

"Dasar genit," ucapnya dengan gemas.

"Gak usah pake grape-grape tangan kan bisa, ih!"

"Dasar buaya buntung! Awas aja lo, gue bejek-bejek kalo main ke rumah."

"Si Anjj.." Sadar akan berbicara lebih kasar, gadis itu segera membekap mulutnya sendiri.

Andin terus saja mengomel sambil menusuk-nusuk bakso dalam mangkoknya dengan sedikit kasar. Jangan lupa tatapan mata tajamnya yang mengarah lurus pada dua manusia beda spesies yang duduk tak jauh darinya.

"Bagus ya lo, Ngga, pinter banget nyari kesempatan. Abis lo sama gue!" ucapnya penuh kekesalan.

Merasa diperhatikan, gadis yang duduk di sebelah Angga membalas tatapan mata Andin dengan pandangan meremehkan. Dengan sengaja tangannya bergelayut manja di lengan Angga lengkap dengan senyum kemenangan.

Andin mendengus kasar dan terus memaki dalam hati. Memilih mengabaikannya, ia kembali memfokuskan kepada semangkuk bakso yang sudah tak berbentuk akibat aksinya tadi. Tiba-tiba ia kehilangan selera makannya. Saat akan beranjak pergi untuk memesan lagi, kursi di depannya tiba-tiba berpenghuni. Mendongakkan kepala, ia lalu memasang wajah datarnya.

Sejak kapan di sekolahnya ada sosok mak lampir? Pikirnya.

"Kasihan makan sendirian, gue temenin, ya," ejeknya dengan terang-terangan.

Andin mengangkat sebelah alisnya, bibirnya tersenyum menyeringai. Selera makannya benar-benar hilang sekarang. Oleh karena itu, ia lebih memilih memperhatikan sosok di depannya sambil bersedekap dada, "Ngapain lo berdua duduk di sini?" tanya Andin dengan tenang.

Angga berdehem pelan. Diam-diam melirik Andin yang kembali berwajah datar. Jika sedang begitu, wajahnya akan terlihat lebih judes dan galak. Berbeda jika sedang tersenyum, lesung pipinya akan membuat wajahnya cantik dan manis bersamaan.

"Nemenin lo, lah!" balas sosok gadis di sebelah Angga, Irma.

"Gue gak merasa kesepian, sorry sorry aja," ujarnya santai.

"Halaaah! Orang baru putus biasanya sok tegar," cibir Irma.

Sialan! batin Andin menggeram.

"Gak usah nyari ribut lo, Ma, gue lagi males ngebacot."

"Ya gimana gak males, orang mantannya lagi deketin cewek lain," ujar Irma sambil tersenyum jumawa.

"Makan tuh bekas!" balas Andin sinis.

"Jaga mulut lo ya!" desis Irma tak suka. Sedangkan Angga hanya mendengus kasar dan melirik Andin tajam.

"Tapi benarkan kalo lo doyan bekas gue?" tanya Andin remeh.

"Bacot, lo! Lo yang gak guna makanya dibuang sama Angga," geram Irma.

Sialan. Sialan. Sialan.

Merasa emosinya sudah di ubun-ubun, Andin langsung berdiri dan pergi dari sana tanpa berkata apapun lagi.

Ting!

Si Ganteng
Sadis banget mulut, lo!

Andin terkekeh sejenak sebelum kembali melangkah dengan senyum tertahan. Ia akan menghabiskan sisa waktu istirahatnya di perpustakaan. Mengambil novel bergende komedi lalu langsung menuju ke arah meja di pojok ruangan. Gadis itu terhanyut di antara cerita dan sunyinya suasana perpustakaan.

Setelah bel berbunyi, Andin kembali ke kelasnya. Mengikuti pelajaran seperti biasanya sampai jam pulang sekolah.

"Ndin, kok gue lihat akhir-akhir ini, Angga deket sama Irma, ya?" tanya Nisa sambil membereskan peralatan belajarnya.

Andin hanya melirik malas. Topik pembahasan yang sangat mengganggu.

"Padahal baru putus, tuh cowok gak betah jomblo apa gimana," ujar Nisa tak menyerah, berusaha membuat Andin yang sejak jam istirahat terlihat lebih banyak diam.

"Yaelah.. Nis, kaya gak paham aja lo."

"Paham apa?" tanya Nisa bingung.

"Sekarang kan musim hujan, buaya pada naik ke daratan, dong!" ketus Andin.

Nisa yang mulai mengerti arti celetukan Andin pun tertawa terbahak-bahak.

"Udahlah.. pulang aja, yuk!" ajak Andin sambil memakai tas punggungnya. Anak-anak kelas memang sudah pulang duluan dan tersisa mereka berdua.

"Gasss.."

Kedua gadis remaja itu berjalan beriringan keluar kelas. Namun, ketika di koridor ponsel Andin berbunyi, membuat pemiliknya menghentikan langkah kakinya.

Si Ganteng
Mission completed

Si Ganteng
Gue di kelas lo

Setelah membacanya, Andin kontan memekik tertahan. Gadis itu benar-benar tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Saat mendapati Nisa yang sudah jauh di depan sana, ia mempercepat laju langkahnya, "Nis, Nis.. lo duluan aja, ya. Ada yang ketinggalan di kelas."

"Heh? Perasaan tadi udah beres, deh."

"Adaa.. barang yang gue taroh di laci," Andin menggaruk tengkuknya kikuk, "udah sana.. hush, hush!" ujarnya sambil mendorong punggung Nisa tidak sabaran. Meski sedikit heran, Nisa tetap melanjutkan langkahnya ke parkiran.

Seusai memastikan Nisa benar-benar beranjak pulang, Andin membalikkan badannya lalu berlari kecil menuju kelasnya. Saat sampai di depan pintu kelas, gadis itu lebih dulu menetralkan nafasnya yang sedikit ngos-ngosan. Tangannya membuka pintu dengan sedikit kasar dan melangkah dengan riang kala mendapati punggung yang tidak asing baginya.

"Anggaaa.." teriaknya dengan nada girang bukan main.

Laki-laki yang berdiri di depan jendela kelas dengan posisi memunggungi pintu kelas itu menoleh. Badannya sedikit terhuyung ke belakang saat gadis yang baru saja memanggilnya itu tiba-tiba melemparkan diri ke pelukannya.

"Makasih, Angga. Lo baik banget," ujar Andin masih dengan kedua tangan melingkari leher Angga.

Angga terkekeh senang. Tangannya terangkat membalas pelukan gadisnya, "Berkasnya ada di tas gue."

"Baik banget, sih, huhuhu.." tangis Andin tiba-tiba.

"Eh? Kenapa nangis?" tanya Angga dengan panik.

"Lo baik banget. Makasih udah bantuin gue, yaa.."

Angga menganggukkan kepala, "Ini mau diterusin pelukannya? Gue sih mau-mau aja, tapi tinggal kita doang looh di sini."

Andin kontan melepaskan diri dan mengambil langkah mundur. Gadis itu berdehem dengan canggung, "Pulang?"

Angga terbahak sampai kepalanya mendongak saat melihat Andin yang langsung salah tingkah, "Masa gitu doang? Gue gak dikasih hadiah, nih?" tanyanya dengan alis yang sengaja dinaik-turunkan.

"Mau apa?"

"Jalan?"

"Ke pantai?" usul Andin.

"Okey, sayang.."

"Angga sialan! Gue maluuuu.." teriak Andin sambil berlari keluar kelas, meninggalkan Angga yang kembali terbahak-bahak sampai terduduk di lantai kelas.

Andin : Ketua OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang