34

12.9K 1.3K 49
                                    

Andin sedang duduk di kursi teras sambil memasang sepatunya saat Angga tiba di depan pagar rumahnya. Tadi malam laki-laki itu memang sudah berjanji akan menjemputnya. Meski sebenenarnya ia sudah menolaknya karena arah rumah mereka yang berlawanan, tetapi kekasihnya itu tetap bersikeras dengan keinginannya. Yasudah lah.. Andin memilih mengiyakan saja dari pada berakhir ribut. Lagi pula melihat senyuman Angga di pagi hari tidaklah buruk.

"Udah sarapan belum, lo?" tanya Andin saat Angga mengambil duduk di sebelahnya.

"Udah, kok. Berangkat sekarang?"

Andin memutar bola matanya, "Entar sore! Ya sekarang lah!"

Suara tawa Angga kontan mengudara. Telunjuk tangannya menoyor jidat Andin pelan sebelum nyelonong ke arah motornya yang sengaja ia parkirkan di depan gerbang rumah Andin. Sekilas ia mendengar gadisnya berdecak keras, tetapi ia tetap melanjutkan langkahnya.

"Eh.. pamit dulu kali," celetuk Angga tiba-tiba lalu menghentikkan langkahnya. Ia baru saja ingin berbalik saat Andin menggenggam lengannya dan menariknya keluar pagar rumah.

"Gak ada orang di rumah."

Angga menelengkan kepalanya sambil mengulurkan helm untuk dipakai Andin, "Pada ke mana? Tumben pagi-pagi udah sepi."

Andin menerima helmnya lalu memakainya setelah merapikan poninya. Ia tidak langsung menjawab, melainkan menatap Angga dengan lamat. Rasa kagum tengah meletup-letup dalam dadanya. Angga.. pacarnya itu tidak pernah absen untuk menyapa dan berpamitan pada kedua orang tuanya. Tangannya terangkat untuk membelai pucuk kepala laki-laki di depannya, "Ke rumah saudara, lagi ada hajatan."

Angga sempat tertegun karena usapan lembut sebelum mengulas senyum manis. Pemuda segera memasang helmnya untuk menutupi senyumannya yang semakin melebar, "Lo di rumah sendiri, dong?" tanyanya sambil naik ke atas motor.

"Enggak, sama Abang. Lagian nanti malem udah balik, kok."

"Udah siap?" tanya Angga sebelum menarik gas motornya. Melihat Andin mengangguk dari kaca spion, ia langsung melajukan motornya ke sekolah.

Saat sampai di parkiran sekolah, suasana sekolah masih terbilang sepi. Itu terbukti dari parkiran yang masih sangat longgar.

"Gue duluan, ya. Mau piket kelas dulu," ujar Andin sambil meletakkan helmnya di atas spion.

Angga menepuk pucuk kepala Andin sebelum menganggukkan kepala. Setelahnya gadis itu langsung melesat duluan ke arah kelasnya. Angga geleng-geleng kepala di belakang sana kala melihat Andin sudah berlari-lari kecil padahal waktu masih sangat pagi dan bel masuk masih sangat lama. Setelah punggung gadisnya sudah tak terlihat lagi, Angga kembali melanjutkan langkahnya ke kelasnya.

"Tumben berangkat pagian, Ngga?" tanya Aldi saat ia baru saja memasuki kelas.

"Bareng sama Nyonya." Angga terkekeh geli saat melihat Aldi mendengus. "Dia piket kelas juga, jadi emang sengaja berangkat pagi."

"Jadi kalian bener-bener pura-pura putus doang waktu itu?"

Angga mengangguk dengan mantap, "Iyalah!"

"Kurang kerjaan banget," cibir Aldi. "Tapi, kok, ada gosip lo deket sama temen kelasnya?"

Angga menghela nafas panjang, sedikit malas saat membahas hal itu lagi. "LPJ si Andin diumpetin sama tuh bocah! Sampe nangis kejer tuh si Andin. Gue bantuin aja sih, gak tega gue. Gue ngedeketin anak itu cuma buat nyari LPJ aja. Kita berdua emang milih ngurus berdua biar enggak heboh aja. Lagian kasihan Andin juga kalo pada tahu LPJ OSIS hilang. Bisa dihakimi massa dia," jelas Angga panjang lebar.

"Bener juga," gumam Aldi membenarkan. Kalau sampai informasi LPJ OSIS yang sudah finish hilang, sudah pasti Andin adalah orang pertama yang akan dicari dan dibicarakan orang-orang.

Andin : Ketua OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang