13

13.7K 1.5K 51
                                    

"Kemaren gimana, Ngga?" tanya Rio sambil menepuk pundak Angga yang duduk di depannya. "Jadi?"

Angga menggelengkan kepala sambil memasukkan buku dan pulpennya ke dalam lorong meja, "Enggak, dia udah pulang sama Arif."

"Arif?"

"Wakil ketos," jawab Angga singkat.

Rio berseru heboh. "Oooh.. Arif yang ituuu.. tahu gue kalo yang itu."

"Apaan dah lo heboh banget," cibir Angga sambil memiringkan posisi duduknya agar lebih leluasa menghadap lawan bicaranya.

Rio tergelak. "Saingan lo, tuh!"

"Halaah.. bodo amat!"

Zaki yang sejak tadi sedang asyik menyalin PR Angga untuk mapel selanjutnya, menoleh sekilas, "Lo beneran ngajakin si Andin pulang bareng kemaren?"

Angga memutar bola matanya jengah, "Dibahas lagii.."

"Tapi beneran?" tanya Zaki tak peduli akan reaksi Angga sebelumnya.

Angga hanya bergumam malas.

"Bangsat juga lo, ya!" seru Zaki sambil menoyor kepala Angga.

"Penebusan dosa itu.." elak Angga.

Aldi mendongak dari barisan-barisan kalimat yang sedang ia baca, "Emang lo abis ngapain, sih, pake penebusan dosa segela?"

"Gue manas-manasin dia pake Karin."

"Bangsat!"

"Bajingan lo, Ngga!"

Umpatan dari kedua curutnya malah membuat Angga terkekeh. Sebenarnya ia juga merasa bersalah dan kurang kerjaan banget.

"Gue diajarin Rio, tuh!" tunjuk Angga pada Rio yang tengah berpura-pura tidak mendengar.

Aldi menggeplak kepala Rio sedikit keras, "Jangan ngajarin yang enggak-enggak, deh."

"Lo tuh.. astaga, belajar kebangsatan dari mana sih, lo?" tanya Zaki geregetan.

Rio tertawa sambil mengusap kepalanya. "Ya abis polos banget ni anak, kan gue geregetan lihatnya," ia menengok ke arah Angga, "tapi seru kan, Ngga, tantangan dari gue?"

"Apalagi ini, tantangan apa lagi?" Zaki menggebrak mejanya kesal.

"Gue kemaren ke rumahnya, ngajakin olahraga sekalian ngecek aja gitu, dia masih marah enggak sama gue."

"Masih marah?" tanya Aldi.

Angga mengangguk, "Masih, cuma dia kayaknya tipe yang marahnya gak bisa lama. Sekarang udah baikan lagi, kok," ia menjawab sambil memainkan ponselnya, "kita aja mau makan bareng di kantin."

Ketiga curut lainnya kompak melongo.

"Gue duluan, ya. Mau nyamperin dia dulu," kata Angga sambil berlalu keluar kelas.

Angga melangkah dengan ringan ke arah kelas Andin. Beberapa kali tersenyum tipis menanggapi para penggemarnya.

"Mau kemana, Bang?" tanya salah satu anak basket juniornya.

"Ngapel dulu," sahutnya santai sembari mempercepat langkah kakinya, menghindari siulan godaan dari anak-anak basket lainnya.

Sesampainya di depan kelas Andin, Angga tidak langsung masuk. Dia memilih menunggu di depan kelas sambil bersandar di dinding dan bermain ponsel, mengabari bahwa ia sudah ada di depan gadis itu.

"Ehem.."

Angga mendongak, mengira suara deheman pelan itu berasal dari gadisnya, tetapi orang lain yang ia dapati. Keningnya mengernyit ketika sosok gadis itu belum beranjak dari depannya. Mulutnya terbuka dan terkatup beberapa kali, seperti ingin mengatakan sesuatu. Angga berinisiatif mematikan ponselnya lalu memasukannya ke dalam saku celananya.

Andin : Ketua OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang