Tinggalkan jejak! Vote dan komen banyak2
***
Suara isakan kecil terdengar di balik pintu toilet. Lama-lama suara tangis itu berubah menjadi suara sesenggukan.
Di salah satu pintu toilet perempuan, Andin tengah duduk di atas kloset. Menangis. Ini bukanlah kali pertamanya. Ketika matanya sudah tidak mampu menahan lelehan bulir beningnya, Andin akan bergegas ke toilet. Ia selalu mencoba menyembunyikan kelemahannya.
Setelah merasa sedikit lega, ia keluar dan berdiri di depan wastafel untuk memperbaiki penampilannya. Menghembuskan nafas kasar saat melihat matanya yang sembab dan hidungnya yang memerah. Tangannya terangkat untuk merapikan rambutnya yang sudah agak awut-awutan. Mencuci mukanya berulang kali sampai merasa sedikit segar.
Andin tidak langsung beranjak, diam memandangi pantulan versi menyedihkan dirinya di cermin besar itu. Ia cukup frustasi sampai tidak bisa menahan tangisnya hingga tiba di rumah nanti. Tangannya mengurut pangkal hidungnya pelan. Sedikit berdenyut karena kebanyakan menangis dan banyak pikiran.
Bagaimana tidak?
Berkas LPJ OSIS yang sudah selesai dan melewati beberapa kali revisi, hilang. Tidak berbekas. Padahal sebentar lagi ia dan teman-teman pengurus lainnya akan melenggarakan sidang pertanggung jawaban selama menjabat sebagai pengurus OSIS sebelum lengser dan digantikan.
Andin memejamkan matanya sejenak. Hari ini akan menjadi hari yang panjang. Mau tidak mau, ia sendiri yang akan bergerilya untuk menemukan kembali berkas LPJ itu. Sekali lagi, ini menyangkut hajat orang banyak. Kalau hanya berkas LPJ-nya saja yang hilang, ia tak akan sebingung ini. Ia bisa membuatnya lagi. Namun semua berkas milik pengurus lain juga tidak ada. Hal itu sukses membuatnya kelimpungan sendiri. Apalagi berkas LPJ itu sudah berstempel.
Setelah berhasil menenangkan dirinya, Andin dengan mantap keluar dari toilet. Baru beberapa langkah dari pintu toilet, ia merasa lengannya ditarik dari belakang. Andin terlonjak kaget dengan mata melotot lebar saat memergoki sosok cowok di depannya. "Ngapain, sih?" katanya sambil menengok kanan-kiri, memastikan keadaan.
"Lo ngapain aja di dalem? Lama banget."
Andin berdecak lalu memalingkan wajahnya. Menutupi rona wajahnya yang masih terlihat kusut dan menghiraukan pertanyaan dari cowok di depannya.
"Tunggu tunggu, lo... abis nangis?"
"Gak," jawab Andin cepat.
Sosok di depannya terdiam, namun matanya masih menatap Andin dengan lekat dan tajam. Andin yang tidak tahan ditatap seintens itu akhirnya memilih mengalah, "Gue baik-baik aja. Lo gak usah khawatir. Lebih baik, sekarang lo pergi sebelum ada yang ngeliat kita berduaan."
"Ya kenapa, sih, kita kan pa--"
"Ngga, plis. Kali ini aja dengerin gue, ya?" pinta Andin kalut. Bukan apa-apa, jika ada yang memergoki mereka, maka sia-sia saja rencana yang sudah terlanjur berjalan ini. Dan lagi, masalahnya juga semakin rumit.
Cowok itu, Angga, hanya bisa menghela nafas pasrah, "Gue pergi, tapi... jelasin dulu kenapa lo nangis," ujarnya menuntut. Ia diminta untuk membantu, maka ia akan membantu secara totalitas. Lagi pula Angga merasa hatinya sedikit tersentil saat melihat Andin yang habis menangis. Setahunya, pacarnya itu adalah gadis yang kuat.
"Hah.. laporan LPJ OSIS hilang semua," ujar Andin dengan lesu.
Angga melotot tak percaya, "Serius lo!?"
"Jangan keras-keras bego!" umpat Andin.
"Sorry sorry.." Angga meringis pelan, merasa bersalah, "jangan nangis lagi, gue ada di sini." Angga mengusap rambut Andin dengan lembut.
Andin menatap dalam manik mata Angga lalu menganggukkan kepalanya, "Gue pergi dulu," ucapnya pelan.
Angga masih bertahan di posisinya. Menatap punggung gadis tangguh pemilik hatinya lalu membalikkan badan dan melangkah pergi.
Andin sedikit merasa lega setelah berbagi cerita tentang masalahnya. Setelah berpisah dengan Angga, ia mampir dulu ke koprasi dengan modus membeli pensil agar tak terlihat begitu kentara sedang membolos pelajaran. Ia juga membeli sebotol minuman untuk melegakan tenggorokannya. Setelahnya, gadis itu segera kembali ke kelasnya di lantai dua.
Saat akan menaiki tangga, terdengar suara orang yang sedang mengobrol dengan berbisik-bisik. Karena penasaran, Andin memilih berhenti.
Beneran ada di lo? Kok bisa? Lo taruh di mana?
Ada, aman sama gue
Andin mengernyitkan dahi. Ia seperti mengenal suara itu. Tapi, siapa? Apa yang mereka lakukan? Kenapa pembahasan mereka terdengar sedikit ambigu?
Andin menyembulkan kepalanya melewati pembetas tangga, mencoba mengintip. Tetapi ia hanya bisa melihat punggung salah satunya. Perempuan. Dan sepertinya dengan seorang laki-laki karena suaranya terdengar suara maskilin.
Jangan ngobrol di sini. Kita ke belakang
Suara familiar itu terdengar lagi, suara perempuan yang hanya terlihat punggungnya itu.
Andin semakin dibuat penasaran. Sebenarnya apa yang mereka bicarakan? Sekali lagi, Andin kembali menjulurkan kepalanya. Tetapi nihil.
Andin bergegas menaiki tangga dengan perlahan. Mencoba tidak menimbulkan suara ketika mendengar suara derap langkah saling bersaut-sahutan. Ia lalu bersembunyi di balik tikungan tangga.
Ke belakang? Belakang mana? Apakah ke taman belakang? Tetapi bukankah di sana kurang terawat? Andin berusaha berpikir hingga ia kemudian mengurungkan niatnya untuk kembali ke kelasnya. Ada yang lebih mendesak saat ini. Tak ingin menyianyiakan waktu, Andin segera melangkah ke arah taman belakang. Meski masih tidak pasti, tetapi ia merasa "mereka" memang ke sana.
Tinggal satu belokan lagi dan Andin akan sampai di taman belakang. Tetapi mengingat misinya adalah bergerilya, ia memutuskan berhenti dan bersembunyi di balik tembok tikungan sebelum sampai di taman belakang.
Andin melongokkan kepalanya. Matanya memindai sekeliling hingga ia menemukan sosok yang ia cari-cari. Seketika tangannya terangkat guna membekap mulutnya dengan pandangan tak percaya. Di sana, Angga dan Irma tengah duduk berdua dengan jarak yang sangat tipis.
Bukankah mereka baru saja bertemu? Bagaimana bisa laki-laki itu sudah ada di sana? Lalu, apa yang sedang mereka lakukan?
"Ngga, lo ngapain?" gumam Andin sambil menatap nanar ke arah Angga.
Angganya yang sedang meraih tangan gadis di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andin : Ketua OSIS
Teen FictionAngga Bagaskara mendapatkan Andin Mahesa sebagai pacarnya melalui permainan truth or dare yang ia mainkan bersama teman-temannya. Meski awalnya ia tidak memiliki rasa sedikit pun pada gadis itu, tetapi pada akhirnya Angga takut Andin kecewa padanya...