33

11.6K 1.2K 20
                                    

Andin tengah sibuk memilih pakaian yang akan dikenakannya hari ini. Gadis itu bahkan hampir mengeluarkan separuh pakaiannya dari dalam lemari. Setelah beberapa saat, pilihannya jatuh pada baju putih polos, celana jins dan jaket jins sebagai pelengkap.

Setelah merapikan penampilannya, ia kemudian duduk di meja riasnya. Tak banyak yang ia poleskan, hanya agar wajahnya sedikit fresh saja. Setelah selesai dengan wajahnya, Andin mengambil sisir guna merapikan rambutnya yang kini dibiarkan tergerai. Mengambil setiap sisi lalu diikat di bagian tengah dengan membiarkan sisanya tetap menjuntai dengan bebas.

Ting!

Si Ganteng
Gue udah di depan

Gadis itu bergegas mengambil jam tangan dan memakainya di lengan kirinya. Mengambil dompet dan ponsel lalu memasukkan ke dalam tas kecilnya. Setelah siap, Andin dengan mantap keluar dari kamarnya.

"Udah lama?" tanyanya basa-basi.

"Baru aja, langsung aja, ya."

Andin mengangguk, "Bentar, gue panggil Ibu dulu buat izin," pamitnya berlalu ke arah dapur untuk menemui sang nyonya rumah.

"Bu, Andin mau pamit main."

Ibu menoleh lalu bergegas mengelap tangannya yang basah setelah mencuci perkakas dapur, "Pergi sama siapa?"

"Sama Angga. Anaknya ada di depan, mau pamit sekalian."

"Yaudah, ayo ke depan," kata Ibu lalu sama-sama berjalan ke ruang tamu menemui Angga.

"Udah lama, Ngga?" sapanya dengan senyum hangat khas emak-emak.

"Baru aja, kok, Bu," ujarnya sopan. Laki-laki bermarga Bagaskara itu bangkit dari duduknya untuk menyalami sang tuan rumah.

"Mau pergi sama Andin?"

Angga mengangguk sambil tersenyum kikuk, sedangkan Andin hanya duduk santai di sofa, menonton Angga yang sedang diwawancara.

"Mau ke mana kalo boleh ibu tahu?"

Angga berdehem pelan, "Rencananya mau ke pantai, Bu."

Ibu menganggukkan kepala mengerti, "Jangan pulang kemaleman, ya," pesannya masih dengan tersenyum hangat.

"Siap, Bu."

"Yaudah, pada berangkat, gih! Nanti kemalaman pulangnya." Pasalnya mereka memang ke pantai untuk melihat sunset.

Andin berdiri dan menyalami ibu diikuti oleh Angga, "Kita pamit, Bu."

"Iya, bawa motornya hati-hati, Nak Angga."Angga langsung mengangguk sambil tersenyum.

Seusai berpamitan, kedua sejoli itu lantas menaiki motor Angga. Tangan Andin melingkar sempurna di pinggang Angga. Ia sudah tidak merasa canggung lagi sekarang. Sepanjang perjalanan hanya berisi keheningan karena mengobrol di atas motor adalah sebuah kesia-siaan. Setelah sampai di parkiran, Angga membantu melepaskan helm Andin dan menggandeng tangannya selaras dengan langkah yang kian mendekat ke tepi pantai.

"Mau duduk di mana?" tanya Angga memecah hening.

"Sana aja yang agak sepi."

"Emang mau ngapain kalo sepi?" tanya Angga jahil.

Andin mendengus, "Biar gak terlalu berisik. Udah ah, ayo!"

Mereka berdua kemudian duduk di tempat yang ditunjuk Andin tadi. Duduk berdampingan dengan Angga yang senantiasa mengaitkan jemarinya ke tangan gadis di sebelahnya.

"Ngga.."

"Hm."

"Gue masih penasaran, deh, lo nemuin berkas LPJ OSIS di mana, sih?"

Angga hanya melirik tanpa minat, "Kenapa masih dibahas, sih? Toh udah kelar. Lo juga udah resmi jadi demisioner."

"Gue penasaran Bapak Angga Bagaskara," tekan Andin.

Angga berdecak kesal. Bukan ia tidak mau memberi tahu, hanya saja ia sedang malas berbicara panjang lebar. Niatnya ke sini kan ingin liburan dan menengankan pikiran. Lagi pula ketika membahas LPJ sialan itu, ia jadi teringat Irma yang selalu menempel padanya. Seketika Angga bergidik ngeri.

"Kita udah bikin rencana matang-matang kayak detektif segala, eh.. si Irma cuma nyembunyiin LPJ itu di lokernya," ujar Angga malas.

Mereka bahkan berpikir keras dan mencari solusi bersama. Rela berjauhan bahkan membuat seolah-olah telah putus. Ternyata Irma hanyalah seorang murid SMA yang kebetulan tidak suka dengan Andin. Hanya itu.

"SERIUS LO?" tanya Andin tak santai.

Angga hanya mengangguk.

"Terus lo tahu dari mana kalo LPJ gue ada di lokernya?"

"Lo lupa kalo gue ditempelin mulu sama dia. Bahkan ke loker pun minta ditemenin. Ck!" sungut Angga kesal.

Andin tertawa terbahak-bahak. Gadis itu sangat menikmati raut kekesalan Angga.

"Puas lo ketawanya?" sinis Angga.

Andin berucap masih dengan berusaha menghentikan tawanya, "Apapun itu, makasih, ya."

"Hm," dehem Angga pelan.

"Ngga.."

"Hmm.."

"Angga.."

"Hmmm.."

"Angga Bagaskara.."

"Apa?" sahut Angga malas sambil menoleh ke arah Andin.

Andin memeluk Angga erat dengan hati berucap syukur berkali-kali karena bisa dipertemukan dengan laki-laki yang berada di dekapannya. Angga tersenyum manis lalu membalas pelukan kekasihnya. Menyandarkan kepalanya di pundak gadis itu dan menghirup aroma yang disukainya.

"Ngga.."

"Apa Andin sayang?" balas Angga berniat menggoda, tetapi Andin hanya terdiam.

"I lop yu.."

Angga kontan membeku. Ini kali pertama Andin mengucapkan kata sakral itu. Laki-laki itu seakan terhanyut keadaan hingga tidak tahu bahwa sejak tadi Andin tengah merasakan gelisah karena ia hanya diam saja.

"Bales, ih!" ujar Andin setengah memaksa sambil memukul punggung Angga pelan. Mencoba menutupi kegugupannya.

Angga terkekeh gemas, "I lop yu tu!"

Andin : Ketua OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang