6

18.3K 1.8K 27
                                    

Sejak insiden di parkiran tadi, ketiga curut itu secara gencar menggoda Angga habis-habisan. Sementara Angga hanya bisa menghela nafas berkali-kali dan merebahkan kepalanya di atas meja. Merutuki nabis sialnya.

Karena hal tadi juga, Angga bahkan tak pergi ke kantin. Ia hanya takut kalau kejadian di parkiran tadi menjadi bahan pergosipan anak-anak saat teringat keadaan parkiran yang sudah ramai. Meski begitu, ia masih bersyukur ketika mendapati kantung keresek hitam yang ditenteng teman curutnya dari kantin.

Angga tersenyum lebar. Bersiap mengisi amunisi terlebih dahulu.

"Lo lebay banget, deh, Ngga. Kayak cewek ngambek aja gak mau ke kantin. Make acara nitip lagi." dumel Zaki setelah duduk di kursinya.

"Bener, mana gak ada tipnya lagi." Rio mendukung penuh apa yang baru saja diungkapkan Zaki.

"Ngapain lo berdua protes? Gue nitipnya ke Aldi, kok. Dia oke aja, tuh."

"Santai aja, Ngga. Gue liat Andin di kantin tadi. Kayaknya cuma lo aja yang ribet." sahut Aldi tenang.

"Sip. Entar pas istirahat kedua gue ke kantin, kok. Nanti gue traktir lo, Di." ujar Angga mantap. Mendengar itu, Aldi tersenyum dan mengangkat kedua jempolnya tinggi-tinggi.

"Ck! Jangan pilih kasih lo, Ngga! Masa cuman si Aldi doang yang lo traktir." dengus Zaki tak terima. Si penganut paham 'kegratisan itu indah' tak bisa menerima perlakuan semena-mena Angga. Ia merasa terdiskriminasi.

Angga mencibir terang-terangan."Giliran gratisan inget lo pada!" Tangannya menyambut telapak tangan Aldi, lalu bertos ria, "tadi pagi ngatain gue semangat banget." Angga tersenyum penuh kemenangan.

"Baperan lo, ah!" balas Rio tak mau kalah.

Angga menghendikkan bahu tak peduli. Sebaiknya ia segera makan sebelum bel istirahat berbunyi.

Tak lama setelah Angga menghabiskan sebungkus ayam geprek, bel masuk pun berbunyi. Namun, hanya berselang dua puluh menit, perutnya mulas luar biasa. Saat matanya menangkap senyum jail dari kedua curut, Rio dan Zaki, Angga paham kalau ini pasti perbuatan mereka. Dan Aldi, ia hanya korban paksaan mereka. Sambil memejamkan mata untuk menahan kekesalannya, ia akhirnya memilih untuk izin keluar kelas.

Lorong-lorong kelas terlihat lengang karena KBM tengah berlangsung. Angga mempercepat langkah kakinya sebelum memasuki jam pergantian pelajaran. Bisa repot kalau ia terlalu lama dan berakhir membolos pelajaran berikutnya. Lagi pula, perutnya juga sudah melilit.

Tetapi, ini sungguh tidak lucu.

Ketika sampai di depan toilet laki-laki yang memang berdampingan dengan toilet perempuan, ia tak sengaja berpapasan dengan Andin. Sontak Angga memelankan langkahnya hingga berhenti tepat di depan Andin.

Sejenak, Angga berpikir. Jangan sampai, amit-amit, ia kembali mempermalukan dirinya lagi. Dalam situasi ini, Angga tak mungkin melarikan diri. Meski ia juga tidak mungkin pergi begitu saja saat ada hajat yang harus segera dituntaskan. Jadi pilihanya hanya satu, hadapi saja.

Sekarang, ketika mereka sudah saling berhadapan, yang ada hanya raut wajah yang sama-sama terkejut dan saling diam.

Angga terlihat ingin memulai pembicaraan. Diam berpikir, mengira-ngira hal apa yang perlu ia luruskan perihal kelakuannya kemarin sore dan tadi pagi, tentu saja. Sementara Andin yang melihat gelagat Angga, hanya diam sembari menunggu lelaki di depannya berbicara. Namun, satu menit berlalu, masih terjadi keheningan. Sementara mulut lelaki dihadapannya terlihat terbuka-terkatup berkali-kali.

Angga lebih dulu berdehem pelan. "Ndin, soal kemaren sore yang gue minta lo jadi pacar gu--"

"Oke." Andin menyela cepat.

Andin : Ketua OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang