Terima kasih kepada alarm yang berbunyi sangat nyaring untuk kesekian kalinya. Masih dengan merutuki dirinya sendiri yang bangun kesiangan, Andin dengan cekatan mempersiapkan peralatan sekolahnya. Ini karena semalam suntuk ia maraton nonton drama oppa-oppa ganteng yang membuatnya tidak rela menutup mata sampai waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Benar-benar sial.
Hal yang lebih buruk dari itu adalah hari ini, hari senin. Hari senin adalah hari keramat bagi Andin. Hari senin selalu mengingatkan adanya agenda bernama upacara. Kegiatan pacara di hari senin sudah jelas bagian dari tanggung jawab anak-anak OSIS. Dan si ketua OSIS sudah jelas dirinya sendiri.
Mati gue, batinnya meringis ngeri.
Kesialan itu tidak sampai di situ saja. Si Bety, nama motor meticnya mendadak menjadi manja. Haus akan belaian alias mogok dan ingin di bawa ke salon, bengkel.
"Oke. Tenang Ndin, santai kayak di pan---tat!!" jerit Andin spontan kala bahunya ditepuk dari arah belakang. Begitu kepalanya menoleh, sang pelaku melotot tajam ke arahnya, membuat Andin menciut seketika.
"Bang, anterin gue, ya. Ini si Bety rewel," pintanya dengan raut wajah memelas. Matanya mengerjap beberapa kali. Biasanya jurus begitu sangat ampuh, katanya.
"Gak mau, gue ada kuliah pagi," ujar Putra cuek, sengaja ingin mengerjai adiknya sedikit.
"Ayolah, ya ya ya. Gue harus handle upacara, nih. Bentar lagi masuk lagi." Wajahnya bahkan kini sudah dibuat-buat seakan tak mendapat jatah uang jajan selama seminggu. Menyedihkan.
"Apa timbal baliknya, nih?" tanya Putra sambil menaik turunkan alisnya lengkap dengan wajah menyebalkan.
"Ah.. perhitungan banget lo sama adek sendiri!" gerutu Andin sebal sambil sesekali melirik jam tangan di lengan kirinya.
Putra masih terdiam, sengaja.
"Oke, fine! Gue traktir martabak nanti malem," tawar Andin kentara sekali bahwa ia sedang terdesak.
"Ikhlas, gak? Ntar gue sakit perut lagi."
"Bawel, ah. Udah cepetan. Ikhlas gue. Diikhlas-ikhlasin." Andin mengambil helmnya sendiri lalu mendorong bahu sang kakak menuju motor besar berwarna hitam yang terparkir di sebelah motornya.
Andin berhasil sampai di sekolah sepuluh menit sebelum bel berbunyi. Ia melangkahkan kakinya ke ruang OSIS masih dengan tas yang berada di balik punggungnya karena tidak sempat mampir ke kelasnya. Rencananya, ia akan menitipkan tas sekolahnya di ruangan OSIS selagi berjalannya upacara.
"Pagi, Rif," sapa Andin kepada makhluk yang tengah asik membolak-balikkan naskah upacara.
"Hai, Ndin," sapanya balik tanpa menoleh.
"Kenapa tuh kertas?"
"Kayaknya harus diganti, deh," ujar Arif sembari menghampiri Andin, menunjukan bukti yang ia maksudkan.
"Iya, nih. Emang udah harus diganti. Yaudah, nanti gue bilang ke Bu Bendum."
"Lo ke sini masih bawa tas?" Arif melirik ke arah tas Andin yang masih berada di punggung empunya.
"Gue kesiangan," ujar Andin sambil meringis.
"Mending lo balik ke kelas buat naroh tas dulu. Masalah anak-anak biar gue yang urus. Lagian lo hari ini kebagian jaga anak-anak yang telat, santai aja."
"Thanks, Rif," ucap Andin tulus. Andin merasa beruntung mempunyai wakil ketua dan teman seperti Arif, dapat diandalkan.
Arif tersenyum dan menganggukkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andin : Ketua OSIS
Teen FictionAngga Bagaskara mendapatkan Andin Mahesa sebagai pacarnya melalui permainan truth or dare yang ia mainkan bersama teman-temannya. Meski awalnya ia tidak memiliki rasa sedikit pun pada gadis itu, tetapi pada akhirnya Angga takut Andin kecewa padanya...