Why?

2.4K 75 5
                                    

Arga?

Aira tau bila penglihatannya tidak mungkin salah. Ia sangat mengenali sosok pemuda behoodie hitam itu dengan baik.

Aira yakin bila sosok itu adalah Arga. Beberapa luka yang menghiasi wajahnya seperti yang ia lihat di sekolah tadi pagi juga terlihat samar-samar dari balik dinding kaca restoran itu.

Tapi, mengapa Arga bisa berada disini? Apa yang Arga lakukan di malam hari yang begitu dingin ini di luar sana? Bukankah tadi pagi pemuda itu bahkan masih sakit?

Pikiran Aira kalut menerka-nerka berbagai kemungkinan yang terjadi, yang membuat Arga berdiri di luar dinding kaca restoran itu seakan memperhatikan semuanya.

Lalu dengan semudah itu, beberapa bongkahan perasaannya yang sudah susah payah telah ia susun kembali dalam kurun waktu satu bulan terakhir ini, kini kembali runtuh tercerai-berai begitu saja, hanya dengan melihat sosok itu yang hadir di acara penting yang akan membantunya dalam rangka pengalihannya setelah ini.

Lalu segenap rasa percaya diri bahwa ia akan segera melupakan sosok yang ingin dilupakannya itu melalui acara pengalihan ini, seketika ikut runtuh begitu saja hanya dengan melihat sosok itu secara langsung yang entah bagaimana caranya dapat berada disini.

Aira tidak percaya, bahwa semudah itu Arga bisa mengacaukan pikiran dan perasaannya kembali, setelah bersusah payah ia menyusun kembali semuanya.

Dengan pikiran yang telah begitu kalut, Aira bahkan tidak lagi mendengarkan berbagai percakapan di meja makan tersebut yang bahkan mengikut sertakan dirinya dan juga segala hal-hal yang berkaitan dengan perjodohannya.

"Alden udah bener-bener setuju sama semua rencana ini, Aira kamu juga sama sekali gak keberatan kan?"

Dengan pikiran yang masih tercerai-berai di tempat lain, Aira menjawab pertanyaan dari wanita paruh baya teman Mamanya itu seadanya dengan mengiyakannya.

Aira tidak tau apakah ia menyesali jawabannya, karena mungkin inilah kesempatan yang tepat untuknya mengungkapkan rasa keberatannya terhadap seluruh rencana perjodohan ini. Tapi kalaupun dia mengungkapkan keberatannya, apakah semua itu berarti dan akan menghentikan seluruh rencana yang sudah tersusun matang ini? Mungkin tidak, karena kemudian wanita paruh baya tersebut kembali berucap.

"Kami mengerti kalau kamu masih belum bisa sepenuhnya menerima rencana ini, tapi gak apa-apa, kita juga gak terburu-buru. Kalian bisa mencoba saling mengenal terlebih dahulu. Jalani saja dulu, nanti pasti akan terbiasa juga."

Baiklah, pemikiran wanita paruh baya itu ternyata juga tidak jauh berbeda dari pemikiran sang Mama. Jadi menolak disini pun sepertinya memang tidak ada gunanya juga.

Jadi ya sudah, terserah sajalah.

"Jika sudah dijalani secara pelan-pelan nanti pasti akan terbiasa." Pria paruh baya teman sang Papa tersebut pun ikut menambahkan.

Baiklah, terserah saja. Percepat saja seluruh acara pertemuan ini agar ia dapat segera terbebas dan kembali ke kediamannya dengan tenang.

"Ini tahun terakhir kalian di SMA, kalian udah sama-sama akan beranjak dewasa sebentar lagi, jadi memang ada baiknya jika semuanya sudah direncanakan dari sekarang, supaya kalian tidak salah memilih."

Jika mereka semua tau bahwa ini adalah tahun terakhirnya dan pemuda itu di SMA, bukankah sebaiknya mereka lebih mementingkan dan mensupport untuk mempersiapkan ujian akhir untuk menunjang kelulusan? Alih-alih mempersiapkan rencana yang justru semakin menambah beban pikirannya saja seperti ini.

ARGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang