Seperti hari-hari biasanya, pagi ini Aira kembali mempersiapkan dirinya untuk pergi ke sekolah seperti biasanya.
Aira memasukkan beberapa buku tulis ke dalam tas ranselnya, kemudian melemparkan tatapannya menyusuri seluruh permukaan meja belajarnya, mencari apakah ada barang yang tertinggal, kemudian tatapannya terhenti pada sebuah buku note berwarna warni berukuran kecil yang tergeletak di sudut meja belajarnya yang beberapa waktu ke belakang sudah tidak pernah disentuhnya lagi sama sekali, ia kemudian meraih buku note kecil itu dan tanpa sadar sedikit meremasnya ketika tatapannya menerawang jauh.
"Aira!"
Aira tersentak dari lamunannya ketika terdengar suara panggilan ibunya yang sepertinya berasal dari dapur.
"iya Ma." sahut Aira seadanya sembari segera menutup resleting tas ranselnya.
"Cepetan Aira, nanti kamu terlambat."
"iya Ma." balas Aira sembari bergegas memakai tas ranselnya di pundak lalu berbalik hendak berjalan ke luar dari kamarnya. Namun baru beberapa langkah, Aira kemudian kembali berbalik dan melemparkan buku note kecil yang berada di dalam genggaman tangan kirinya tersebut ke dalam tempat sampah kecil yang berada di sisi meja belajarnya.
Tiba di dapur, Aira mendapati ibunya telah meletakkan kotak makan berwarna putih di atas meja dapur yang ia duga berisi sarapannya, ia kemudian melirik jam dinding, dan benar saja sepertinya ia akan terlambat jika masih ingin memutuskan untuk memakan sarapannya di rumah pagi ini.
"Bawa bekal aja biar sarapan di sekolah aja, nanti kamu terlambat." Ucap Ibu Aira sementara Aira hanya mengnggukkan kepalanya menyetujui, lagipula sebenarnya saat inipun dirinya sama sekali sedang tidak berselera untuk sarapan. "Alden udah nungguin tuh di luar, cepetan dikit nanti kasian kalo dia harus terlambat."
Tunggu, Aira mengernyitkan dahinya hingga menghentikan gerakan tangannya yang hendak menutp kembali resleting tas ranselnya setelah memasukkan kotak sarapannya ke dalam ranselnya.
"Aku bisa pergi sendiri." ucap Aira pada akhirnya.
"Udah, bareng Alden aja, dia udah nunggu di luar tuh dari tadi, lagian kalo jam segini kamu masih harus nungguin bus nanti malah telat jadinya." ucap Mama sembari masih sibuk berkutat di dapur.
Aira berdecak pelan sembari melanjutkan gerakan tangannya untuk menutup resleting ranselnya yang masih belum tertutup setengah.
Tanpa disadarinya, ternyata sang Mama mendengar decakan pelannya hingga berhenti dari aktivitas memaskanya dan berbalik untuk menatap Aira.
"Mama tau kamu pasti masih kurang suka buat terlalu dekat sama Alden, tapi kamu tau kamu juga gak bisa selamanya hidup sendirian Aira, kamu juga harus bersosialisasi dengan orang lain, gak baik kalau kamu terus-terusan menutup diri dari orang lain begitu. Jadi mungkin anggap aja Alden orang yang tepat buat kamu mencoba memulai bersosialisasi dan berteman dengan orang lain, karena mau gimanapun kamu butuh orang lain. Kamu gak bias selamanya terus-terusan hidup menyendiri kayak gini juga kan?"
Baiklah, hal yang satu itu lagi. Sebenarnya bukannya Aira tidak mengetahui bahwa salah satu alasan kedua orang tuanya memilih untuk menjodohkannya begitu cepat adalah karena kekhawatiran mereka akan sikap anti sosialnya yang sudah dianggap mengkhawatirkan. Mereka pikir dengan mendekatkan dirinya dengan pemuda bernama Alden itu akan membuat Aira dapat mulai beradaptasi dan bersosialisasi dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGARA
Teen FictionArgara, si pemilik mata setajam elang yang menyimpan begitu banyak misteri. Namun di balik sikap dinginnya, satu hal yang tidak akan pernah orang lain ketahui, bahwa, Arga tidak pernah egois ketika ia telah benar-benar mencintai satu orang, ia akan...